Bagian Dua Puluh Empat [End]

2.2K 117 6
                                    

Kami bertiga ada di ruang tamu, duduk saling berhadapan. Arjuna ngompres luka lebam di pipinya. Geris juga lakuin hal yang sama buat gue, ngompres rahang bagian bawah. Sampai sekarang rasa sakit masih ada, meski nggak seheboh tadi.

Awalnya Geris nggak mau ngomong sama Arjuna, dia udah dikuasai emosi. Untung aja gue bisa atur suasana hatinya.

Soal kesalahpahaman itu, gue udah cerita yang sejujur-jujurnya, mulai dari pertama sampai akhir. Dimana gue ketemu sama Sofyan ditambah Bara. Intinya, gue perjelas biar nggak makin runyam.

Geris lirik Arjuna, tatapannya udah nggak seseram tadi. "Lo! Lo kenapa nggak jujur sama Adek gue?"

"Maaf, Bang...."

"Maaf, maaf! Gara-gara lo, Adek gue nggak bisa tidur! Kepikiran sama lo terus!"

Gue langsung cubit pahanya Geris. "Abang...."

Buset! Rahasia terbesar gue udah basah! Kalau gini caranya, gue bisa malu! Sangat! Amat! Dalam!

Diam-diam Arjuan senyum tipis. Gue jadi salah tingkah sendiri.

"Yun...," lirih Arjuna.

"Iya?"

"Jadi ... lo udah tahu siapa pelaku surat cinta itu. Lo ... lo...."

"Ekhem!" Geris berdeham. "Awas aja lo bikin Adek gue nangis lagi, gue jadiin pecel lele lo! Nggak ada yang bisa nyakitin Adek gue!"

Arjuna mengangguk. "Iya, Bang. Gue tahu gue salah, nggak seharusnya gue bikin Yuni berharap banyak. Gue bener-bener minta maaf, gue cuma takut aja kalau Yuni nggak terima gue, Bang."

Aduh! Otaknya Arjuna ditaruh dimana, sih?!

Nggak mungkin gue nolak dia! Gue pasti udah gila kalau nolak cowok setampan dan sebaik Arjuna. Gue nggak punya alasan yang kuat buat nolak dia. Arjuna itu udah kayak pelindung nomor dua buat gue setelah Geris. Dan ... gue berharap dia yang bisa jagain gue juga.

Geris merhatiin bekas tonjokan Arjuna, dia meringis. "Pasti ini sakit banget. Kenapa lo nggak lawan gue tadi? Atau ... nangkis gitu?"

Arjuna menggeleng. "Kalau gue lawan, dan Abang kena pukul, pasti Yuni sedih. Abang itu satu-satunya tumpuan Yuni, gue mana tega, Bang."

"Terus, kenapa lo nggak tangkis?"

"Itu ... karena gue tahu kalau gue udah salah. Nggak seharusnya gue tinggalin Yuni sendirian di sekolah. Makanya gue tadi balik buat cek kondisinya. Tapi ... gue malah kena tonjok." Arjuna terkekeh di akhir kalimat, sama sekali nggak merasa terbebani sama perlakuan Geris tadi.

"Gue mau nanya, lo beneran suka sama Adek gue?" tanya Geris.

Gue dengerin saksama, pasang telinga baik-baik.

Mata Arjuna fokus ke gue, ada banyak hal yang dia sampaikan lewat tatapan itu. "Iya, Bang. Gue suka sama Yuni, dia cewek pertama yang berhasil buat gue tahu apa itu cinta yang sebenarnya."

Oksigen! Mana oksigen!!!

"Kak Juna kenapa suka? Kan masih ada cewek lain yang lebih cantik dari gue," ucap gue malu-malu.

Setelah kalimat itu terlontar, kepala gue kena jitakan manis. Nggak sakit, sih. Cuma pukulan manja dari Abang gue.

"Jelek, jelek! Dari dulu Abang udah bilang kalau lo itu nggak jelek!" Lalu tangan Geris mulai berpindah tempat ke wajah gue, cubit pipi gue gemas. "Lo itu cewek tercantik di mata Abang, orang yang paling Abang sayang."

"Abang...."

Setelah itu dimulailah acara sakral. Yaitu Geris cium gue secara berlebihan. Semua permukaan wajah gue dicium, kecuali bibir. Arjuna yang lihat itu cuma senyum.

Gue (Nggak) Jelek! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang