Setelah beristirahat penuh selama seminggu, Zia merasa sudah benar-benar pulih dan mulai kembali bersekolah. Tak ada yang istimewa sejak masuk sekolah, karena ia harus menguras otak saat ujian datang tanpa henti. Apalagi selama libur beberapa hari, ia tidak pernah berlajar. Alhasil, nilai yang diperoleh sangat rendah. Mau tidak mau, ia dan ketiga temannya harus menghadap pada guru BK karena nilai mereka tak hanya menurun di satu pelajaran, tetapi hampir semua.
Bu Asri duduk menatap mereka satu per satu. "Kalian tau kenapa kalian Saya panggil ke sini?"
"Ibu belum ngomong, gimana kita mau tau?" tanya balik Devan di saat yang lain memilih bungkam.
"Kenapa kalian bertiga enggak masuk secara bersamaan?" tanya Bu Asri dengan nada penuh penegasan.
Devan mengangguk dengan santai sebelum menjawab, "Oh, soal itu. Kita bolos ke rumah Zia, Bu."
Menurut Devan, bolos demi sahabat bukanlah suatu kesalahan. Kecuali jika bersekolah, tetapi bolos ke kantin di saat jam pelajaran tengah berlangsung.Davin melebarkan mata karena tak percaya atas jawaban sang kakak. "Anjir! Jadi abang bego banget, sih!"
"Abang lo, tuh!" balas Danu yang juga dengan bisikan.
"Bagus! Mau ngapain kalian bolos ke rumah Zia? Mau bikin konten?" Bu Asri menghela napas panjang. "Ibu mengerti kalau konten kreator itu sumber penghasilan kalian, tapi kalian juga harus ingat bersekolah. Jangan gara-gara konten, kalian malah enggak fokus sekolah."
"Iya, Bu. Kita minta maaf," balas Danu.
"Kalian bertiga itu pinter, tapi tolong jangan sering bolos, dong!"
Karena tidak ditunjuk sebagai orang yang masuk dalam kategori pintar, Zia akhirnya protes. "Zia enggak pinter, Bu?"
Bu Asri kembali menghela napas panjang kemudian bergerak mengambil lembar jawaban ujian milik Zia. "Kamu ini kenapa?"
"Kenapa gimana maksudnya, Bu?" tanya Zia dengan alis bertaut.
"Kenapa semua nilai kamu di bawah lima puluh?"
"Ah, masa, sih?"
Memang Zia tidak pernah belajar selama ujian, tetapi ia sudah menyontek semua jawaban Dina. Jadi, ia pikir tidak mungkin jika mendapatkan nilai yang serendah itu.
"Ini!" Wanita paruh baya itu meletakkan lembar jawaban di dekat Zia.
Setelah melihat satu per satu, Zia menyengir lebar. "He-he! Iya, Bu."
"Malah nyengir kamu di situ." Bu Asri kembali mengambil kertas tersebut. "Semua guru mata pelajaran sudah bilang ke Saya kalau kamu empat hari lagi remedial di semua mata pelajaran."
Zia bergidik ngeri saat mendengar kalimat itu. Mendengar waktu remedial akan dilaksanakan empat hari lagi membuatnya benar-benar frustrasi. "Bu, yang bener aja! Masa empat hari lagi? Ditambah jadi seminggu, gimana?"
"Kalau mau menawar, di pasar sana, jangan di sini!"
Zia menghela napas sebal dengan bibir yang juga ditekuk. Ia yakin tidak akan bisa belajar lima mata palajaran dalam waktu empat hari, itu sangat mustahil. Apalagi ia yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata.
"Nanti gue ajarin." kata Danu.
*****
Zia menutup pintu kamar dengan cukup kuat sebelum melempar ponsel ke atas tempat tidur dan segera mengganti pakaian. Tidak ada yang istimewa hari ini selain hadiah yang diberikan Bu Asri. Jika tau akan jadi seperti ini, ia tidak akan menyontek lembar jawaban si ratu gosip itu.
Selesai mengganti pakaian, gadis itu menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur dengan posisi telungkup. Setelah otaknya lelah, ia ingin mengembalikan mood dengan membuka aplikasi Instagram dan membaca komentar pada foto 3DZia team yang sempat mereka ambil setelah membuat konten kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zia (PRE ORDER)
Teen Fiction"Kata orang, tertawa yang membuat kita bahagia, tetapi kenapa justru luka yang hadir setelahnya?" Content creator dengan nama 3DZia team adalah milik empat manusia absurd bernama Danu, Devan, Davin, dan Zia. Karena sangat akrab, mereka memutuskan un...