Sean's PoV
Aku menyentuh pipi gadis di sampingku yang semakin hari tampak semakin tirus itu. Ia tampak kosong setelah menerima telepon dari sang adik yang mengabarkan neneknya baru saja masuk rumah sakit. Wajah sendunya membuatku sedikit merasa bersalah sudah memperlakukannya sedikit kasar saat menjemputnya di Kantor. Sebenarnya aku juga tak bermaksud menariknya seperti itu kalau saja dirinya dan Arvin seintim itu. Belum lagi kalau sampai Sarah tak sengaja mengatakan sesuatu yang tak seharusnya diceritakan. Lagi pula memangnya ia tak bisa menangis dan bercerita padaku saja? Apa yang harus aku katakan kalau sampai ada yang melihat calon istriku lebih memilih menangis dan bercerita pada pria lain dibandingkan membagikan perasaannya padaku?
'Ah, sudahlah! Aku tak ingin semakin merusak suasana hatiku sendiri.' ―Tukasku dalam hati.
Setelah menempuh perjalanan kurang dari 30 menit setelah panggilan masuk dari Echan, tadi, kami akhirnya sampai di halaman rumah sakit. Setelah menemukan tempat kosong dan memarkirkan mobil, aku segera meraih tangan Sarah yang tampak sedikit lemas dan menggandengnya memasuki lobi. Setelah bertanya pada petugas keamanan mengenai lokasi ruangan tempat Oma dirawat, kami akhirnya melihat Echan yang duduk di deretan kursi panjang dari kejauhan. Bersama Tante Selin, adik ipar calon ayah mertuaku, Echan melambaikan tangan memberi isyarat pada kami.
"Kak, Mas..." Echan memeluk kami bergantian.
"Tante, udah dari tadi?" Sarah berganti memeluk Tante Selin.
"Nggak, kok. Ini baru sampai 10 menitan. Kalian baru pulang kerja?" Beliau mempersilahkan kami duduk di sampingnya.
"Iya. Tadi di jalan si Echan tiba-tiba telepon. Untung kita belum jauh." Jawab tunanganku itu.
"Oma kenapa, Dek?" Tanyaku pada Echan sambil membiarkan para wanita mengorol sendiri.
"Katanya sih kemungkinan ada fraktur di tulang belakangnya. Cuma ya masih harus nunggu hasil X-Ray gitu, Mas." Jelasnya yang juga tampak tak terlalu mengerti urusan medis.
"Semoga nggak perlu sampe operasi deh, ya." Aku menghela napas berat sambil memainkan jari-jemari kurus Sarah.
"Amin. Oh iya, Jumat depan ada futsal bareng lagi nih, Mas. Ikut nggak?"
"Kayaknya aku istirahat dulu bulan ini, Chan. Lagi agak hectic, nih, urusan kawinan." Tolakku mengingat belakangan aku harus banyak lembur demi menyelesaikan pekerjaan sebelum mengambil cuti panjang menjelang pernikahanku.
"Santai aja, Mas. Yang penting jangan lupa sempetin olahraga, biar... 'itulah' nanti kalo pas malam pertama." Goda calon adik iparku itu dengan menunjuk Sarah menggunakan alisnya.
"Dih! Masih bocah udah paham banget, Chan?" Aku tertawa mendengar perkataannya yang seakan sudah sangat berpengalaman.
"Ya, kan, banyak baca, Mas." Tukasnya.
"Baca apa baca? Ngeles aja!"
Ditengah asyiknya obrolan kami masing-masing, perhatian kami teralih seketika pada suara derit pintu ruang rawat inap Oma yang terbuka perlahan. Dari dalam ruangan tersebut, tampak Om Ardhan, paman dari Sarah, yang melangkah keluar setelah menunggui sang ibu. Dari raut wajahnya, pria itu tampak cukup bersemangat melihat aku dan Sarah setelah beberapa waktu kami tak bertemu akibat kesibukan masing-masing yang cukup memakan waktu.
"Aduh, aduh! Ada calon pengantin, nih!" Beliau menyapa sekaligus menggoda kami.
"Halo, Om! Apa kabar? Lama nggak ketemu, nih!" Aku melepas tangan Sarah sesaat untuk memeluknya sebentar.
"Sehat, sehat! Alhamdulillah. Paling tambah keriput sama uban yang makin rata aja." Guyonnya.
"Mana ada, om! Orang tambah necis begini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The One That Behind You [FIN]
FanficBagi banyak orang, Sean mungkin adalah sosok laki-laki yang mendekati sempurna. Namun bagi Sarah, celah kecil yang membayangi lelaki itu, membuatnya kembali meragu tentang pernikahan mereka yang sudah di depan mata. Ia dihadapkan pada jalan bercaba...