Sebulan berlalu sejak kejadian di belakang sekolah, dan selama sebulan itu juga Danu berusaha menghapus Zia dari kehidupannya, melupakan setiap kenangan manis bersama gadis itu, juga mengubur dalam-dalam perasaannya. Namun, setiap kali berusaha melupakan, justru bayangan gadis itulah yang kembali hadir di dalam ingatan.Tak secepat tumbuhnya perasaan cinta yang hadir lewat tatapan mata lalu menghangatkan, melupakan adalah hal yang berbanding terbalik. Karena melupakan adalah kegiatan yang tidak benar-benar bisa dilakukan dengan setengah hati. Danu memang membenci, tetapi rasa peduli masih ada meski ia berusaha menolak perasaan tersebut.
Dari yang Danu lihat, gadis itu lebih sering menggerai rambutnya, kantung mata yang hadir juga berat badan gadis itu yang terlihat menurun. Zia benar-benar buruk setelah kepergiannya.
Ia ingin meruntuhkan segala egonya dan memeluk Kanzia, tapi sarafnya menghianati perintah otak dan memilih tetap berada pada egonya. Tetapi meskipun begitu, Danu tidak akan tinggal diam saat tahu siapa pelaku dibalik artikel yang tertempel pada mading waktu itu. beberapa hari setelah kejadian, Danu berusaha mencari pelaku tersebut, mulai dari mengintrogasi orang-orang yang selalu datang lebih awal, hingga mencurigai orang-orang yang tidak menyukai Zia sepergi Agnes dan yang lainnya.
Namun, semua usahanya tak membuahkan hasil apa-apa. Sebulan berusaha mencari tau, ia sama sekali tidak menemukan jejak apapun, semua yang dia lakukan seolah sia-sia.
Kelas sudah sepi saat beberapa menit bel istirahat berbunyi tadi, di kelas itu hanya tersisa Danu dan Zia yang sekarang menenggelamkan kepalanya di dalam lipatan tangan. Danu sadar, banyak hal yang berubah setelah ia memilih pergi dari kehidupan Zia. Ia tidak lagi mendengar nyanyian di balik kamar Zia, tidak lagi mendengar suara tawa Zia, bahkan ia sama sekali tak pernah melihat gadis itu melengkungkan senyum.
Danu yang memilih pergi, tetapi justru dirinyalah yang merasakan kehilangan yang begitu dalam. Jejak-jejak kenangannya bersama Zia terus terngiang di dalam ingatan. Ia yang memilih pergi tetapi dia juga yang ingin gadis itu kembali.
Tanpa pikir panjang, tubuhnya bergerak menuju dimana tubuh Zia tertidur pulas. Ia ingin mengucapkan kalimat "Gue kangen lo, Zi." Tapi lagi-lagi lidahnya sulit untuk mengutarakan kata tersebut. Ada sesuatu yang menahannya untuk berbicara, suatu gumpalan pahit yang tersekat pada tenggorokkannya.
Sadar dengan kedatangan seseorang, gadis itu mendongak. Dengan gerakan pelan ia berdiri tegak, menatap cowok itu dengan sorot yang sangat sulit dijelasan. Pandangannya seolah kosong, mungkin pikirannya sedang sibuk menjelajahi sebuah ketidakmungkinan.
Mata mereka menyatu membiarkan bayangan masing-masing masuk ke dalam pandangan mata. Danu mendekat, semakin menipiskan jarak diantara dirinya dan Zia. Namun, sedekat apapun mereka saat ini, ia menyadari satu hal, bahwa memang ada sebuah tembok transparan yang terbentang tinggi diantara mereka.
Gadis itu menundukkan kepala dengan cepat, karena semakin lama ia menatap semakin melebar pula rasa bersalah yang masih tersisa. Kemudian ia menggeser tubuh Danu pelan agar bisa pergi dari tempat itu.
Zia sadar, bahwa dirinya sudah terlampau jauh mengecewakan sahabatnya. Jangankan tiga temannya, bahkan ia tidak bisa memaafkan diri sendiri. Ia rasa, mereka sudah cukup bahagia tanpa keberadaannya.
*****
"Di dalam ada Zia?" tanya Ayumi saat seseorang baru saja keluar dari kantin. Sudah lama rasanya ia tidak mengobrol dengan gadis itu semenjak kejadian yang terjadi antara Zia dan ketiga sahabatnya.
Gadis itu kembali menutup mulutnya saat melihat Agnes sudah lebih dulu menjawab. Jadi ia putuskan untuk beranjak dari sana.
"Zia nggak ada di dalam," kata Agnes. Tubuhnya ia sandarkan pada pintu kantin dengan tangan yang bersedekap.
"Gue nggak nanya sama lo," kata Ayumi langsung.
Agnes tersenyum sinis sebelum menegakkan tubuhnya. "Gue ada urusan sama lo," katanya lalu menarik Ayumi ke gedung SMP. Ayumi ingin melepaskan celakan itu, tetapi ia tidak mampu melawan tenaga Agnes yang cukup kuat.
Setelah sampai di sebuah pohon rindang, Agnes melepaskan celakan tersebut dan menghirup udara segar di sana. Beberapa menit berlalu tanpa penjelasan gadis bermata tajam itu, ia hanya diam menyaksikan setiap kenangan yang pernah tercipta tercipta di tempat ini.
"Ada perlu apa lo ngajak gue ke sini?" Ayumi memulai pertanyaan.
Ia menoleh menatap teman lamanya itu. "Nggak ada, gue cuma kangen sama, lo!" serunya dengan bahu yang ia naikkan sebentar. "Lo inget nggak, sih, ini jadi tempat paling aman buat kita bolos pas SMP?"
Satu hal yang berusaha Ayumi kubur dalam-dalam. Bahwa dia dan Agnes pernah menjalin pertemanan yang cukup akrab. Banyak kenangan yang mereka ciptakan, seperti bolos sekolah bersama, menjahili teman seangkatan maupun adik kelas, hingga tidak mengerjakan PR bersamaan.
Pada masa itu, mereka tidak memperdulikan efek negatif dari apa yang mereka kerjakan sampai pada suatu hari Agnes dikeluarkan dari sekolah saat bertengkar dengan salah satu siswi karena menolong Ayumi.
Namun, bukannya memberi pembelaan pada Agnes atas kasus itu, Ayumi justru semakin menjerumuskan Agnes ke dalam jurang. Ayumi mengatakan bahwa memang Agneslah yang bersalah.
Semenjak kejadian itu, Agnes bersumpah akan membenci Ayumi seumur hidupnya. Meski sudah tidak lagi berada pada satu sekolah, tetapi ia tetap mencari tau tentang apa yang terjadi pada Ayumi. Berharap satu hal bisa membuatnya membalaskan dendam.
"Tapi, gue enggak nyangka, sih, kalo lo bakal ngelakuin itu ke gue!" Agnes tertawa hambar mengingat kejadian di ruang kepala sekolah. "Gue ngebelain lo, tapi lo malah bikin gue dikeluarin dari sekolah."
"Lo enggak tau apa alasan gue kenapa ngelakuin itu!" tegas Ayumi. Benar, semua itu dia lakukan atas ancaman dari sang Ibu agar tidak lagi berteman dengan Agnes.
"Ayu Sarasmitha!" katanya penuh penekanan. "Sejak kapan ganti nama jadi Ayumi Sarasmitha? Dan kenapa lo malah jadi adik kelas gue?" tangannya bersedekap, ia berjalan memutari Ayumi. Di setiap langkahnya tidak ia lewatkan dengan menatap gadis di depannya dengan penuh kebencian. "Semenjak kasus pemerkosaan itu?"
Bosan dengan ucapan Agnes yang bertele-tele. "Mau lo apa?" tanya gadis itu langsung dengan ekpresi.
"Gue mau ngehancurin semua rencana lo!" katanya setelah tepat berada di depan Ayumi, matanya menatap tajam teman lamanya itu. "Gue emang bukan temennya Zia, tapi gue bakal ngehancurin rencana lo ke Zia."
Bukannya takut dengan ucapan Agnes, gadis itu justru tertawa penuh kemenangan. "Lo telat, rencana gue udah berjalan. Dan lo tinggal lihat apa yang bakal terjadi ke Zia dan mungkin ke tiga sahabatnya!" katanya kemudian beranjak meninggalkan Agnes di tempatnya.
Agnes diam, mungkin ia memang telat untuk menggagalkan rencananya, tapi setidaknya ia sudah memiliki satu bukti untuk menghancurkan hidup gadis itu. Ia mengeluarkan alat perekam suara dari saku kemejanya kemudian tersenyum.
"Apa yang lo lakuin ke gue, itu yang bakal terjadi ke elo."
A/N:
Gimana?
Kemarin ada yang minta update jam 4 subuh gaes, tapi ini udah jam 5 telat sih wkwk
Sesuai sama bayangan kalian nggak sih? Ada yang nebak nggak kenapa Agnes sebenci itu sama Ayumi?
Part setelah ini bakal jadi part paling ....
Pokoknya wajib baca sampai selesai! Aku maksa!!!!
WkwkUdah dulu deh. See u❤️
Regards
ArinaKhai
KAMU SEDANG MEMBACA
Zia (PRE ORDER)
Teen Fiction"Kata orang, tertawa yang membuat kita bahagia, tetapi kenapa justru luka yang hadir setelahnya?" Content creator dengan nama 3DZia team adalah milik empat manusia absurd bernama Danu, Devan, Davin, dan Zia. Karena sangat akrab, mereka memutuskan un...