Masa kecil memang identik pada sebuah kebahagiaan yang tercipta dari keluarga tercinta. Terjadinya sederhana, hanya ketika berkumpul dan saling membagi cerita antara anak dan orang tua. Tetapi yang terjadi pada gadis rapuh bernama Kanzia Razita justru sebaliknya. Masa kecilnya begitu suram hingga aura bahagia sangat sulit ia rasakan ketika berada di rumah.
Masa kecilnya hanya berisi tangis dan derai airmata yang tak kunjung berkesudahan. Tiada hari tanpa sebuah pukulan dari sang ayah kepada dirinya dan sang ibu. Kebencian memang sudah tertanam di hati Ayahnya yang paling dalam.
Sayang, gadis itu terlalu tertutup untuk menceritakan segalanya pada orang terdekat. Hingga kecewa menjadi penyebab sebuah kepergian.
Ia sudah menyelesaikan membaca buku diary milik sang Ibu yang Rida berikan waktu itu. Jika biasanya kado ulang tahun merupakan hal yang membahagiakan, tetapi kali ini tidak. Zia seperti diberi tamparan keras oleh sebuah kenyataan tentang siapa dirinya sebenarnya.
Ia adalah anak yang lahir dari sebuah ketidak inginan, itu artinya Zia bukanlah anak yang diharapkan. Berminggu-minggu berlalu yang ia lakukan adalah lari dari kenyataan yang ada. Banyak hal yang ia lakukan, salah satunya belajar setiap malam. Ia rasa mengerjakan soal-soal pada bukunya menjadi pilihan setelah otaknya lelah diterpa berbagai kenyataan yang tidak ia inginkan.
Tak akan ada yang sia-sia dengan apa yang Zia lakukan. Setelah berminggu-minggu Zia memilih banyak begadang untuk belajar, hari ini gadis itu diberi kabar baik karena dia masuk dalam peringkat ke delapan di dalam kelas. Masuk dalam sepuluh peringkat terbaik awalnya merupakan hal yang sangat mustahil bagi Zia.
"Zia!" Dina berseru saat baru saja keluar dari kelas dan ikut duduk bersama Zia di bangku yang ada pada koridor sekolah. "Gue berhasil masuk lima besar! Nyokap gue udah janji bakal ngajak gue ke lombok. Yes!" lanjutnya setelah Zia menoleh.
"Bagus, dong," balas Zia singkat.
Melihat ekspresi Zia seperti itu raut wajah Dina berubah sendu. "Lo nggak apa-apa?"
"Nggak apa-apa gimana?"
Jika dulu Zia pernah bersumpah tidak akan berteman dengan Dina, kali ini ia akan menarik segala ucapannya. Pasalnya, gadis yang sangat identik dengan gosip itu sebenarnya sangatlah baik, hanya saja ia tidak bisa mengontrol mulutnya agar tidak menceritakan orang lain meskipun dalam waktu beberapa jam.
"Lo sehat, 'kan?"
Zia tertawa renyah. "Seperti yang Dina lihat. Zia selalu baik-baik aja," balasnya dengan raut yang ia ubah sebaik mungkin.
"Lo butuh liburan Zi, ikut gue ke lombok, ya!" ajaknya, tetapi gadis itu menggeleng. Andina tau, gadis itu bukanlah tipe orang yang tidak ingin merepotkan siapapun semenjak sahabatnya menjauh. Zia bukan lagi seorang yang mudah menerima pemberian orang lain jika tidak dengan alasan yang jelas.
Ia diam cukup lama demi mencari kalimat yang tepat agar teman sebangkunya itu meyetujui, belum sempat ia mengucapkan sesuatu matanya dibuat terbelalak saat tubuh Zia ditarik paksa oleh kakak kelas dengan kekuasaan tertinggi.
Agnes.
"Eh-eh. Lepasin Zia!" Dina mengikuti langkah Agnes.
Kesal dengan seseorang yang sejak tadi mengekorinya, Agnes berhenti melangkah kemudian berbalik menatap Dina tajam. "Lo diem! Gue nggak punya urusan sama lo!"
Setelah melihat Dina diam di tempat, Agnes kembali melanjutkan langkah dengan cekalan kuat pada tangan Zia. Sebelum Dina membuat langkah Agnes terhenti tadi, Zia sudah lebih dulu berusaha melepaskan cekalan.
Langkah mereka berakhir di gudang tak terpakai. Gudang tersebut hanya berisi beberapa peralatan sekolah yang sudah rudak dan usang.
"Mau ngapain ngajak Zia ke sini?" tanya Zia saat cekalan itu terlepas. Ia memegang pergelangan tangannya yang sedikit terasa nyeri.
