15 • Unspoken Secret

4.9K 387 7
                                    

Sean's PoV

Ku regangkan tubuhku perlahan yang berakhir menimbulkan bunyi renyah di antara sendi-sendiku. Setelah lima hari kemarin aku disibukkan dengan berbagai pekerjaan yang cukup menumpuk di awal tahun, rasanya tulang-tulang di tubuhku seperti tak lagi berada di tempatnya. Terlebih tadi malam aku baru saja bisa tidur sekitar pukul 1 malam pasca melepaskan hasrat biologisku. Ah, kalau saja tak mengingat bahwa hari ini ada pernikahan Mino yang harus ku datangi, aku tentu akan lebih memilih untuk lanjut tidur atau cuddling seharian bersama Sarah.

Aku memiringkan posisiku perlahan agar bisa memperhatikan Sarah dengan leluasa tanpa membangunkannya. Melihatnya yang tampak lelah masih tertidur pulas di sampingku, membuatku tanpa sadar tersenyum sendiri. Sebelum mengecup keningnya lembut, dengan hati-hati ku tarik selimut tebal untuk menutupi tubuh polosnya yang terekspos sebagian pasca pergulatan kami semalam.

Sebuah gerakan kecil mengiringi desahan pelan yang keluar dari bibir istriku, menandakan bahwa perempuan yang ku nikahi beberapa bulan lalu itu mulai tersadar dari tidurnya. Aku yang merasa sedikit bersalah karena membangunkannya tanpa sengaja, mencoba memeluknya sekaligus menyamakan suhu tubuh kami berdua.

"Morning..." Bisikku pelan di telinganya.

"Morning, Mas..." Gadis itu tersenyum menahan geli tanpa membuka matanya.

"Capek, ya? Tidur lagi aja, Yang." Ku kecup pipinya yang sedikit menggembul setelah tujuh bulan usia pernikahan kami.

"Kita kelewatan subuh, ya?"

Aku menggumam menjawabnya. "Maaf, ya. Aku juga baru kebangun."

"Iya. Jam berapa sekarang, Mas?" Ia melepaskan pelukan kami seraya meregangkan tubuhnya.

"Jam setengah delapan."

"Kok, nggak bangunin aku, sih? Kamu mau sarapan apa?" Suara serak khas bangun tidurnya yang terdengar seksi membuatku ingin bermain-main dengannya sedikit lagi sebelum bangkit dari ranjang.

"Mau cuddling dulu aja, lah." Kekehku pelan sambil melingkarkan kembali tanganku di pinggangnya. Sesekali aku meremas bagian-bagian sensitifnya untuk membangkitkan suasana kami. Ya, kalian tahu, lah, hasrat lelaki di pagi hari itu sebesar apa.

"Mmmhh..  Kamu kebiasaan cuddling-cuddling terus 'minta' juga ujung-ujungnya."

Ku pasang wajah melasku untuk merayunya. "Quickie, please?"

"Enghhh.. nikahannya Mino jam berapa? Kesiangan, nggak?" Ia yang mulai terpancing mulai meremas lenganku.

"Masih lama, Sayang. Aku janjian sama anak-anak juga habis Maghrib." Aku tersenyum kecil dan bangkit untuk mengungkung tubuh seksi istriku itu.

Sarah mengalungkan lengannya di leherku dan tersenyum. "Ya... udah. Pelan-pelan aja, ya. Badanku masih sakit semua."

"Yes!"

•••

Sebelum menjalin 'hubungan' dengan Sarah, aku sungguh tidak tahu kenapa ada orang yang memilih untuk keluar dan menghabiskan waktu mereka pada Sabtu sore di titik-titik seperti kafe, bar, atau tempat-tempat hiburan lain. Padahal setelah bekerja keras pada lima hari week days, kepadatan yang diperebutkan oleh orang-orang itu terasa sedikit tak masuk akal. Namun setelah menikah, aku baru sadar bahwa mencoba hal-hal baru di luar bersama orang yang kita cintai tidaklah seburuk itu.

"Habis dari Mino, anak-anak jadi ngajak jalan?" Tanya istriku yang duduk manis sembari menyalakan radio di kursi sebelahku.

"Jadi kayaknya. Nggak apa-apa, kan?"

The One That Behind You [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang