Mataku menatap kosong ke arah layar berisi jajaran huruf-huruf yang membuatku ingin memuntahkan isi perutku walaupun hanya bisa terisi oleh setengah gelas kopi dan 2 keping biskuit sampai dengan sore ini. Seluruh tenaga dari tubuhku rasanya menguap dan hilang entah ke mana bahkan hanya untuk sekedar melakukan rutinitas pekerjaan yang biasa ku lakukan. Kalau saja aku tak mengingat jatah cutiku tidak lagi tersisa banyak tahun ini, mungkin aku sudah memilih meliburkan diri dan tidur sepanjang hari.
Bukan hanya tubuhku, namun sepertinya otakku juga kehilangan kemampuannya untuk berkonsentrasi. Dalam pikiranku, kini semuanya terasa begitu kosong, aneh, dan membingungkan sejak kejadian di mana hidupku ke depannya dipertaruhkan kemarin malam. Kalau diingat-ingat lagi, aku hanya bisa menertawakan diriku sendiri yang bertindak di luar akal sehat orang normal dengan menandatangani kontrak konyol itu begitu saja. Terdengar sangat naif bahkan bagiku yang melakoninya, Menyakiti diriku sendiri demi kebahagiaan orang lain. Namun rasanya aku tidak tahu lagi alternatif keputusan lain yang mampu aku ambil untuk berterima kasih pada Sean.
"Sarah..." Aku tersadar dari lamunanku seketika saat Bu Yuri menepuk pundakku lembut beberapa kali.
"Eh, i..iya, Bu?"
"Udah beres belum laporan buat besok?" Tanya beliau dengan raut wajah yang tak bisa tertebak.
"Dikit lagi ini, Bu. Sebentar lagi saya taruh di meja bu Yuri." Jawabku sembari berusaha kembali mengumpulkan konsentrasiku.
"Udah jam berapa sekarang?" Bu Yuri menunjuk waktu yang tertera di pojok kanan bawah layar laptopku.
"Maaf, bu. Sebentar lagi saya selesaikan."
"Kamu kenapa sih? Dari tadi saya liatin bengong aja? Kayak orang kesambet."
"Nggak apa-apa, kok, bu..." Aku tersenyum kaku menanggapinya.
"Kok lama banget sih, tumben?" Wanita itu menatapku heran.
"Iya, Bu. Maaf ya, 15 menit lagi saya ke meja Bu Yuri." Aku merasa semakin tak enak hati pada beliau.
"Ya udah, buruan. Udah hampir lewat jam pulang, loh! Aku tungguin ini." Bu Yuri menghela nafas kecewa sebelum meninggalkan mejaku.
Menyadari kesalahanku yang cukup fatal, tanganku kembali bergerak cepat menari atas keyboard dan menghasilkan wujud kata-kata di layar komputer. Sebisa mungkin aku berusaha menghindari untuk mengecewakan Bu Yuri karena ketidakprofesionalanku. Aku tentu tidak ingin dicap buruk karena menelantarkan pekerjaan karena masalah pribadi walaupun hal itu tidaklah mudah untuk ku tangani sendirian.
Tak sampai 15 menit berlalu, aku akhirnya bisa sedikit menghela nafas lega saat menekan tombol cetak di layar laptopku. Aku bergegas menuju sudut ruangan tempat dimana printer diletakkan untuk mengambil hasil pekerjaanku. Dengan cepat, aku membagi kertas-kertas itu dan menyusunnya sesuai kebutuhan sebelum ku serahkan pada atasanku itu.
"Bu, ini kontrak yang buat rapat besok." Aku menyerahkannya tumpukan kertas di tanganku dengan sedikit ragu.
"Oke, thank you. Saya cek dulu, ya." Beliau memeriksa halaman per halaman hasil pekerjaanku.
Saat tangan wanita itu selesai membaca halaman terakhir, aku memberanikan diri bertanya, "Gimana, Bu?"
"Oke, udah betul semua. Tapi kenapa lo lama banget ngerjainnya hari ini? Harusnya revisi kontrak kaya gini bisa kamu selesain dari siang tadi." Ia menatapku serius.

KAMU SEDANG MEMBACA
The One That Behind You [FIN]
FanfictionBagi banyak orang, Sean mungkin adalah sosok laki-laki yang mendekati sempurna. Namun bagi Sarah, celah kecil yang membayangi lelaki itu, membuatnya kembali meragu tentang pernikahan mereka yang sudah di depan mata. Ia dihadapkan pada jalan bercaba...