Pagi yang cerah, dengan udara yang begitu sejuk ditambah kicauan burung terdengar merdu tengah mengucap tasbih serta syukur atas segala Karunia yang telah sang Kholiq berikan untuk semua makhluq ciptaanNya.
Bumi yang kembali terang, dengan sinar Mentari yang begitu menghangatkan, seolah tak pernah terjadi akan kehadiran malam yang gelap juga begitu kelam sebelumnya.
Wafa, sosok wanita anggun nan berparas indah tengah berdiri sambil bersandar di dekat jendela kamarnya. Matanya begitu lurus kedepan, entah apa yang menjadi perhatiannya, sehingga tak menyadari kehadiran seseorang yang sudah sekian menit lamanya ikut memperhatikannya.
Merasa jika wanita cantik dengan setelan gamis yang begitu menambah nilai plus keayuannya takkan segera kembali dari alam lamunannya, dia menghampiri dan menyelipkan kedua tangannya kedalam lekukan pinggang sampai keperut.
Begitu terasa jika tubuh yang saat ini tengah didekapnya sedikit menegang. Namun tak lama kemudian, sebuah tangan mungil, sangat lembut juga memberikan kehangatan mengusap tangannya seolah membalas pelukannya. Dia menelusupkan kepalanya di bagian ceruk leher wanita ayu ini yang tak lain adalah istrinya sendiri. Menghirup dalam aroma khas sang istri yang sangat dia gilai juga begitu membuatnya candu.
"Shobaahal Khoir, Sunshine. Entah mengapa Mas begitu cemburu dengan objek yang sedari tadi mencuri perhatianmu. Mas merasa tersisihkan, dan ... Mas gak suka itu," ujarnya berbisik karena kepalanya masih terbenam di ceruk leher sang istri.
Mendengar keluhan suaminya, Wafa tak bisa menahan senyumannya. Suaminya memang manja sekali. Wafa melepas lembut belitan tangan suaminya, membuat orang yang memeluknya harus terpaksa menjauhkan kepalanya dari ceruk lehernya, tempat favoritnya. Wafa perlahan membalikkan tubuhnya, dan kini tubuhnya berhadapan dengan sosok pria tampan yang tak lain adalah suaminya sendiri.
'Deg-deg-seeerrrrrrrrrrrrrrrrrrrr' Selalu seperti itu. Disaat mata mereka bersitemu, saling memandang, di saat itu pula jantung mereka berdetak dengan begitu aktif, berdebar dengan ritme yang begitu cepat. Seolah berteriak, berseru kencang, mengumandangkan semua rasa atas nama cinta.
Wafa mengangkat tangan kanannya dan menyimpannya di pipi kiri sang pemimpin hatinya, senyuman indah tak pernah lepas dari bibir mungil berwarna peach itu, seolah tengah menikmati tatapan cinta yang ia rasakan dari mata suaminya, rasa cinta, juga besarnya penghormatan kepadanya.
"Shobaahannur, Mas. Sejak kapan Mas keluar dari kamar mandi? Kok aku gak sadar, ya."
Naufal menghela nafasnya, lalu tangannya menangkup tangan Wafa yang masih bertengger di pipinya, "Mas gak salahkan jika Mas begitu cemburu dengan obyek yang kamu perhatikan tadi?" keluhnya sedikit kekanakkan.
Wafa terkekeh, "Maaf. Aku terlalu asyik melihat pemandangan di luar, begitu indah dan sangat menyejukkan."
"Tuuuh kan, Mas makin cemburu rasanya."
Wafa kembali tertawa kecil, namun tak menjawab kembali ucapan suaminya yang sangat terdengar menggemaskan itu. Mata bulatnya kembali menikmati raut wajah suaminya, dan ketika itu ibu jarinya mengusap lembut kelopak mata Naufal, "Akhir-akhir ini Mas begitu sibuk. Lihat ini, matanya kenapa lebih mirip mata Panda," gumam Wafa lebih kepada dirinya sendiri, "apakah dunia kerja memang sesibuk itu, sampai merenggut jam istirahatmu, Mas?"
Mendengar penuturan istrinya, seolah ada bongkahan batu besar menghimpit hatinya, jantungnya serasa tercubit, bahkan udara seperti tertutup sampai dirinya sulit untuk sekedar menghirupnya. Naufal meremas jemari Wafa yang berada di pipinya, matanya menatap redup wajah ayu itu, tak lama kemudian, dia membawa jemari itu ke depan bibirnya, lalu berulang kali dia kecup, sampai terakhir dia mengecup dengan begitu lama, "Maafkan Mas, Sunshine. Akhir-akhir ini Mas tak bisa membagi waktu Mas denganmu secara adil," ucap Naufal penuh sesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lubna Nurul Wafa
Narrativa generale"YaaRobb ... aku serahkan semua ini pada-Mu. Maka, cukupilah hati dan Iman hamba dengan Rahmat-Mu." --Lubna nurul wafa-- "Percayalah atas nama cinta, janji ini karena Alloh." --Naufal Rifki Nawawi-- #Serpihan_Kisah_Wanita_Muslimah_series_satu