Bagian Lima Belas

882 98 0
                                    


Semenjak gue SMA, Arjuna lebih perhatian sama gue. Tiap hari dia ke kelas gue, nanya kabar gue, nggak jarang dia bawain gue makanan. Teman sekumpulannya juga ikut sama dia, jadi gue akrab juga sama mereka.

Ternyata Raka sama Gama itu gila parah! Maksud gue … mereka itu suka jahil juga, suka godain Arjuna. Apalagi kalau ke kelas gue, Gama pasti berisiknya minta ampun!

Gue semakin tahu kepribadiannya Arjuna, dia sebenarnya friendly banget. Tapi cuma buat orang yang bener-bener dekat sama dia. Gue sama Roma udah masuk ke dalam kehidupan dia, jadi dia udah nggak secanggung dulu.

Bicara tentang Roma, cowok itu satu kelas lagi sama gue, malahan sebangku. Sifatnya berubah! Dia nggak sering ledek gue lagi, dia udah di jalan yang benar. Tapi yang buat gue heran, dia itu sering agak waspada kalau Arjuna datang.

“Yuni, lo dijemput Abang lo lagi?” tanya Roma.

Gue yang tadinya udah siap melangkah langsung noleh. “Setiap hari gitu, kan? Kok lo masih nanya?”

“Gue pengen sekali-kali anterin lo pulang. Gue belum pernah anter lo pulang, kan?”

Tuh! Lihat! Dia berubah, kan? Siapa yang nggak curiga!

“Tapi hari ini Abang gue mau jemput, dia kangen sama gue.”

Roma menggeleng berulang kali, dia juga udah tahu tabiatnya Geris. Dia sama Abang gue juga cukup dekat. Roma pernah nolongin Geris waktu bannya kemps.

“Lo nggak bisa bilang sama Geris? Bilang aja kalau gue pengen anter lo pulang.”

“Nanti dia marah.”

“Masa dia marah, sih? Kan Geris juga udah kenal sama gue, pasti diizinan.”

“Lo beneran mau anter gue pulang, nggak takut ban lo kempes?”

“Emang berat lo berapa kilo? Nggak usah lebay!”

Gue mencebik, gue langsung menghubungi Geris. Pada panggilan yang pertama langsung diangkat. Gue jelasin dengan pelan tujuan gue hubungin dia, gue agak cemas sebenarnya, gue takut Geris marah.

“Boleh, tapi cuma satu kali aja.”

Gue natap Roma, ngangguk sebagai persetujuan. Roma lompat-lompat kecil, dia kayaknya bahagia banget bisa anterin gue.

Waktu di depan gerbang, gue nggak sengaja lihat Arjuna dan dua temannya yang cakep-cakep. Mereka udah kelihatan kayak boyband, kelihatan kayak badboy juga. Dilihat dari segi manapun muka mereka nggak bersahabat, apalagi Arjuna. Mukanya datar, tatapannya tajam. Gue bersyukur tahu kepribadian asli mereka.

“Yuni! Roma!” Gama berlari kecil, disusul Raka dan Arjuna.

“Belum pulang, Kak?” tanya Roma.

“Ini mau pulang, nebeng sama Arjuna lagi. Kalian mau ikut kami, nggak?”

Roma menolak dengan halus, dia narik tangan gue lebih dekat. Arjuna yang lihat itu mengernyit.

“Gue sama Yuni bareng, Kak. Jadi nggak nebeng dulu.”

Gama manggut-manggut, ekor matanya melirik Arjuna. Gue juga ikut merhatiin, rasanya ada sesuatu yang salah. Arjuna nggak respon apa-apa, mukanya tegang banget. Raka nepuk pundaknya Arjuna setelah itu mereka bertiga pergi.

“Kita jadi pergi, kan, Yun?” Roma narik tangan gue lagi.

“Iya. Ayo.”

***

Malam ini gue nggak bisa tidur, gue merasa bersalah sama Arjuna. Perasaan gue bilang kalau gue itu nggak konsisten sama pendirian gue. Gua udah janji sama Arjuna buat nggak dekat-dekat sama cowok lain. Tapi Roma itu bukan orang lain, kan? Roma itu … teman gue.

Gue (Nggak) Jelek! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang