II.

2.4K 214 104
                                    

Ana meringkuk di balik selimut sambil menangis setelah Jaehyun meninggalkannya begitu saja. Air mata terus mengalir tanpa bisa dibendung. Hatinya begitu sakit setelah mendengar penuturan Jaehyun yang mengatakan ingin bercinta dengannya. Ana sangat paham Jaehyun tidak pernah bisa lepas dari seks. Namun, mendengar ajakan Jaehyun untuk bercinta membuat hati Ana begitu terluka.

Meski Ana sudah jatuh sedalam-dalamnya ke dalam pesona Jaehyun, sebisa mungkin dia tidak boleh menuruti keinginan Jaehyun, yang selalu ingin melakukan seks dengannya. Sudah lebih dari satu tahun mengenal Jaehyun, dia masih bisa menjaga tubuhnya agar tidak dijamah terlalu jauh oleh pria itu.

Malam yang makin larut tidak membuat Ana segera menutup kedua mata. Air mata masih terus mengalir di kedua pipi. Bukan hanya karena rasa sakit akibat ajakan Jaehyun tadi, Ana juga memikirkan pria itu. Ana yakin Jaehyun sedang berada di klub malam dan dia tahu apa yang sedang pra itu lakukan saat ini.

“Kenapa hanya tubuhku yang kau inginkan, Jaehyun?”

Sementara itu, di tempat berbeda, Jaehyun sedang meneguk minuman beralkohol sejenis Vodka. Entah sudah berapa gelas alkohol yang masuk tenggorokannya dan pria itu masih belum berniat untuk berhenti meminumnya. Jaehyun bahkan belum mabuk sama sekali sebab dia termasuk peminum yang kuat.

Saat ini, Jaehyun berada di ruangan VIP sebuah klub malam terbesar di Seoul. Jaehyun selalu mengunjungi tempat itu saat merasa penat atau saat membutuhkan pelepasan. Jaehyun tidak sendiri di ruangan itu. Dia bersama sahabatnya, Kim Mingyu.

“Sebenarnya, ada apa denganmu? Setahuku, kau tidak pernah sekacau ini setelah bertemu Queen,” tanya Mingyu bingung. Dia merasa heran melihat keadaan Jaehyun, yang bisa dibilang cukup kacau.

Jaehyun tidak menanggapi pertanyaan Mingyu. Dia masih asyik menuangkan alkohol ke dalam gelas dan kembali menenggaknya.

“Bukankah tadi kau mengatakan sedang di apartemen Queen? Kenapa tiba-tiba menyuruhku menemanimu di sini?” tanya Mingyu lagi seraya merebut gelas yang Jaehyun pegang.

“Kembalikan gelasku dan berhenti memanggilnya Queen, Berengsek!” Jaehyun menggebrak meja sambil menatap Mingyu tajam seperti ingin membunuhnya saat itu juga. Suasana hatinya sedang kacau dan dia terpancing emosi karena Mingyu terus-menerus memanggil Ana dengan panggilan Queen.

Mingyu tidak takut dengan tatapan Jaehyun dan dengan santai meneguk alkohol di tangannya. “Apa salahnya aku memanggilnya Queen? Memang namanya Queen, ‘kan?”

Senyum mengejek tersungging di bibir Mingyu. Tatapan Jaehyun yang makin tajam membuatny merasa geli sebab tidak biasanya Jaehyun marah hanya karena seorang wanita.

“Jika kau tidak bisa membuatnya bahagia, aku yang akan membahagiakannya. Aku akan menjadikannya satu-satunya wanita dalam hidupku dan kelak akan menjadi ibu dari anak-anakku,” tambah Mingyu.

Mingyu makin jauh memancing emosi Jaehyun. Terlihat kilatan amarah di mata Jaehyun, tetapi pria itu mengabaikannya.

“Berengsek!” Jaehyun bangkit dari duduknya, lalu menarik kerah kemeja Mingyu hingga pria itu berdiri. “Jangan pernah mendekati Ana, Sialan!”

Sebuah pukulan mendarat di wajah Mingyu dan pria itu terhuyung ke sofa. Emosi yang meliputi diri membuat Jaehyun memukul Mingyu dengan sangat sadar. Kilatan marah di mata makin jelas terlihat dan dadanya naik-turun disertai napas yang memburu.

Jaehyun merupakan manusia arogan, yang setiap apa pun keinginan atau ucapannya harus selalu dituruti. Mingyu pun sangat paham dengan sifat pria itu, tetapi dia selalu dengan sengaja memancing emosi Jaehyun. Hal yang terjadi barusan pun bukanlah yang pertama kalinya. Jaehyun cukup sering menjadikan Mingyu sasaran kemarahannya dan berakhir menghajar pria itu seperti tadi.

Unspoken TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang