"Zi, rasa es gue kok beda, ya?"
Zia baru saja meneguk jus alpukatnya saat Devan bersuara. Beberapa menit yang lalu, Zia diminta oleh ketiga temannya itu untuk membeli minuman dan kembali dengan rasa es teh yang aneh untuk Devan.
"Beda gimana?" tanya Danu bingung karena mereka memesan es yang sama.
Devan meneguk esnya sekali lagi. "Kayak ada asin-asinnya gitu."
"Es gue enggak asin," kata Davin yang sama sekali tidak merasakan asin pada minuman itu.
"Rasain!" kata Zia tanpa memandang Devan.
Sebenarnya Zia sengaja memberi sedikit garam pada es teh yang seharusnya manis, milik Devan sebagai balasan untuk orang yang berani menyuruhnya bolak-balik. Bagaimana tidak? Setelah disuruh memesan makanan, ia kembali disuruh memesan minuman. Kenapa tidak sekalian saat memesan makanan?
Devan menukar jus alpukat Zia dengan es teh asin miliknya. "Bener dugaan gue."
"Eh, enak aja!" Zia mengambil kembali jus alpukat di tangan Devan, tetapi sia-sia karena cowok itu terlanjur meminum habis isinya. Zia memanyunkan bibir, lalu menatap Davin. "Davin kok betah, ya, punya Abang kembar kayak dia. Kalo Zia punya Abang kayak dia, udah lama Zia lempar ke benua antartika."
"Siapa juga yang mau jadi Abang lo," sahut Devan.
"Siapa juga yang mau jadi Adik Devan?"
"Gitu aja terus sampe gajah berbulu kucing."
Davin menyahut karena pusing dengan pertengkaran Zia dan Abang kembarnya itu. Tak hanya sekali, pertengkaran itu bahkan berlanjut setiap hari.
"Udah, ah! Zia capek berantem terus. Bisa-bisa muka Zia tua gara-gara Devan. Terus kalo Zia tua, Zayn malik enggak mau lagi ngakuin Zia sebagai istrinya. 'Kan, sedih," kata Zia yang dibuat sedramatis mungkin.
Karena tak ingin menanggapi kedua temannya, Danu yang tadi tidak ikut memesan makanan kini bergerak menuju stand milik Bu Nani. Namun, baru berdiri, dirinya diinterupsi oleh Zia sehingga mau tidak mau menatap cewek itu setelah menghela napas panjang.
"Danu mau ke mana?" tanya Zia yang dibalas Danu mengan menggerakkan kepalanya menunjuk stand Bu Nani. "Zia pesan nasi goreng satu lagi, ya. Belum sarapan tadi pagi, he-he!"
"Kebiasaan!" balas Danu datar lalu meninggalkan tempat itu.
"Dua piring lagi, Zi?" tanya Davin heran.
"Pantes enggak kurus-kurus!" sahut Devan yang sepertinya memang ingin melanjutkan pertengakaran yang tadi sempat senyap.
"Zia enggak gendut!" ucap Zia yang hampir berteriak lalu menatap Davin memelas. "Davin, Zia enggak gendut, 'kan?"
Davin tersenyum, menggeleng, lalu menjawab, "Enggak, Zia, lo enggak gendut." Senyum tercetak di bibir Zia saat mendengar jawaban Davin, tetapi tak bertahan lama setelah mendengar lanjutannya. "Cuma, badan lo mirip panda aja."
Zia kembali memanyunksn bibir karena sebal yang membuat mereka semakin tertawa.
Tak lama, Davin menoyor kepala Zia pelan, lalu bersuara. "Emang siapa yang permasalahin kalo lo kurus atau gendut? Siapa yang berani hina lo kalo lo keliatan gendut gini?" Davin menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Kalo ada, dia bakal berhadapan sama gue, Devan, dan Danu."Zia tersenyum lalu mengucap syukur dalam hati. Ia berterima kasih pada semesta yang telah mengiriminya tiga malaikat yang mampu menjaga, membuat tertawa, juga bahagia. Sementara dari beberapa meja tempat mereka berbincang, seseorang menatap mereka sambil tersenyum.
*****
Setelah membeli minuman isotonik untuk ketiga teman gilanya itu, Zia berjalan cepat ke arah lapangan. Setiap jam istirahat kedua, tiga cowok sinting itu memang rutin bermain bola di lapangan dan membiarkan Zia sendiri di dalam kelas. Namun, Zia tidak pernah merasa masalah, asal disuguhkan tiga cup es krim walls kesukaannya. Bukannya tidak mau berteman dengan yang lain, tetapi ia tidak nyaman berteman dengan perempuan. Apalagi Dina, si ratu gosip sejagat raya. Ia telah bersumpah tidak akan berteman dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zia (PRE ORDER)
Novela Juvenil"Kata orang, tertawa yang membuat kita bahagia, tetapi kenapa justru luka yang hadir setelahnya?" Content creator dengan nama 3DZia team adalah milik empat manusia absurd bernama Danu, Devan, Davin, dan Zia. Karena sangat akrab, mereka memutuskan un...