"Nggak usah takut. Gue nggak akan macam-macam sama, lo." Jika biasanya Agnes akan berkata lembut dan menusuk, berbeda dengan kali ini. suaranya justru terdengar tulus di telinga Zia.
"Ini tentang Ayumi dan hidup lo."
*****
"Kangen Zia gue kalo beli sate begini," seru Devan dengan kepala yang menunduk menatap kantung plastik berisi bungkusan sate.
"Suka, bilang," balas Davin cuek. Sejujurnya, mereka juga tidak pernah benar-benar pergi dari Zia. Melainkan tetap melakukan hal yang sama meski tanpa sepengetahuan Zia. Seperti meletakkan eskrim di laci meja gadis itu saat jam istirahat kedua sampai meminta Dina untuk selalu menemaninya.
Nyatanya kekecewaan tidak akan pernah membuat mereka membenci Zia sebegitu besarnya. Mereka hanya ingin membuat Zia sadar akan keberadaan mereka yang seharusnya dianggap penting.
"Yakali gue suka sahabat sendiri!"
"Zia juga sering ngomong gitu. Tapi apa? Dia sebenarnya suka, 'kan, sama Danu." Davin menaikkan aliasnya.
Devan mengangguk. "Tapi itu enggak berlaku buat gu ...." Ucapannya terpotong saat tubuhnya menabrak tubuh seseorang yang baru saja berjalan dari balik mobil. "Sorry, gue enggak ...." kalimatnya lagi-lagi terputus saat cowok itu berkata tidak apa-apa.
"Gua yang salah," lanjut cowok itu.
Devan diam saat melihat Zia yang berdiri tidak jauh dari tempatnya berada. Kemudian gadis itu masuk ke dalam mobil cepat-capat.
Detik setelahnya benda itu bergerak meninggalkan Devan dan Davin yang masih berdiri di tempat.
"Makin dekat aja mereka berdua," kata Devan dengan mata yang masih menatap sahabatnya.
Sementara Davin kini menatap satu ponsel yang berdering di atas aspal, panggilan dari aplikasi whatsapp itu menampilkan nama 'Ayu'. Ia menunduk mengambil benda itu yang ia duga adalah milik cowok tadi.
Setelah panggilan itu terputus, tanpa pikir panjang Davin mencari roomchat dengan nama 'Ayu' dia yakin sekali kalau penelpon yang barusan menelpon adalah Ayumi. Penasaran tiba-tiba terlintas di benaknya tentang apa hubungannya Juna dan Ayumi.
Ayu:
Udah sama Zia blm?
Melihat pesan terakhir gadis itu semakin membuat Davin penasaran. Tangannya menscroll roomchat tersebut demi mendapatkan jawaban atas rasa penasaran yang ia rasakan. Aneh rasanya jika mereka berdua memiliki satu hubungan dekat, mengingat Ayumi dan Juna sama sekali tidak pernah terlihat bersama saat di sekolah.
Ayu:
Aku nggak akan tenang sebelum Zia ngerasain sakit yang pernah aku rasain.
Rahangnya mengeras saat membaca pesan tersebut, berbagai umpatan ia lontarkan menandakan bahwa kemarahannya sudah menumpuk. Kemarin, Agnes sempat menemuinya dan mengatakan hal butuk tentang Ayumi, tetapi gadis itu bukanlah tipikal orang yang mudah dipercaya. Sebaliknya, setiap perkataan Agnes lebih cenderung kepada merusak satu hubungan.
"Kenapa lo?" tanya Devan yang kebingungan dengan umpatan yang dilontarkan adik kembarnya.
"Lo baca ini!" ia memberikan pesan tersebut sebelum berlari menuju rumah Danu.
Begitupun dengan Devan yang segera berlari menuju rumah Danu saat sadar akan terjadi hal buruk pada sahabat mereka.
Mereka harus menyusul Zia sebelum hal tidak diinginkan terjadi.
A/N:
Gimana?
Disela-sela kegiatan camping, aku sempetin buat update:)
Bentar lagi masuk konflik kok. Sekali lagi aku mau bilang, semoga apapun yang terjadi nggak akan ngecewain kalian. Semoga kalian tidak kecewa dengan mereka.
Saran aku sih, jangan cepat menebak yang akan terjadi di cerita ini hehe.
Makasih udah baca sampe sini❤️
Regards
ArinaKhai
![](https://img.wattpad.com/cover/196704215-288-k258420.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Zia (PRE ORDER)
Teen Fiction"Kata orang, tertawa yang membuat kita bahagia, tetapi kenapa justru luka yang hadir setelahnya?" Content creator dengan nama 3DZia team adalah milik empat manusia absurd bernama Danu, Devan, Davin, dan Zia. Karena sangat akrab, mereka memutuskan un...