11 | Bersenang-senang?

1K 176 57
                                    

"Anjir! Gila! Ini gue enggak salah lihat, 'kan?"

Seruan Devan mendominasi kantin saat ini hingga beberapa pasang mata menatap bingung ke arahnya. Ia benar-benar tidak bisa menahan suara tatkala melihat jumlah penonton di konten terakhir mereka bersama Ayumi beberapa hari lalu.

Dalam seminggu belakangan, mereka sudah mengunggah dua video baru. Tak butuh waktu lama untuk melihat angka penonton naik drastis. Tak hanya Devan, bahkan yang lain juga ikut senang dengan keberhasilan atas usaha mereka. Zia yang sebelumnya malas jika Ayumi menjadi anggota baru 3DZia team, kini bisa menerima perempuan itu sebagai sahabat yang baru.

Zia juga tidak kalah heboh. Ia bahkan sibuk mengajak 3Dzia team untuk merayakan hal tersebut. Dengan mata yang berbinar, ia menatap satu per satu sahabatnya. "Ayo, dong! Kita rayain ke Dufan. Ya, ya, ya, ya!"

Jika kebanyakan perempuan takut menaiki permainan halilintar, roller coaster, dan permainan yang mengacu adrenalin lainnya, Zia adalah pengecualian. Karena ia memang tidak pernah takut dengan hal seperti itu, justru akan senang.

Mereka semua bungkam. Bahkan Devan yang sempat heboh memilih untuk memakan makanan di depannya yang sempat diabaikan.

Zia mengembuskan napas kesal. "Kacang!"

Setelah mengatakan itu, Zia berniat meneguk minuman botol bersoda yang tadi dipesan. Namun, seketika Danu menarik tangannya dengan cepat.

"Enggak boleh banyak minum air yang mengandung soda." Danu memberi sebotol air mineral milik Davin. "Banyakin minum air putih aja."

"Perhatian boleh, tapi jangan punya gue juga, kali!" kata Davin kesal.

"Ck! Nanti gue ganti."

"Pelit banget sama Zia." Gadis itu merengut kesal lalu menatap Danu. "Zia maunya Fanta itu."

"Enggak!" serkah Danu cepat.

Mata Zia mengarah ke atas. Dengan ekspreksi dramatis, Zia mulai berucap, "Ya Allah, kenapa Zia dikasih temen yang pelit?"

"Eh, kecoa sambal! Enak aja bilangin gue pelit." Devan yang baru selesai makan langsung membalas ucapan dramatis Zia.

"Kenapa harus kecoa sambal? Bidadari kek, apa kek, yang bagusan dikit!" protes Zia.

"Karena lo lebih cocok sama kecoa, pecicilan dan menjijikan," kata Devan setelah menelan minumannya yang diakhiri tawa.

"Enak aja!"

Danu menatap Zia lalu mengembuskan napas kesal karena sejak melihat jumlah penonton mereka naik, gadis itu tidak menyentuh makanan yang sudah dipesan. "Udah ... lebih baik memakan! Ngoceh mulu daritadi."

"Ada syaratnya," kata Zia lalu tersenyum lebar.

Davin menggeleng. "Astaga! Makan aja pake syarat segala."

"Apa?" tanya Danu.

"Pulang sekolah nanti, kita ke Dufan. Oke?"

Ayumi meletakkan pesanan di atas meja, duduk, lalu bersiap menjawab permintaan Zia. "Iya, bener. Ayo, dong! Gue udah lama juga enggak ke sana."

"Nah! Kalo Ayumi setuju, gue juga setuju," ujar Devan lalu menyengir.

Anak itu selalu menjadi paling pertama menanggapi jika menyangkut persoalan perempuan. Sebenarnya ia tidak suka dengan perempuan yang sering ia ganggu. Namun, entah mengapa hal itu menjadi sangat menyenangkan baginya.

Kepala Davin yang tadi menunduk, kini terangkat. "Gue ikut, tapi jangan pernah ajak gue naik halilintar atau sejenisnya!"

"Siap, Kapten!" Zia kembali menatap Danu. "Danu setuju, 'kan?"

Zia (PRE ORDER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang