Setelah pulang dari kantor dan diantar oleh Vincent, saat ini Vallery berada di kamarnya, tengah tersenyum puas setelah seharian membuat Vincent frustrasi. Ya, cukup menyenangkan untuk Vallery rasakan, karena ia bisa melihat seorang Vincent begitu menginginkannya, namun tak mampu menyentuhnya. Jangankan bercinta, menciumnya saja pun Vincent tidak akan bisa melakukannya.
"Besok, aku akan ke apartemen Vincent dan menggodanya. Tapi jangan harap, aku mau disentuh oleh lelaki itu." Vallery bergumam marah, merasa tidak bisa membiarkan Vincent bahagia setelah orang tuanya sudah menghancurkan keluarganya sampai seperti sekarang.
"Tapi, kenapa Vincent begitu menahannya? Bila dia ingin menghancurkan aku dengan melakukan itu padaku? Kenapa tadi dia tidak memaksaku? Padahal banyak kesempatan," gumam Vallery bingung, setelah menyadari sesuatu hal yang aneh.
"Dia begitu menghargai keinginanku, meskipun dia sangat tersiksa saat aku menggodanya dengan penampilanku. Untuk apa semua itu?" gumamnya lagi, merasa tak habis pikir dengan tingkah laku Vincent yang tak masuk akal.
"Entahlah." Vallery membaringkan tubuhnya, meregangkan otot-ototnya di atas ranjangnya.
Rasanya Vallery tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya, akan sikap Vincent yang begitu membingungkan. Vallery hanya ingin tahu kenapa Vincent bersikap begitu menahannya, bila ingin menghancurkannya. Entahlah, Vallery merasa semakin frustrasi bila terus memikirkannya. Sampai saat Vallery berpikir untuk mandi dan membersihkan diri. Namun sebelum itu terjadi, suara ponselnya terdengar menandakan ada seseorang yang tengah menghubunginya. Dengan cepat Vallery mengambil benda pipi miliknya itu, lalu melihat nama siapa yang tertera di layar ponselnya.
"Vincent," gumamnya heran, merasa bingung kenapa lelaki itu meneleponnya setelah tadi mengantarkannya sampai rumah.
"Kenapa dia meneleponku ya?" Vallery merasa bingung, meski pada akhirnya Vallery menerima panggilan dari lelaki itu.
"Hallo, Sayang. Ada apa? Kenapa kamu meneleponku di jam seperti ini?" sapa Vallery mencoba untuk bersikap sewajarnya.
"Hallo, Sayang. Aku sudah sampai di apartemenku, sekarang aku ingin bertanya padamu." Vallery menggigit bibir bawahnya, setelah mendengar ucapan Vincent yang sepertinya sedang serius.
"Memangnya kamu mau bertanya apa sih? Kenapa tidak tadi saja kamu menanyakannya saat kita masih bersama? Kenapa harus ditelepon seperti ini," jawab Vallery dengan lagi-lagi berusaha untuk tetap tenang.
"Bagaimana aku ingin menanyakan hal ini ke kamu, sedangkan kamu begitu pintar membuat aku frustrasi hanya dengan melihat penampilanmu. Itu juga yang sebenarnya ingin aku tanyakan ke kamu sekarang," jawab Vincent dengan menghembuskan nafas beratnya, yang cukup terdengar di sambungan telepon.
"Oke, kamu mau tanya apa?"
"Kenapa kamu melakukan semua itu, Vallery? Kamu menggodaku dengan penampilanmu, padahal aku terlalu mudah tergoda olehmu. Apa kamu sengaja melakukannya? Tapi untuk apa semua itu? Apa untuk menguji cintaku?" Rentetan pertanyaan yang Vincent lontarkan, membuat Vallery terdiam, merasa tidak percaya bila lelaki itu begitu peka dengan apa yang dilakukannya.
"Tidak, Vincent. Aku tidak berniat seperti itu." Vallery mengelak cepat, merasa takut bila rencananya diketahui oleh Vincent.
"Jangan berbohong, Vallery. Kamu sengaja menggodaku tapi kamu tidak ingin melakukannya denganku, semua itu untuk mengujiku kan? Seberapa aku tulus mencintaimu kan?" tanya Vincent terdengar emosi, membuat Vallery tak mengerti dengan apa yang harus dilakukannya saat ini. Jujur saja, selain ingin membalaskan rasa sakit keluarganya, Vallery juga ingin tahu kenapa Vincent mendekatinya. Sebuah ketulusan atau cuma rasa dendam, Vallery hanya ingin tahu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleeping With My Friend 21+ (TAMAT)
RomanceVallery dan Alnord adalah sahabat sejak kecil, hubungan mereka sempat merenggang karena Vallery memiliki kekasih dan akan bertunangan. Namun semua itu tak lama, karena dengan mata kepalanya sendiri, Vallery melihat tunangannya itu bercinta dengan ad...