Senyum lebar mengembang di wajahku saat mendapati Sean yang sedang menatapku tepat saat mataku terbuka. Ia mengecup keningku lembut sebelum merapikan anak rambutku yang ku rasa cukup berantakan akibat pergulatan kami sebagai orang tua yang terhitung baru. Seluruh tubuhku rasanya benar-benar pegal karena harus bolak-balik terbangun di malam hari karena tangisan si kecil.
"Kamu udah bangun? Masih jam 5, loh. Ini weekend, kan?" Tanyaku bingung.
"Kebangun tadi. Mau tidur lagi, nggak bisa."
"Kenapa? Kepanasan, ya? Kamu tidur di kamar tamu aja, gih, nyalain AC nya kalau panas." Tawarku sambil mengusap keringat di dahinya.
"Nggak kok, yang."
"Ya udah, lanjut tidur lagi sama Abi. Aku mau mandi sekalian bikin sarapan. Kamu mau makan apa?"
"Nanti aja... kamu bobo lagi aja." Ucapnya manja sambil memelukku erat.
"Ih, berat tau, mas!" Aku berusaha mendorongnya menjauh.
"Mumpung Abi masih bobo, Yang..."
"Ya karena Abi bobo, aku mau mandi bentar terus bikin sarapan. Nanti kalo anaknya bangun yang mau nyusuin emangnya situ?" Pipinya ku cubit dengan gemas.
"Sarapan di luar aja, yuk, sekalian jalan-jalan pagi. Lama kita nggak CFD-an, nih."
Ajakan Sean yang terdengar cukup menarik, membuatku tak lagi berpikir untuk menyetujuinya. Sejak melahirkan sampai usia Abian tiga bulan kini, kami sama sekali belum pernah membawanya berjalan-jalan keluar dari lingkungan perumahan. Terlebih orang tua, saudara, dan teman-teman kami sering sekali berkunjung, jadi, kami tak sering mengajaknya keluar kecuali untuk berjemur.
Setelah seleai bersiap-siap, kami berangkat menuju kawasan sekitar kantorku yang setiap akhir minggu akan berubah menjadi kawasan bebas kendaraan bermotor. Begitu sampai, kami memarkir kendaraan di lokasi yang disediakan dan berjalan-jalan memutari kawasan itu sambil menikmati udara pagi.
"Mau bungkus lontong sayur, nggak?" Tanya Sean setelah berjalan-jalan sekitar 1 jam lebih.
"Boleh. Aku pengen dimsum juga, Mas."
"Ya udah, kamu tungguin di sini aja, ya. Aku beliin dimsumnya di sana."
"Shumainya banyakin ya, mas. Kamu ada uang receh nggak?"
"Ada kok. Tungguin, ya."
"Okay..."
Setelah Sean pergi menuju pedagang dimsum, aku segera memesan 2 porsi lontong sayur paling enak di dekat kantor kami. Sambil menunggu pesanan kami dibuat dan suamiku kembali, aku memilih duduk sambil memberikan putraku ASI yang baru saja ku perah tadi pagi karena sudah jadwalnya untuk 'cemilan' pagi.
Ketika aku sedang fokus pada Abi, terdengar suara samar yang memanggil namaku. Mataku mencoba menelisik satu persatu kerumunan untum mencari asal suara yang terdengar cukup dekat itu.
"Sarah!"
Aku membeku beberapa saat melihat sosok familiar yang lama tak ku temui itu. "Mas...Leon?"
"Hi! Apa... kabar?" Tanyanya yang terdengar sedikit canggung.
Dari sekian banyaknya manusia yang berkumpul di sini, tak ku sangka Leon lah yang ku temui di tempat ini. "Baik, Mas. Mas Leon sendiri gimana?"
"I'm good!" Matanya menatap penasaran ke arah stroller yang ku bawa dan bertanya, "Ini..."
"Abian."
Ia tersenyum kecil dan berjongkok di hadapan Abi yang juga terus memperhatikannya dengan antusias, "Congrats, ya. Mirip banget sama kamu, Sar."
KAMU SEDANG MEMBACA
The One That Behind You [FIN]
Fiksi PenggemarBagi banyak orang, Sean mungkin adalah sosok laki-laki yang mendekati sempurna. Namun bagi Sarah, celah kecil yang membayangi lelaki itu, membuatnya kembali meragu tentang pernikahan mereka yang sudah di depan mata. Ia dihadapkan pada jalan bercaba...