Bagian Enam Belas

913 94 2
                                    


Gue terpaksa nggak ke sekolah. Geris nggak biarin gue kemana-mana, dia juga nggak berangkat kerja. Dua puluh empat jam gue dijagain. Geris bakalan ke luar kalau dia mau ambil makan, mandi, bersihin rumah dan tentunya ke WC. Saking sayangnya dia sama gue!

Ya ampun, gue bersyukur banget hidup di dunia ini, meski gue udah nggak punya orang tua lagi. Gue sadar kalau banyak orang yang sayang sama gue. Ini bukan karena gue narsis atau apalah itu namanya, gue punya bukti yang kuat! Di sekeliling gue ada orang yang siap jagain gue, tolongin gue, dan sedih kalau gue sakit.

Bahagianya lagi … karena semuanya cowok! Asyik!

Apa karena muka gue ini udah menunjukkan kesaktiannya? Sehingga bisa narik perhatian orang?

Oh, muka kusam, gue senang banget lo ada.

“Dek, di luar ada Juna, tuh!” Geris muncul dengan pemberitahuannya yang dahsyat. Gue langsung melotot.

“Siapa, Bang? Kak Juna?”

“Iya.”

“Sama siapa? Dia sendiri?”

“Nggak. Ada Roma juga.”

Gue menelan ludah gugup, gue langsung raih cermin di meja nakas. Buset! Muka gue berminyak banget! Mana mungkin gue ketemu sama mereka. Nggak! Gue nggak mau mempermalukan diri sendiri!

“Aduh, Bang. Jangan sekarang! Gue belum mandi! Nih….” Gue nunjuk muka gue. “Muka gue kayak penggorengan!”

Geris ketawa, nyamperin gue. Tangannya ngusap minyak bandel itu. “Adek Abang tetap cantik, nggak ada yang bisa ngalahin.”

“Tapi, Bang….”

Geris cium pipi gue, dua-duanya. “Apalagi, sayang? Lo malu?”

“Iyalah, Bang! Mereka itu cowok ganteng! Apalagi sama Kak Juna. Malu!!!”

“Dengerin Abang. Kalau mereka lihat lo dalam keadaan yang kayak gini, terus mereka masih mau temenan sama lo, itu artinya mereka tulus. Tapi kalau setelah ini mereka malah ngejauh, itu artinya mereka nggak tulus. Dibawa santai aja, Dek….”

Gue narik napas panjang. Ini saatnya untuk meneliti. Walau gue belum mandi dua hari, muka gue nggak bisa dibilang baik-baik aja. Semalam dua jerawat gue tumbuh lagi di dahi, belum lagi sama kulit gue yang kusamnya minta ampun!

Geris gendong gue ke ruang tamu. Berlebihan memang. Tapi inilah Geris yang sebenarnya, orang yang rela lakuin apa aja demi gue.

“Kalian ngobrol aja sama Adek gue dulu, gue mau bikinin minum. Awas aja kalau kalian berdua bikin Adek gue sakit, gue jadiin kalian pagar!” Geris mengancam serius. Roma dan Arjuna mengangguk patuh.

Malu-malu gue natap mereka. Roma langsung nyengir seperti biasa, Arjuna juga lakuin hal yang sama. Untuk pertama kalinya gue agak canggung sama kedua makhluk tampan itu.

“Udah enakan, Yun?” Mereka serentak bertanya. Saling pandang karena mereka bertanya hal yang sama.

“Iya.”

Arjuna berdeham, meremas lututnya. Roma garuk tengkuknya.

“Kalian gimana? Sekolahnya baik, kan?”

“Nggak!”

“Nggak.”

Mereka lagi-lagi bersamaan. Gue jadi bingung harus berekspresi kayak gimana. Mereka kelihatan saling berebut.

“Gue nggak baik-baik aja karena lo nggak sekolah, Yun.” Roma lebih dulu mengungkapkan opininya. Melirik sedikit ke arah Arjuna. “Lo cepat sembuh, gue kesepian kalau lo nggak ada. Nggak ada teman curhat.”

Gue (Nggak) Jelek! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang