Langit-langit kamar dengan warna putih tulang itu masih saja ditatap nanar oleh Kanzia meski jam sudah menunjukan pukul dua tengah malam. Suara detak jam dinding menambah kesan sepi pada ruangan yang hanya diisi oleh dirinya dan ketiga sahabatnya.
Setelah beberapa teman dan sang tante menjenguk, ia sempat tertidur sebentar karena dipaksa Danu. Namun, ketika mimpi buruk itu kembali hadir, ia enggan untuk kembali menutup mata sampai saat ini.
Ia hanya tinggal melamun, memikirkan perihal masa lalu yang kelam juga perihal perasaan yang tidak akan terbalaskan. Ia ingin menyerah, melepas segala perasaan yang dimiliki, lalu belajar menerima orang lain sebagai pengganti. Dalam hal ini memang dirinyalah yang salah sebab ia yang terlalu memikirkan hubungan persahabatan, padahal hati sangat ingin memiliki. Ia sudah berusaha tidak peduli saat cowok itu berulang kali mengungkapkan perasaannya, tetapi ia harus menikmati penyesalan yang menyerang beberapa detik kemudian.
Kanzia menghela napas panjang, kemudian melirik Danu yang tertidur dalam posisi duduk dengan kepala yang bertumpu di atas bangkar tempat tidur Zia, sementara Davin dan Devan tidur di atas sofa.
Zia tersenyum tipis, kemudian tangannya bergerak mengelus puncak kepala Danu dan berucap, "ternyata segini sakitnya suka sama sahabat sendiri."
Seketika Zia teringat dengan ucapan Ayumi kemarin. Mungkin ia memang harus melepas segala harapannya pada Danu dan membiarkan cowok itu bahagia dengan pacarnya sekarang. Ia yakin akan baik-baik saja sebab mungkin ini jalan terbaik bagi mereka berdua. Namun, merelakan bukan berarti harus membenci. Ia harus tetap berteman baik dengan pacar Danu.
Zia melirik ponselnya di atas nakas saat benda itu berbunyi menandakan sebuah pesan baru saja masuk di aplikasi WhatsApp. Dari pop up, ia dapat membaca nama sang pengirim pesan. Dengan susah payah, ia meraih ponsel itu.
Kak Juna:
Lo sakit apa?Kanzia:
Zia gpp kok, cuma perut Zia perih gitu karena suka jajan sembarangan.Juna:
Berarti lo lg kenapa napa
Bsk gue jengukKanzia:
Ngga usah kak, besok Zia udah dibolehin pulang, kok.Juna:
Bagus deh.
Kok blm tdr Zi? Jangan bilang lo begadang?Belum sempat membalas pesan tersebut, benda itu sudah diraih oleh Danu dengan kening yang mengernyit menandakan tidak suka. Apalagi cowok itu sempat membaca isi pesan Juna sebelum berkomentar. Rasanya ingin marah, tetapi urung karena ia sudah berjanji tidak akan memarahi gadis itu lagi meskipun perih bergumul di dalam hati.
"Tidur, Zi!" perintah Danu dengan nada pelan, tetapi penuh dengan penegasan. "Enggak tau ini jam berapa?" lanjutnya lalu meletakkan ponsel Zia ke atas nakas.
"Tau, kok. Zia tadi kebangun, tapi abis itu enggak bisa tidur lagi."
Setelah Zia mengatakan itu, tak terdengar suara dari Danu lagi. Ia hanya melihat cowok itu menatapnya dengan ekspreksi yang sulit dijelaskan.
"Juna itu siapa?" Danu bersuara pelan seolah ada rasa cemburu yang ditahan.
Sadar dengan nada suara Danu yang seperti itu, Zia tidak ingin menanggapi dengan serius. "Ketua tim basket," katanya santai.
"Tidur!" balas Danu singkat untuk mengalihkan perasaannya yang sedang bergemuruh. Namun, ia mengembuskan napas kesal tatkala melihat gadis itu menggeleng. "Gue enggak akan tidur sebelum lo tidur."
Dengan terpaksa, gadis itu menurut. "Iya, Zia tidur sekarang."
Danu tak menjawab, ia hanya menatap wajah pucat Zia dengan sendu sampai gadis itu benar-benar tertidur pulas. Dengan perasaan yang bercampur aduk, ia berusaha mengikhlaskan Zia dengan siapapun yang menyayangi gadis itu melebihinya. Ia rasa, memang sudah saatnya melepaskan Zia kepada orang lain. Seperti yang dikatakan Zia waktu itu, dirinya hanyalah teman, tidak lebih.
![](https://img.wattpad.com/cover/196704215-288-k258420.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Zia (PRE ORDER)
Подростковая литература"Kata orang, tertawa yang membuat kita bahagia, tetapi kenapa justru luka yang hadir setelahnya?" Content creator dengan nama 3DZia team adalah milik empat manusia absurd bernama Danu, Devan, Davin, dan Zia. Karena sangat akrab, mereka memutuskan un...