Wajah Vino mengeras, lebih dingin dan makin menggelap. Dia tak menyangka jika omnya memberikan putri tersayangnya yang sangat lugu pada manusia bejat seperti Naufal.Dilihat dari sudut matanya, mereka pasti memiliki hubungan di luar batas. Bahkan, jika memang mereka hanya sebatas teman, pantaskah dia berpelukan dengan wanita lain walau itu temannya sendiri.
Brengsek! Ini sungguh tak adil untuk Wafa.
Sedang Naufal tengah mati-matian mengatur nafasnya. Kalau bisa, ingin sekali dia melemparkan tubuh yang menempel ini hingga terhempas tanpa sisa.
"Fiona, lepaskan!" tegasnya penuh tekanan.
Tubuh Fiona menegang, suara Naufal sangatlah dingin, tak ada kelembutan bahkan kehangatan sedikitpun. Apalagi lengannya terasa sakit oleh cengkeraman kuat dari tangan Naufal. Sudah kepalang basah! Dia juga tak tahu kenapa dirinya melakukan itu. Tapi, hatinya mengatakan bahwa ini tidak salah. Toh dirinya memang sangat merindukan sosok kekasihnya yang dulu. Bukan yang sekarang pasca dirinya kecelakaan.
"Pak Naufal!" Seseorang yang berada di belakang Vino, menyapa Naufal hormat.
Vino menoleh kebelakang menatap pria yang barusan menyapa Naufal, yang tak lain adalah Reno sekretarisnya. Alisnya menaut tajam, setajam tatapan matanya yang menyiratkan ketidaksukaan.
"Kamu kenal dengan si bastard ini?" tanyanya dengan menekan dua kata terakhir.
Reno terkejut dengan respon bosnya. Keningnya mengerut sedikit tak faham. Apakah mereka sudah saling kenal?
Tubuh Naufal semakin kaku, dia sangat yakin bahwa Vino sudah berspekulasi sendiri tentang dirinya. Membuatnya lebih membenci dirinya sendiri yang tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan ringisan penuh kesakitan dari seseorang yang masih menempel di tubuhnya pun tak ia hiraukan.
"Ekhem! Pak, ini adalah Pak Naufal calon klien baru kit---"
"Batalkan! Ingat, jangan pernah melakukan kerjasama apapun dengan manusia brengsek ini! Faham?!" ucapan Reno tak tuntas karena Vino memangkasnya.
Mendengar ucapan Vino, Fiona bergegas melepaskan pelukannya. Berbalik kearah Vino. Dengan dada membusung, dagu yang terangkat menyebarkan tantangan, "Maaf, Pak! Bisa jaga omongannya?! Atas dasar apa anda menjelekkan pacar saya?"
Mendengar penuturan Fiona, bibir Vino makin menipis, tersenyum sinis penuh ejekan, "Pacar? Huh, bahkan nama Ashole sangat terhormat untuk dirinya."
"What? Awww!" Protesan Fiona berubah jeritan kala pergelangan tangannya secara tiba-tiba ada yang menyeret. Tubuhnya terhuyung kesamping dengan kaki yang terseret-seret. Ia yakin, pasti kakinya akan keseleo.
"Fal, please! Aku kesakitan," lirihnya penuh permohonan.
Naufal tak mendengarkan. Terus menyeret tubuh Fiona tanpa belas kasihan. Tak sadar? Tentu saja. Karena dirinya bukanlah type manusia yang suka menyakiti.
"Masuk, Fiona!" titahnya tak mau dibantah.
Seribu satu umpatan sudah mengumpul menumpuk di ujung lidah Fiona. Namun, lagi-lagi sekuat tenaga ia menahannya. Wow!! Ini adalah kali pertama dirinya bisa mengendalikan emosinya hanya karena pria yang dicintainya. Mengepalkan tangan, dan masuk kedalam mobil. Bahkan Naufal tak ingin repot-repot membukakan pintu untuknya.
Duduk dalam keheningan seperti ini sangatlah tidak nyaman. Biasanya ketika dirinya ngambeklah, bahkan tak pernah selama sekarang. Karena Naufal yang dulu selalu membujuknya. Tapi sekarang situasinya berbeda. Entah kesalahan yang mana, Naufal sepertinya sangat marah.
Merasa tak tahan dengan kecanggungan ini, tangan Fiona terulur untuk menyentuh pundak pacarnya. "Hon, maaf! Jika aku buat salah. Please!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lubna Nurul Wafa
Ficção Geral"YaaRobb ... aku serahkan semua ini pada-Mu. Maka, cukupilah hati dan Iman hamba dengan Rahmat-Mu." --Lubna nurul wafa-- "Percayalah atas nama cinta, janji ini karena Alloh." --Naufal Rifki Nawawi-- #Serpihan_Kisah_Wanita_Muslimah_series_satu