Gue berdiri di depan kelas, merhatiin kertas yang dipajang di depan pintu. Kertas itu berisi nama-nama peserta ujian nasional. Ya, hari ini adalah hari dimana pertarungan sejati akan dimulai.
Seperti hari kemarin, gue sama Roma nggak pernah kepisah. Dari kelas satu sampai kelas tiga dia terus sama gue. Meski kelas dirolling berkali-kali. Roma pasti ada di samping gue.
Mengenai soal percintaan dia sama Ramona, kisah cinta itu akhirnya hilang nggak berbekas. Orang-orang nggak ngebuli gue lagi, nggak ngatain gue pelakor. Ramona juga nggak ngajak gelut, dia udah punya pacar baru. Dia sering umbar kemesraan di depan Roma.
"Yuni, kok lo agak pucat gitu?" tanya Roma.
"Bukan urusan lo!"
"Ya ... penasaran aja, Yun. Biasanya lo kelihatan seger. Mana lo kelihatan lapar banget, lagi!"
Ih, sialan banget nih cowok. Apa-apa kepo! Sok dekat juga.
Roma mempoutkan bibirnya, matanya menyipit. "Lo diet, ya?"
"Bukan urusan lo!" Gue teriak di depan mukanya. Saat ini gue beneran lapar, gue nggak sarapan karena gue harus melaksanakan tugas yang udah gue buat. Gue harus langsing!
"Bagus, deh! Lo itu harus diet! Biar nggak sering gue ejek gajah!"
"Gue diet bukan buat buktiin kata-kata lo! Gue diet buat seseorang!"
Raut wajah Roma berubah. Agak menggoda, setengahnya panik juga. Susah buat ngejabarin arti mimik itu. Roma kan cowok aneh!
Gue akhirnya masuk kelas, buka buku buat belajar. Gue punya satu keinginan, gue pengen lulus dengan nilai yang baik. Gue pengen buat Geris bangga. Dia udah banting tulang nyari uang buat gue, sekolahin gue juga. Jadi inilah saatnya gue buktiin kalau gue adalah adek yang baik buat dia.
"Lo belajar juga, ya? Kirain cuma makan doang." Lagi-lagi Roma ganggu gue. Dia duduk di depan, merhatiin dengan saksama.
"Lo suka sama gue, ya? Nempel mulu!"
"Siapa yang suka? Ih!"
"Terus ngapain lo suka gangguin gue?"
"Biar gue punya kerjaan lain selain belajar, Yun...."
Gue melongo, berdecih setelahnya. Seandainya otak Roma itu nggak miring, mungkin gue bisa terima dia dengan tangan yang terbuka lebar. Tapi Roma nggak gitu! Dia perusuh! Nyebelin! Malu-maluin! Karena dia, gue jadi bahan bulian. Dari semua julukan yang pernah nempel dalam hidup gue, semua itu bermula pada Roma.
"Gajah! Gue mau nanya, nih!"
Tuh, lihat! Mulutnya itu nggak pernah disekolahin buat menghargai sesama manusia. Mulutnya udah terlatih buat ngehina orang lain. Spontanitas.
"Nggak usah nanya!"
"Gue pengen nanya!"
"Gue nggak mau jawab!"
"Ya udah, deh! Lo dengerin aja. Jadi gini...."
"Roma! Gue nggak mau dengar apa-apa dari lo! Kampret banget, sih, lo?!"
Bukannya mundur, Roma malah nyengir. Mukanya santai, sama sekali nggak takut. Gue dongkol setengah mati.
Kalau gue lemparin kursi ke mukanya, gue masuk berita, nggak, ya?
"Yun, katanya lo diet buat seseorang. Emang siapa?" Roma bertanya meski gue udah ngelarang dia.
"Orang!"
"Ow ... orang, ya?" Roma sok berpikir. Dahinya berkerut, kepalanya miring ke kiri. "Cowok?"
Gue natap dia datar. "Lo beneran nanya?"
![](https://img.wattpad.com/cover/200138902-288-k175919.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue (Nggak) Jelek! [✓]
Teen Fiction[Completed] Gue nggak sama kayak kalian. Gue jelek berdasarkan hasil penelitian. Jerawat gue banyak, minyak wajah jadi pemandangan, komedoan, dan tentunya gue gendut + pendek + pesek. Tapi... Kalian nggak akan percaya kalau gue punya pengagum rahasi...