Di dalam taksi, Vallery dibuat senyam-senyum sendiri hanya karena melihat jari manisnya yang sudah dilingkari sebuah cincin permata indah. Mengingatkannya dengan kejadian tadi malam, di mana Vincent begitu manis saat melamarnya. Sampai saat suara dering telepon mengganggunya, membuat Vallery mau tak mau tersadar lalu mengambil ponsel yang berada di dalam tasnya.
"Vincent," gumamnya setelah mendapati nama lelaki itu berada di layar ponselnya.
"Ada apa ya?" gumamnya lagi terdengar bingung karena tidak biasanya lelaki itu meneleponnya pagi-pagi seperti ini, karena yang Vallery tahu, Vincent adalah lelaki yang bekerja sebagai CEO di salah satu perusahaan.
"Hallo, Vint. Ada apa ya?" Vallery menggigit bibir bawahnya, merasa canggung karena hubungan mereka sudah berbeda mulai tadi malam.
"Kok kamu memanggil namaku? Seharusnya kamu memanggilku dengan sebutan Sayang, kan sekarang kita sudah bertunangan. Meskipun belum resmi, setidaknya kamu jangan memanggilku seperti itu." Diam-diam Vallery terkekeh pelan mendengar ceramah yang Vincent siarkan dari sambungan teleponnya.
"Iya-iya, Sayang. Aku minta maaf, aku lupa. Aku belum terbiasa saja dengan hubungan kita yang sudah bertunangan." Vallery menjawab bersalah meski bibirnya terus saja tersenyum.
"Iya, Sayang. Aku tidak apa-apa kok. Tapi sepertinya aku merasa ragu dengan pertunangan ini ...." Vallery menggigit bibir bawahnya, merasa bingung dengan apa yang sebenarnya sedang ingin Vincent katakan.
"Maksud kamu apa? Kamu mau memutuskan aku? Padahal baru tadi malam kamu melamarku, tapi sekarang ...." Vallery menitikan air matanya, merasa tidak percaya bila Vincent bisa setega itu memutuskannya padahal baru tadi malam hubungan mereka dimulai.
"Bukan begitu, aku hanya merasa ragu saja mempertahankan kamu atau tidak. Karena baru saja, sahabatmu datang ke mari."
"Sahabatku? Siapa?"
"Dia bilang namanya Alnord."
"Alnord? Buat apa dia menemui kamu?"
"Dia ingin aku memutuskan hubungan kita. Karena dia berpikir, bila aku terlalu rendah untuk bisa memilikimu. Aku tidak pantas menjadi kekasihmu, apalagi menikah dengan kamu." Vallery seketika membulatkan matanya, mendengar apa yang baru Vincent katakan. Alnord, sahabat baiknya itu bisa bersikap konyol itu. Rasanya Vallery benar-benar ingin marah sekarang, sudah cukup selama ini lelaki itu merendahkannya tapi tidak dengan Vincent, kebahagiaan yang bahkan baru didapatkannya.
"Kamu serius, Alnord bilang seperti itu?" Vallery mencoba memastikan kembali, meski rasanya ia merasa tak mampu menahan emosi yang kian meletup-letup di hatinya.
"Iya. Dia bahkan tadi sempat mengamcam akan membunuhku, bila aku tidak menuruti keinginannya. Vallery, aku sangat mencintai kamu, tapi apa aku harus mendapatkan perlakuan seperti ini dari sahabatmu? Aku tidak pernah memiliki niat buruk ke kamu, aku benar-benar tulus mencintai kamu. Tapi sepertinya, sahabatmu itu lebih mengerti apa yang kamu butuhkan ya?" Vallery menggeleng pelan, merasa tidak terima bila benar Alnord melakukan dan berbicara seperti apa yang Vincent katakan.
"Maafkan aku, Sayang. Aku akan membicarakan semua ini ke Alnord, supaya dia tidak mengganggu hubungan kita lagi ya?" ujar Vallery terdengar merasa sangat bersalah, merasa menyesali ucapan sahabatnya yang memang terbiasa berbicara kasar.
"Lebih baik tidak usah, Sayang. Aku tidak mau nanti kamu yang malah kenapa-kenapa. Lebih baik kamu menjauh saja dari dia dan mengundurkan diri dari perusahaannya. Kamu jangan khawatir bila soal pekerjaan, karena di sini aku juga membutuhkan seorang asisten pribadi, kamu bisa mengisinya bila kamu mau. Kalau pun kamu tidak mau, tidak apa, asal kamu tidak usah bekerja di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleeping With My Friend 21+ (TAMAT)
RomanceVallery dan Alnord adalah sahabat sejak kecil, hubungan mereka sempat merenggang karena Vallery memiliki kekasih dan akan bertunangan. Namun semua itu tak lama, karena dengan mata kepalanya sendiri, Vallery melihat tunangannya itu bercinta dengan ad...