Diharapkan untuk meninggalkan kenangan manis, apa pun bentuknya
💮💮💮
JERAWAT!!!
Ampun, Gusti! Iki opo?
Jerawat lagi? Lagi? Masih nangkring aja di wajah gue. Emang nggak kapok-kapok, ya? Udah diusir, juga! Kenapa masih di situ? Awas aja, ya! Gue pencet, mati lo!
Ekhem!
Sebelum itu, mari kita berkenalan. Nama gue Wahyuni Mustikaratu. Dipanggil Yuni, umur gue 15 tahun, duduk di bangku SMP kelas tiga. Iya, gue udah mau tamat. Sebentar lagi bakal menghadapai Ujian Nasional, yang katanya sangat mendebarkan.
Well, gue nggak takut. Sama sekali, nggak! Gue berani, kok! Tinggal cap-cip-cup kembang kempis, udah dapat jawaban.
Yang jadi permasalahan dalam hidup gue itu jerawat. Kalian tahu apa itu jerawat? Sebuah bakteri jahat yang nggak akan pernah ada matinya. Apalagi jerawat yang gue punya itu unlimited edition. Punya banyak nyawa, udah dikempesin pasti balik lagi. Sembuh, datang lagi. Pokoknya jerawat gue itu setia banget buka lapak di wajah gue.
Di dahi ada, di pipi juga, di dagu, hidung. Apa lagi, ya? Ah, di dalam hidung juga ada. Sakit, lagi! Kamvret, emang!
Eits ... bukan cuman jerawat aja yang jadi permasalahan hidup gue. Tapi ... minyak wajah! Komedo! Kusam! Parahnya lagi wajah gue itu sensitif!
Hm ... gue harus berterima kasih sama siapa, nih?
"Yuni! Cepetan, napa?"
Tuh, dengar! Abang gue udah manggil. Nggak pernah santai tuh orang, untung ganteng!
Aih, kadang gue iri sama Abang gue itu. Wajahnya mulus banget, putih, kinclong, pokoknya beda banget sama gue. Kadang gue harus pake masker biar nggak kelihatan kayak saudara tiri. Gue sama Abang Geris beda jauh, lah!
"Yuni! Ngapain aja, sih? Lama bener!"
Gue nyengir. "Lagi make up nih, Bang."
Geris masuk ke dalam kamar, ambil tisu basah. Tanpa permisi dia hapus dandanan gue. Dalam sepersekian detik, muncullah jerawat yang terhias rapi.
"Kok dihapus, Bang? Nggak cantik, deh."
"Lo makin jelek kalau dandan, natural gini malah kelihatan cantik, tahu!"
Gue nggak tahu maksud perkataan Geris. Dia lagi muji atau gimana. Mungkin dia buta kali, ya? Jelas-jelas jerawat terhias rapi disana-sini, cantik dari mananya? Ah, Abang Geris nggak rasional, nih!
"Gue jelek, Bang!"
Geris melotot tajam. "Jelek-jelek! Perasaan lo aja! Udah, cepetan! Abang telat, nih!"
Dengan hati yang berat gue melangkah. Padahal gue udah dandan dengan hati yang ceria, berharap semua orang bisa naksir sama gue.
Iya, gue itu orangnya narsis, imajinasi gue terlalu tinggi sama cowok. Padahal, kan ... ini bukan cerita wattpad. Dimana si buruk rupa bertemu dengan pangeran tampan.
Ih! Kok gue alay banget, ya?
Geris biasanya antar gue ke sekolah, naik motor vespa. Abang gue itu sebenarnya penyayang banget, walau mulutnya itu selalu ngoceh nggak jelas, kayak cewek. Melebihi gue, deh! Satu-satunya cowok yang bilang gue cantik itu dia, Abang tersayang gue. Entah kapan ada cowok nomor dua yang bakalan bilang gue cantik. Gue berharap banget, sih....
"Pulangnya nanti tungguin Abang. Jangan kemana-mana. Ngerti?" Geris melotot tajam, memberikan petuah yang udah gue hapal. Mungkin dia kayak gitu karena gue itu adik satu-satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue (Nggak) Jelek! [✓]
Teen Fiction[Completed] Gue nggak sama kayak kalian. Gue jelek berdasarkan hasil penelitian. Jerawat gue banyak, minyak wajah jadi pemandangan, komedoan, dan tentunya gue gendut + pendek + pesek. Tapi... Kalian nggak akan percaya kalau gue punya pengagum rahasi...