Zia meringis tatkala merasa nyeri pada bagian kaki karena harus berjalan cukup jauh. Pagi ini, ia harus dibuat kesal oleh Danu yang berangkat tanpa menjemputnya terlebih dahulu. Bahkan panggilan teleponnya tidak diangkat.
Meskipun Danu baik, tetapi
cowok itu tak kalah menyebalkan dari si kembar. Ia sempat berangkat menggunakan angkutan umum, tetapi harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sebab mobil itu mendadak mogok. Saat tiba di kelas, ia melempar tas lalu duduk di sebelah Dina dengan bibir yang ditekuk."Kenapa, sih, masih pagi-pagi udah merengut aja?" komentar cewek yang bernama lengkap Andina Surya itu.
Zia mendengus kesal. "Kesiangan."
"Kenapa lo enggak datang sama Danu? Marahan lagi, ya?"
Mendengar nama Danu, mata Zia melebar kemudian mengedarkan pandangan. Namun, saat tak dapat melihat keberadaan mereka, ia kembali menoleh ke arah Dina. "Lah, Danu sama Devan ke mana?"
"Keluar tadi. Emang kenapa, sih?"
Zia berdiri kemudian mendatangi satu-satunya sahabat yang masih berada di kelas. Namun, sama seperti hari-hari biasa, cowok itu akan tidur di kelas sebelum bel masuk berbunyi.
"Davin kenapa, sih, enggak ngangkat telepon Zia?" Karena tak mendengar suara, gadis itu menggerak-gerakkan tubuh Davin agar terbangun. "Danu juga ngapain tinggalin Zia segala? Capek tahu jalan kaki!"
Davin mengangkat kepala kemudian berdecak kesal. Karena sedang malas menanggapi ocehan Zia pagi ini, ia kembali menenggelamkan kepala dan berharap Zia tidak lagi mengoceh dan membiarkannya tidur dalam waktu yang singkat.
"Ish, Davin! Dav, dengerin Zia dulu!" Zia tak berhenti menggerak-gerakkan tubuh Davin. "Bangun, ih! Davin, bagun! Davin! Davin! Davin!"
"Berisik tahu, enggak! Ngeselin banget, sih, jadi orang!" bentak Davin tatkala menegakkan tubuh. Ia menatap Zia dengan tajam. "Pergi sana!"
Gadis itu terpaku sembari menatap Davin dengan nanar. Setelah sebelas tahun menjalani persahabatan, tadi adalah kali pertama Davin membentaknya dengan nada tinggi. Nyatanya, satu per satu sahabat yang disayangi memang akan berubah dan meninggalkannya sendirian. Ia berjalan mundur hingga kembali duduk di bangku semula. Pandangan dan pikirannya masih kosong, sebab masih tertuju pada kalimat yang diucapkan cowok itu.
"Eh, Zi! Lo tahu, enggak ... kalo si Agnes ketahuan pergi ke klub malam pake baju sekolah sama Bu Asri?" Zia melirik Dina dengan tajam. "Serius gue, Zi! Berita itu lagi heboh di SMA Surya Aksara."
Bukan Dina namanya jika tidak punya bahan obrolan setiap hari. Mulai dari berita menggemparkan hingga hal-hal kecil yang terjadi di sekolah, pasti ia dapatkan. Tidak heran mengapa ia diberi julukan ratu gosip.
"Kenapa Dina ikut-ikutan ngeselin, sih?" kesal Zia kemudian keluar dari kelas.
Alis Dina bertaut bingung. "Lah? Kok gue?"
*****
Devan:
Balik ke kls atau gue gamau temenan sama lo lg.Zia memutar bola mata dengan malas. Ia memang bisa memaafkan perkataan Davin beberapa jam lalu, tetapi ia juga butuh menenangkan diri agar tidak mengingat ucapan itu lagi. Ia tak ingin memiliki dendam pada seseorang yang telah menemani sebelas tahun lamanya. Maka dari itu, ia memutuskan duduk di bawah pohon rindang dengan sebuah buku yang akan digunakan untuk menciptakan satu karya seni berupa lirik lagu.
Satu hal yang tidak diketahui oleh para sahabatnya adalah Zia sangat hobi membuat lirik lagu dan menyanyikannya sendirian. Mereka memang tahu jika dirinya suka bernyanyi. Namun, setiap kali mendengar, mereka berkata bahwa suaranya sangatlah buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zia (PRE ORDER)
Novela Juvenil"Kata orang, tertawa yang membuat kita bahagia, tetapi kenapa justru luka yang hadir setelahnya?" Content creator dengan nama 3DZia team adalah milik empat manusia absurd bernama Danu, Devan, Davin, dan Zia. Karena sangat akrab, mereka memutuskan un...