Aku menarik napas panjang dan mencoba membiasakan diri dengan aroma asing yang perlahan mulai mengaktifkan indra penciumanku. Kelopak mataku terasa sangat berat untuk dibuka demi sekedar mengintip tempat dimana aku sedang berbaring. Walaupun begitu, aku tetap harus memaksa netraku untuk terbuka agar mengetahui ada apa sebenarnya.
Setelah berhasil mengaktifkan lebih dari 50% kemampuan pengelihatan, aku merasa lega karena memastikan bahwa ruangan ini bukanlah tempatku bertemu dengan Tuhan. Otak yang masih berfungsi normal memberiku informasi bahwa ternyata tempat tak asing ini adalah klinik kantor kami. Entah apa yang terjadi, tapi aku hanya mengingat sebuah nama yang samar-samar terdengar sebelum semua ku lupakan.
Aku mengernyitkan diri menyesuaikan mataku dengan bias cahaya yang perlahan mulai normal dan membuatku bisa melihat dengan jelas. Di samping ranjang tempatku berbaring, aku mendapati Gita yang sedang sibuk memainkan ponselnya.
"Gita..." Lirihku pelan memanggil nama temanku itu.
"Eh, Sar. Udah bangun?" Gadis keturunan Tionghoa itu tampak sedikit terkejut melihatku.
"Ini gue kenapa, ya?" Tanyaku yang masih setengah linglung.
"Pelan-pelan, Sar." Ia menaikkan posisi ranjang demi membantuku duduk lebih nyaman. "Tadi lo pingsan di deket lorong kamar mandi."
"Oh, gini ya rasanya pingsan?"
"Pake nanya lagi ini anak. Nggak abis pikir gue."
Aku tertawa pelan. "Namanya juga nggak pernah pingsan."
"Lo nggak malu pingsan di depan bos-bos? Udah kayak sinetron tau gak."
Aku membulatkan mataku mendengar pengakuannya. "Hah?! Yang bener, lo?"
"Serius gue! Orang yang ngegendong lo ke sini aja itu kepala HRD baru! Mimpi apa lo semalem digendong orang ganteng?"
"Leon?" Aku mencoba mencerna penjelasan Gita yang terdengar sedikit tak masuk akal bagiku itu.
"Iyalah! Gercep banget tuh orang satu macem aktor-aktor drakor. Lo sama doi besok kayaknya bakal jadi bahan gosip sekantor, deh."
Setelah mendengar panjang lebar cerita yang dituturkan Gita, bibirku hanya bisa terkunci rapat. Ku kira nama yang ku dengar sebelum kehilangan kesadaran itu hanyalah mimpi belaka. Ternyata kejadian yang jauh di luar ekspektasiku ini sungguh terjadi. Aku bahkan tak tahu bagaimana pria ini bisa menjadi salah satu pekerja di kantorku padahal ia juga punya karir yang bagus di kantor lamanya.
"Sar, jangan bengong! Kesambet nanti. Ini minum dulu, gih. Bingung, kan, lo? Orang pingsan emang suka kaya gitu. Makanya, sekali-kali pingsan dong, kayak gue pas upacara jaman sekolah." Gita menyerahkan segelas air putih padaku.
"Git, beneran Pak Leon yang gendong gue?" Aku masih berusaha memastikan kebenarannya.
"Ya beneran! Ngapain gue boong. Lagian lo ada apaan, sih, sama dia? Lo selingkuhan, ya?"
Kalo saja tak ingat kalau kami masih berada di kantor, aku sudah akan mengeluarkan segala caci makiku padanya. "Sialan, lo!"
"Oh iya, kata Pak Calvin lo boleh langsung pulang aja. Nanti SKD* nya biar gue anterin ke HRD."
"Gue masih kuat, ah, Git. Mau lanjut kerja lagi aja."
"Bukan gitu. Tapi tadi katanya dok―"
Sebelum gadis itu menyelesaikan kalimatnya, Dokter Christy yang bertugas di klinik kantor kami mengintip ke dalam bilik tempatku beristirahat. Dokter cantik itu menyerahkan SKD pada Gita untuk disampaikan pada HRD.
Setelah ditinggalkan berdua oleh Gita yang pergi ke HRD sekaligus membantuku mengambil tas, beliau menanyakan beberapa pertanyaan mengenai keluhan kesehatanku. Ia juga menyarankan agar aku tak terlalu lelah ataupun stres karena tampaknya asam lambungku sedikit naik akibat tekanan pekerjaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The One That Behind You [FIN]
FanficBagi banyak orang, Sean mungkin adalah sosok laki-laki yang mendekati sempurna. Namun bagi Sarah, celah kecil yang membayangi lelaki itu, membuatnya kembali meragu tentang pernikahan mereka yang sudah di depan mata. Ia dihadapkan pada jalan bercaba...