Bagian Dua Belas

924 95 1
                                    


“Yun….”

Tengah malam Geris masuk ke kamar gue, kebetulan banget gue belum tidur karena nggak bisa tidur. Otak standar ini lagi nggak mood, jadi gue harus temanin nih otak, sekalian mikir siapa sosok pengagum rahasia gue.

“Ada apa, Bang?”

Geris duduk di samping gue. “Yun, lo mau masuk ke sekolah yang mana? SMA apa?”

“Itu, ya? Hm … maunya di SMA Prima.”

“Sekolahnya Arjuna?”

“Iya, Bang.”

Geris nangkup pipi gue, dia senyum tipis. Bibir seksinya mendarat di kening gue, kasih sayangnya menguar jelas di malam ini.

“Yun, Abang minta maaf, ya?”

“Loh? Kenapa minta maaf? Emang Abang salah apa?”

“Abang minta maaf karena belum bisa ngasih yang terbaik. Abang cuma bisa antar jemput naik motor vespa yang butut, nggak kayak yang lain.”

Aduh! Ini obrolan yang cukup sensitif bagi gue. Sangat! Amat!

“Nggak apa-apa, Bang. Gue nggak masalah.”

Gue paling nggak bisa lihat Geris sedih karena perekonomian, sedangkan dia udah berusaha semaksimal mungkin. Gue sebagai adiknya merasa merepotkan, Geris kerja banting tulang demi gue. Bahkan sampai rela nggak cukup tidur buat kerja.

Lah? Gue ngapain aja? Gue cuma mikir yang nggak berguna. Maafin gue, Bang!

“Yun….”

“Iya, Bang?”

“Abang lihat kayaknya lo suka sama Juna.”

“Hm?”

“Suka, ya?”

Mata gue bergerak gelisah. Gue pengen jujur soal perasaan gue, tetapi agak takut kalau Geris nentang semuanya. Sebelumnya gue belum pernah jatuh cinta, gue belum pernah mengagumi seseorang sebegitu dalamnya. Arjuna orang pertama yang berhasil memanah hati ini.

“Itu….”

Geris terkekeh. “Apa? Mau bohong? Bohong itu cuma orang yang cemen, Yun.”

“Anu, Bang….”

“Bilang aja, Abang dengerin.”

Pertama-tama gue narik napas panjang, gue genggam tangan Geris erat.

“Bilang aja.” Geris mulai nggak sabar.

“Abang tahu kalau selama ini ada orang yang ngirimin surat cinta, kan?”

“Iya.”

“Abang tahu namanya juga, kan?”

“Arjuna Zahiditya?”

Entah kenapa dengar nama itu jantung gue cukup berpacu. Nggak salah lagi, gue udah cinta sama tuh cowok! Cowok berwajah dingin dengan dada yang bidang.

“Mungkin … gara-gara nama mereka sama gue jadi suka sama dia, Bang.”

“Jadi, lo beneran cinta?”

Gue mengangguk mantap.

Tangan Geris bergerak nyentuh pucuk kelapa gue. “Abang nggak larang lo jatuh cinta, itu wajar, kok. Tapi….”

Gue menelan ludah gugup. Geris mau bilang apa?

“Kalau mereka beda orang, gimana? Kalau Juna nggak punya perasaan yang sama, gimana? Abang nggak mau itu.”

“Itu….”

“Yun … Abang mau pesen, kalau cintanya jangan terlalu dalam. Bisa?”

“Nanti diusahain.”

Gue (Nggak) Jelek! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang