Sarah's PoV
Dira. Nama itu terus terngiang-ngiang di kepalaku beberapa hari belakangan sejak kami akhirnya bertemu untuk pertama kalinya pasca pernikahan Mino. Rasanya aku tak bisa melupakan nama itu sejak Sean mengakui salah satu bagian dari masa lalunya yang tak pernah diceritakan sebelumnya. Walaupun ia sendiri sudah meyakinkan kalau perasaannya tidak akan kembali pada Dira, tetap saja aku memiliki kekhawatiran sendiri sebagai seorang istri. Apalagi aku tahu, bagi seorang lelaki, cinta pertama bukanlah sesuatu yang mudah dilupakan bahkan mungkin diingatnya seumur hidup.
Aku menghela napas frustrasi dan merasa kesal sendiri karena merasa terlalu banyak hal yang tak ku ketahui soal suamiku. Aku tidak menyesal menikah dengannya, sama sekali tidak, aku bahkan sangat mencintainya. Namun dengan keadaan seperti ini, aku seakan hidup bersama dengan orang asing yang tak ku ketahui.
"Bengong aja, Sar. Makan siang, nggak?"
Pertanyaan Pak Calvin membuatku mengecek jam besar yang tergantung di dinding ruangan kami. "Iya, Pak. Habis ini."
"Nih, Sar, buat lo sama Sean." Lelaki itu memberikanku sekotak bolu gulung yang dibawanya setelah pulang dinas dari Medan.
"Wih! Makasih, ya, Pak."
"Gimana hari pertama jadi manajer divisi?"
"Aneh aja, Pak. Masih butuh adjustment." Jawabku sembari menutup file pekerjaan yang baru saja ku selesaikan.
"Ya pelan-pelan aja. Sambil jalan, Sar"
"By the way, selamat ya, Pak. Nggak seruangan lagi kita." Aku menyelamatinya yang akan menggantikan Pak Agung sebagai Kepala Departemen kami mulai minggu depam itu.
"Thanks, ya." Ia tersenyum lebar. "Makan, yuk! Laper, nih!"
Tiba-tiba saja, dalam otakku terlintas untuk menginterogasi pria yang sudah bersahabat dengan Sean sejak mereka duduk di bangku SMA lebih dari dua belas tahun lalu itu. Walaupun pria itu sudah banyak memberitahu soal suamiku, namun rasanya lebih banyak lagi yang masih belum diceritakannya padaku, terutama soal Dira, serta hubungan wanita itu dengan Leon.
Dengan maksud terselubung, akhirnya ku setujui ajakan Pak Calvin untuk makan siang bersama. Demi melancarkan misi itu, aku memilih untuk makan siang di salah satu restoran yang sedikit tenang dibandingkan harus makan di kantin, kedai, ataupun warung-warung tempat aku biasa makan siang.
"Pak, hari ini saya yang traktir, ya." Ujarku membuka pembicaraan.
"Wah. Tumben, nih?"
"Ya, sekali-sekali, lah, Pak." Aku berusaha tak memancing kecurigaannya.
"Rejeki anak sholeh emang nggak kemana, nih! Makasih, ya, Sar." Ekspresinya berubah senang.
"Oh iya, Pak. Kemarin saya habis nemenin Mas Sean reuni kampus. Ternyata ada juga temen SMAnya. Pak Calvin kenal Dira, kan?"
Ia terdiam sesaat seraya menatapku bingung. "Iya... kenal, Sar."
"Dia itu... mantannya Mas Sean sebelum sama Mas Leon, ya?"
Pria itu mengangguk pelan menjawabku dengan sedikit canggung. "Dia yang bikin Sean trauma pacaran sama perempuan."
Aku menelan ludah kasar mendengar penjelasan itu. "Pak, saya boleh tanya nggak kenapa mereka bisa putus?"
"Lo... nggak tanya sama Sean aja? I think it's a little bit private." Ucap lelaki itu berhati-hati.
"Sebetulnya dia udah cerita, sih. Saya mau pastiin aja, apa mereka putus karena Dira aborsi... anak mereka."
"Nggak cuma itu, she also cheating on him dan... ngebuat dia jadi seperti Sean yang dulu pertama kali lo kenal." Calvin menghela napas berat. "But i'm glad, You've help him to become better than before. Selama hampir 7 tahun kita berusaha keluarin Sean dari lingkungan itu, tapi lo satu-satunya yang sukses."
KAMU SEDANG MEMBACA
The One That Behind You [FIN]
Fiksi PenggemarBagi banyak orang, Sean mungkin adalah sosok laki-laki yang mendekati sempurna. Namun bagi Sarah, celah kecil yang membayangi lelaki itu, membuatnya kembali meragu tentang pernikahan mereka yang sudah di depan mata. Ia dihadapkan pada jalan bercaba...