29 | Sebenar-benarnya kecewa

963 105 20
                                    

Seperti saat-saat sebelumnya, Zia akan meminta Devan dan Davin untuk menjemputnya sekolah ketika Danu sedang marah. Karena Danu akan tidak akan menjemputnya seperti biasa.

Devan berjalan beriringan dengan Zia, sementara Davin sudah lebih dulu berlari ke kantin untk menikmati nasi uduk buatan Mbak Tuti. Saat memasuki gerbang sekolah tadi, banyak orang yang membuat alis Devan bertaut, pasalnya mereka menatap Zia dengan sinis entah karena apa.

Ia melangkah pelan dengan kepala yang mengedar ke sepanjang koridor, tidak hanya satu dua orang yang menatap Zia seperti itu, tetapi hampir semua yang berada di koridor SMA Surya Aksara, baik itu perempuan atau laki-laki.

"Ini Zia yang ayahnya pembunuh?"

Suara cowok yang berdiri dengan bersedekap dada itu membuat rahang Devan mengeras. Ia tidak terima jika ucapan itu tertuju untuk sahabat perempuannya. Dengan emosi yang menumpuk, ia menarik kerah cowok bername tag Fakri Ramadhan. "Maksud lo apa?"

Terkejut dengan reaksi Devan atas hinaan yang tertuju padanya, gadis itu berusaha melepaskan tangan Devan dari kerah baju Fakri. "Dev, Dev! Apaan, sih?"

Ia tidak peduli dengan reaksi Zia, ia hanya ingin meminta penjelasan dari perkataan Fakri yang sudah menjatuhkan harga diri Zia. "Maksud lo apa?" Dengan tatapan tajam, Devan mengulang pertanyaannya.

"Salah gue kalo bilang Zia anak pembunuh?" tanpa rasa takut cowok itu mengulang perkataannya.

"Anjing!" Devan memukul rahang Fakri hingga tersungkur ke lantai. "Lo inget baik-baik, jangan pernah lo ngusik Zia, kalo lo nggak mau mati di tangan gue!"

"Devan, Udah!" Dengan sudah payah, Zia menarik tubuh Devan agar beranjak dari tempat. Tetapi tenaganya akan tetap kalah dengan tenaga sahabatnya yang tetap memilih berada di tempat dan ingin menghajar cowok itu lagi. "Kalo Devan peduli sama Zia, jangan pukul Fakri lagi! Please."

Devan berdecak. "Dia udah ngehina lo, Zi! Gue nggak terima!" Matanya menatap lekat ke arah Zia, lalu sesat beralih menatap sekumpulan orang yang berdiri di depan mading. Dengan cepat kakinya melangkah ke tempat itu, ia sangat yakin bahwa perkataan Fakri tadi ada hubungannya dengan sekumpulan orang ini.

Di belakangnya Zia mengikuti langkah Devan dengan perasaan bingung. Tidak hanya Devan, ia pun sama bingungnya setelah melihat beberapa orang menatapnya sinis. Namun, ia memilih tidak memperdulikan daripada membuat sahabatnya itu khawatir.

Tepat setelah Zia membaca tulisan tersebut, tubuhnya menegang, dadanya terasa sesak, sesuatu seperti bertumpuk di atas kepalanya. Ia merasakan airmata sudah mengenang di pelupuk mata. Kalimat pada kertas itu berhasil menghancurkan hatinya yang selama ini ia susun agar kembali utuh.

Seorang Ibu dari Kanzia Razita di bunuh secara brutal oleh suaminya sendiri.

KANZIA ANAK SEORANG PEMBUNUH!!!

Hanya kalimat itu yang tertera pada potongan artikel tersebut, tidak ada penjelasan lainnya selain kalimat yang mengatakan bahwa Kanzia adalah anak dari seorang pembunuh. Hal itu langsung membuat Devan tidak bisa menahan emosinya. Tangannya mengepal sampai akhirnya memukul mading itu dengan kuat.

"SIAPA YANG BIKIN INI SEMUA?!" Suara Devan terdengar keras saat menatap orang-orang yang berdiri di sana. "GUE TANYA, SIAPA YANG NGELAKUIN INI?" katanya lagi. tetapi orang-orang di sana memilih bungkam. Tidak ada seorangpun yang mengetahui siapa orang dibalik ini semua.

"BUBAR!" bentaknya yang membuat sekumpulan orang tersebut beranjak dari tempatnya semula.

Devan beralih menatap Zia setelah sekumpulan orang itu pergi. Dilihatnya gadis itu menahan airmata. Ia menatap nanar setiap kata yang tertulis di kertas tersebut.

Zia (PRE ORDER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang