Bagian Dua Puluh

811 83 0
                                    

Menurut gue, masa SMA lebih rumit dari masa SMP. Dulunya gue nggak perlu mikirin tentang perasaan cinta, fokus gue jatuh ke penampilan. Iya, dulu gue kayak gitu. Sampai cogan itu muncul di kehidupan gue. Memanah dengan sadis! Gue pusing sekarang mau apa.

Hari ini Roma masih belum masuk sekolah, semalam dia banyak keluh-kesah sama gue, masih dengan hal yang sama. Yaitu keluarganya. Katanya dia harus dipindahin ke sekolah lain. Jujur, gue agak sedih dengar penuturannya semalam. Semangatnya hilang gitu aja. Ternyata Roma Kelapa bisa sedih, ya? Gue kira dia cuma bisa jahilin orang dan buat gue galau kayak gini.

Nggak beda jauh sama Arjuna. Cowok itu juga masih belum nampakin wajah berkilaunya. Dia masih ada lomba di kota sebelah. Mungkin butuh beberapa hari lagi gue bisa memandangi keajaiban dunia. Belum lagi sama dispensasi yang bakalan Arjuna terima.

Jadi….

Hari ini gue cukup kesepian. Walaupun gue udah punya teman yang cukup akrab. Tapi rasanya beda aja.

Gue putusin buat ke kantin, hilangin tekanan batin dengan makan.

“Yuni! Muka lo kenapa? Kusut banget?”

Gue senyum tipis ke Raka. Di tangannya ada dua mangkuk bakso.

“Makan bareng, yuk!”

“Berdua?”

Raka menggeleng. “Tuh, sama Gama di sana.”

Gue natap Gama dari kejauhan, kami saling lempar senyum. Mungkin ini jalan yang terbaik buat gabung sama mereka. Apalagi gue juga udah cukup dekat sama kedua cowok ganteng itu. Siapa tahu gue bisa terhibur, kan?

“Biar gue tebak!” Gama langsung buka suara saat gue udah duduk di depannya. “Lo kelihatan linglung gini karena Arjuna, kan?”

Gue ngerjap beberapa kali. Nih cowok emang suka bener kalau ngomong.

“Apaan, sih!” Raka menimpali. Dua mangkuk bakso tadi digeser ke hadapan gue. “Nih, makan yang banyak, Yun. Gue traktir. Habisin semuanya. Gue tahu lo itu suka makan, dilihat dari fisik lo.”

Buset! Nih cowok bener-bener!

Raka langsung ketawa. “Jangan dihambil hati, ya? Gue ngomong kayak tadi karena cuma mau hibur lo doang. Jangan ngambek!”

“Iya, Yun. Lo nggak usah makan hati. Sekarang kita itu teman.”

Gue natap mereka berdua. Gantian. Hebat banget si Arjuna punya teman kayak Raka sama Gama. Pasti kalau lagi sedih dapat pelayanan hiburan. Ya … walaupun hiburannya suka jleb-jleb gitu. Tapi seenggaknya gue ngerasa nyaman.

“Oh iya, lo kenal sama Arjuna sejak kapan?” tanya Gama.

“Sejak SMP, Kak. Dia itu sering jemput kalau Abang gue lagi sibuk. Biasanya dia jemput gue bareng sepupunya.”

Raka dan Gama manggut-manggut. Acara makan mereka jadi tertunda karena asyik natap gue yang udah lahap bakso. Sedangkan mereka? Cuma mesan es teh manis dan gorengan.

“Yun, menurut lo … Arjuna itu kayak gimana?” Raka bertanya sembari masukin gorengan ke mulutnya. Bibirnya jadi mengkilap, seksi.

“Arjuna, ya? Menurut gue, Kak Juna itu baik walaupun awalnya dia itu kelihatan cuek banget. Gue pernah sampai takut ngomong sama dia.”

Gama dan Raka ketawa, gue juga ikutan ketawa, walaupun gue nggak tahu apa yang lucu.

“Juna emang kayak gitu. Awalnya aja yang sok judes, padahal dia itu orangnya lembut banget. Dia juga penyayang. Dan kalau udah sayang banget, dia pasti bakalan posesif. Larang inilah, itulah. Sama kayak Yuri dulu, ya?” jelas Raka.

Gue (Nggak) Jelek! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang