#01 : "Perih, Lelah, Takut, Dan Kosong"

444 43 1
                                    

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

***

Aku sudah berdiri lima menit lalu di depan kelas. Bibirku melengkungkan senyum menatap tiga baris meja yang terisi oleh orang-orang yang akan menjadi teman baruku nanti.

Hari ini aku resmi kembali ke Jakarta setelah hampir setahun aku ikut Ayah ke Surabaya, karena urusan bisnis Ayah yang katanya sangat menguntungkan itu.

Setelah mengenalkan diri di hadapan mereka. Nia, sahabat karibku yang sudah lama tidak bertatap muka itu langsung menarik tanganku untuk duduk di bangkunya.

Aku sedikit merasa tidak enak dengan seorang cowok yang menjadi teman sebangku Nia. Namun cowok itu seolah memberi gestur 'tidak apa-apa'.

Aku menghela nafas dan tersenyum tipis membalasnya.

"Nyak, beneran gak apa-apa nih aku main ngambil tempat duduk orang?"

Nia yang mendengar pertanyaanku itu malah memutar malas matanya. Gadis yang masih sama seperti terakhir kali aku melihatnya itu menatap mataku dalam.

"Tenang aja, gue udah bilang sama Tejo kalo lo mau dateng ke Jakarta. Seminggu yang lalu, udah gue wanti-wanti biar dia pindah dan lo duduk di kursinya dia, disamping gue."

"Tapi kan.."

"Sttttt!, Emang lo mau duduk paling pojok?."

Aku dengan cepat menggeleng, jujur aku sangat tidak suka duduk di bangku pojok belakang. Karena menurutku itu sungguh creepy.

Oh, aku tidak bisa bayangkan bagaimana jika bangku kosong di sana ternyata terisi oleh makhluk halus.

Oke, mungkin aku terlalu sinetron. Tapi percaya deh, sesuatu seperti itu mungkin saja bisa terjadi.

Jangan terlalu dipikirkan, maklum aku terlalu penakut, hahaha.

KREAT

Mataku yang terfokus melihat isi catatan sejarah Nia dan telingaku yang juga ikut terfokus mendengar penjelasan materi sejarah dari Pak Iman. Kini malah terfokus pada sesosok cowok yang membuka pintu kelas dengan tampilan yang hancur.

Seragam cowok itu terlihat lusuh dan kotor seperti terkena lumpur. Baju putihnya ia keluarkan dari celana abu-abunya. Sepatu hitamnya juga terlihat sangat kotor.

Aku tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Karena rambut poninya yang panjang menutupi separuh wajah bagian atasnya. Apalagi ditambah ia menunduk dan termangu diam di depan kelas.

"Terlambat lagi Dobby?"

Aku melihat Pak Iman menghela nafas panjang. Sedangkan cowok yang aku tahu bernama Dobby itu hanya mengangguk dan masih tetap memposisikan dirinya seperti tadi.

KATA BIRU | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang