Kabar Kecelakaan.

1.9K 99 8
                                    


"Sunshine, wake up, please!" Bisikan halus membelai indra pendengaran Wafa, membuatnya terbangun dari tidurnya. Namun, matanya kembali terpejam saat rasa pusing kembali dia rasakan. Pusing juga kram diperut menyerangnya sepanjang malam. Sehingga dia tidur kembali selepas Subuh.

"Pukul berapa ini, Mas?"

"08.00, kamu harus makan. Setelah itu kita ke Dokter."

Mendengar kata Dokter, entah kenapa Wafa sangat sensitif sekali. Apalagi ketika dia mendengar ucapan Bibi ARTnya bahwa besar kemungkinan itu gejala kehamilan. Bukan tak suka, cuma dia gak mau merasa kecewa lagi. Sudah 8 bulan mereka mengharapkan kehadiran Malaikat kecil itu, tapi selalu saja berakhir mendapat sedikit kekecewaan.

Astagfirullooh, dia sangat yakin, dan sedikitpun tak merasa marah atas Qhodo dan Qodrat-Nya, namun tetap saja, selalu ada rasa sakit bahkan bersalah jika melihat wajah suaminya yang memang sudah sangat menantikan kehadiran anak mereka.

"Astagfirullooh, Mas. Maaf! Aku tidurnya kelamaan. Sebentar, aku siapin keperluan Mas dulu."

Naufal membantu istrinya untuk bersandar di kepala ranjang. "Mas hari ini libur kerja. Makan dulu, oke."

Dahi Wafa mengernyit, "Kenapa libur? Ini bukan tanggal merah, kan?"

Naufal terkekeh, mengecup kening Wafa dengan penuh sayang, menyematkan do'a yang selalu dia lantunkan untuk istrinya, berharap akan menjadi penawar atas kesakitan yang tengah istrinya rasakan. "Mas Bosnya. Takkan ada yang memecat Mas karena bolos sehari."

Wafa mencubit perut bisep suaminya, "Idih mentang-mentang ya. KKN itu namanya."

"Haha, baiklah. Hari ini Mas akan mengirim surat izin cuti kepada pihak HRD di Kantor. Lagian Mas udah satu bulan lebih kerja lembur terus. Mas mau istirahat dulu."

Mendengar ucapan suaminya, Wafa tersenyum. Menarik tubuh Naufal agar lebih dekat lagi dengannya, langsung memeluk tubuh yang memang sudah sangat dia rindukan. Bergelayut manja di dada bidang sang suami, menghirup aroma menyegarkan dari tubuh atletis itu. "Maka hari ini adalah we time. Aku senang bisa peluk Mas sepuas ini. Rindu aroma Mas yang wangi." ucapnya sambil terus menggesekkan kepalanya di dada. Naufal terkekeh entah karena geli dengan kemanjaan istrinya, atau geli karena istrinya terus menguyel-uyel di dekat ketiaknya.

"Oke Hari ini, pria paling tampan ini milikmu, Nyonya Naufal. Hanya milikmu. Sepenuhnya."

Wafa memukul pelan dada suaminya namun ikut tertawa juga, "Idih, narsis."

Naufal semakin tertawa saat melihat bibir istrinya mencebik serta mengerucut, membuat dirinya tak tahan untuk mengecupnya. Menikmati rasa manis yang selalu dia rindukan bagai candu. YaAlloh, padahal bahagia itu sesederhana ini.

"Mas ih, kebiasaan deh. Main sosor aja. Aku kan belum sikat gigi."

"Nafasmu selalu wangi, Sunshine. Karena kamu rajin bersiwak."

"Iwuuuh, gombal."

"Seriusan, eh. Ya udah kita makan. Mas yang masak hari ini."

Wafa terbangun dengan wajah sangat cerah. "Waaah, kenapa gak bilang dari tadi kalau chef pagi ini adalah Mas?"

"Mas selalu lupa semua kalau udah lihat wajahmu."

"Ish, basi." Wafa segera beringsut turun dari ranjang. Merasa grogi dengan gombalan suaminya yang terus menerus. Bahkan jantungnya sudah berdetak kencang saat ini.

"Mas tunggu di meja makan, segera menyusul ya!"

"Iya, Mas," jawab Wafa dari kamar mandi.

"Tuan." Langkah Naufal terhenti saat ARTnya memanggil.

Lubna Nurul WafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang