“Ayolah, Bang. Biarin gue aja yang antar Yuni ke sekolah, ya? Satu kali aja.”
Pagi-pagi banget Roma bertandang ke rumah gue, alasannya dia mau antar gue ke sekolah. Gue aja belum mandi, tapi dia udah siap pakai seragam. Wajahnya entah kenapa makin cakep, mungkin efek karena udah beberapa hari ini gue nggak ketemu sama dia.
Seperti biasa, Geris bakalan introgasi terlebih dahulu. Udah kayak di pengadilan.
“Lo beneran mau antar Adek gue?” tanya Geris tajam.
“Iya, Bang.”
Geris noleh ke gue, kayak minta pendapat. Kalau gue sih … nggak apa-apa. Kan kasihan juga Roma kalau ditolak mentah-mentah, dia udah datang ke sini. Nggak mungkin gue tega sama dia, mengingat gue itu udah jadi pacarnya dia.
“Gimana? Lo mau?” ucap Geris.
“Kalau Abang mau, semuanya terserah Abang.”
Tangan Geris usap kepala gue, nggak lupa cium juga. Setelahnya dia natap Roma lagi. Entah udah tatapan keberapa. Geris emang kayak gitu, meneliti secara terus menerus.
“Gini … lo tahu kalau gue sayang banget sama Adek gue, kan?”
Roma mengangguk.
“Gue nggak mau dia kenapa-napa di jalan.”
“Gue bakalan jaga dia baik-baik, Bang. Serius….”
Geris ambil napas panjang, nggak lama kemudian dia ngangguk juga. Rona kebahagiaan di wajah Roma langsung nguar. Gue langsung mandi buat siap-siap ke sekolah. Geris sama Roma masih ngobrol di ruang tamu.
Di dalam kamar, gue merenung. Mungkin ini jalan yang salah. Gue … sama sekali nggak bahagia. Selama gue pacaran sama Roma, jantung gue biasa-biasa aja, sama sekali nggak ada getaran. Tapi kalau soal gantengnya, gue akuin kalau Roma itu cakep banget. Hampir sama dengan kedudukannya Arjuna.
Meski kayak gitu. Setiap mata orang itu beda-beda, kan? Walaupun sama-sama ganteng, belum tentu cocok sama hati. Contohnya Raka sama Gama. Mereka berdua ganteng juga, tapi hati gue nggak milih mereka. Cuma Arjuna yang bisa buat gue panas dingin.
Bicara tentang dia, gue jadi agak rindu. Apa reaksi tuh cowok kalau udah tahu gue pacarnya Roma?
Kok hati gue cukup sakit, ya?
Akhirnya kami berangkat bareng. Gue duduk agak jauhan dikit, biar nggak langsung mepet ke Roma kalau ada polisi tidur.
“Yun, maaf, ya….”
“Maaf kenapa?”
“Akhir-akhir ini gue nggak sering ngabarin lo.”
Gue natap wajah Roma dari kaca spion, ada lingkar hitam di matanya. Gue cukup penasaran sama masalah keluarganya. Kayaknya cukup berat karena Roma kelihatan agak kurus. Kalau gue minta putus sama dia, gue takutnya dia makin tertekan.
Ya ampun … gue harus gimana?
Kalau gue tetap pacaran sama dia, hati gue yang bakalan sakit. Gue juga takut kalau ngecewain Roma, dia pasti sedih banget.
“Yun?”
“Hm?”
“Kak Juna nggak deketin lo lagi, kan?”
“Hm … nggak, kok. Dia lagi ikutan lomba, udah tiga hari dia nggak ke sekolah.”
Roma lirik ke belakang sebentar. “Gue mau nanya sesuatu.”
Gue jadi nggak enak, kira-kira Roma mau nanya apa? Bukan tentang perasaan, kan?
“Dulunya lo suka sama Kak Juna, kan? Tapi kenapa lo mau-mau aja pas gue nembak lo?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue (Nggak) Jelek! [✓]
Teen Fiction[Completed] Gue nggak sama kayak kalian. Gue jelek berdasarkan hasil penelitian. Jerawat gue banyak, minyak wajah jadi pemandangan, komedoan, dan tentunya gue gendut + pendek + pesek. Tapi... Kalian nggak akan percaya kalau gue punya pengagum rahasi...