Sarah's PoV
"Kamu harus banget, ya, berangkat ke Singapore?" Tanya Sean yang sibuk memperhatikanku sambil bersandar di atas ranjang.
"Cuma dua hari, Mas. Minggu aku udah pulang, kok." Aku yang baru saja selesai membereskan barang bawaanku untuk business trip, akhirnya bisa menyusul suamiku untuk merebahkan tubuh.
Pria itu menghela napas berat sembari membungkukkan tubuh agar kepalanya bisa sejajar dengan perutku yang tampak makin membesar itu. Perlahan, ia mulai mengecup lembut sembari mengoleskan body lotion di atas perutku yang mulai dihiasi stretch mark dan garis hitam di bawah pusarku. Sebuah kebiasaan baru yang hampir setiap malam dilakukannya sejak aku hamil.
Pasca kejadian yang hampir saja merenggut nyawa bayiku beberapa hari lalu, hubungan kami sempat berubah menjadi cukup dingin. Entah mengapa, rasanya untuk bicara berdua saja menjadi aneh dan sedikit canggung. Namun aku sadar, kami tak bisa berlama-lama seperti itu. Aku berusaha mengerti dan menerima kalau meskipun masa lalu kami tak akan pernah bisa diubah, tapi setidaknya kami bisa menjadikannya pelajaran agar kesalahan tak lagi terulang.
"Kamu mau dibawain apa? Besok aku meetingnya di daerah Orchard." Tanyaku sambil memainkan rambutnya.
"Nggak mau apa-apa. Mau kamu cepet pulang aja." Jawabnya tanpa berhenti mengusap perutku.
Aku tersenyum kecil menatapnya, "Tadi Bi Inah udah aku pesenin, besok aku suruh bawain makanan buat Pagi, Siang, dan Malam. Minggunya kamu delivery order aja, ya. Bi Inah libur soalnya."
"Yang..."
"Hmmm?"
"Aku bisa jadi ayah yang baik untuk anak-anak kita nggak, ya?" Ia menatap kosong langit-langit kamar kami.
Aku meraih dan menciumi telapak tangannya yang hangat, "It's our first time, kan, Mas? Kita belum pernah jadi orang tua, tapi kita bisa belajar. Kamu pria yang hebat, suami yang hebat, dan aku yakin kamu you can be a great father untuk anak-anak kita nanti."
Sean berganti menatapku sembari tersenyum hangat. Lengan kekarnya perlahan menarikku dengan hati-hati hingga jarak antara kami semakin rapat. Sebuah ciuman hangat didaratkannya pada bibirku dengan mesra, sementara telapak tangannya mulai bergerak masuk ke dalam lingerie tipis yang ku kenakan seraya mengelus pinggangku intim.
Ketika tangan lelaki itu masih sibuk menjamahi tubuhku, aku refleks mendorong tubuhnya menjauh karena merasakan sesuatu yang aneh. "MAS!"
"Kenapa sih, Yang?!" Wajah Sean tampak terkejut dan bingung di saat bersamaan.
"Perut aku..." Lirihku yang juga sama terkejut dan bingungnya dengan suamiku itu.
Sean tampak sedikit panik. "Hah? Perut kamu kenapa?!"
"Gerak..."
"Hah?"
"Dia gerak, mas." Aku mencengkeram lengan Sean erat saat merasakan sebuah gerakan asing di dalam perutku.
"Bb..bayinya gerak?" Ia mengerjapkan matanya takjub ketika melihat gerakan yang cukup jelas karena pakaianku yang tipis.
Aku mengangguk pelan sambil menarik tangan Sean untuk meraba perutku saat gerakannya semakin terasa jelas.
"Hhh..hai baby, ini Papa sayang, ini suara Papa. Sekarang kamu ada di perut Mama." Sapa Sean dengan mata berkaca-kaca.
"Sayang, ini Mama, Nak. Ini mama..." Aku turut menyapa calon bayi kami yang akan lahir sekitar 5 bulan lagi itu.
"Sayang, kamu harus sehat-sehat terus dan harus jagain Mama dan sayang sama Mama, ya. Kamu jagoan Papa dan Mama, Nak." Gerakkan perutku semakin intens saat Sean mengajaknya bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
The One That Behind You [FIN]
ФанфикBagi banyak orang, Sean mungkin adalah sosok laki-laki yang mendekati sempurna. Namun bagi Sarah, celah kecil yang membayangi lelaki itu, membuatnya kembali meragu tentang pernikahan mereka yang sudah di depan mata. Ia dihadapkan pada jalan bercaba...