XVI.

1.4K 150 2
                                    

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Mingyu jika menghabiskan bensin merupakan hal yang menyenangkan. Sejak pergi dari Sungai Han, pria itu mengemudi tanpa tujuan yang jelas. Wanita yang sedang bersamanya kini terus menangis dan melamun, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Mingyu merasa bingung harus melakukan apa, akhirnya memilih berkendara di sepanjang jalan kota Seoul tanpa tujuan yang jelas.

Melihat Ana yang terus menangis seperti itu membuat Mingyu seolah merasakan kesakitan yang wanita itu rasakan. Namun, dia juga merasa bahagia karena tangisan Ana merupakan dampak dari kebodohan Jaehyun yang memilih menikah dengan wanita itu. Hal itu memberi keuntungan bagi Mingyu karena sekarang akan lebih mudah mendekati Ana.

"Oppa mau membawaku ke mana?" Akhirnya Ana bersuara setelah lebih dari sepuluh menit tidak ada percakapan dalam mobil.

"Kau ingin ke mana?" tanya Mingyu balik.

"Tujuanmu ke mana?" Ana bicara dengan nada sedikit tinggi disertai tatapan kesal yang tertuju kepada Mingyu.

"Sebenarnya aku tidak memiliki tujuan," balas Mingyu. "Aku tidak tahu harus membawamu ke mana sebab dari kau hanya menangis."

"Antar aku pulang."

"Apa tidak sebaiknya kita makan lebih dulu? Sekarang sudah memasuki jam makan malam," tawar Mingyu.

"Antar aku pulang. Aku bisa makan di apartemen." Ana terkesan malas menjawab setiap ucapan Mingyu.

"Aku antar kau pulang setelah makan malam. Kita hampir memasuki Myeondong. Lebih baik makan terlebih dulu." Mingyu bicara dengan santai, tetapi kalimat yang terlontar dari bibirnya memiliki ketegasan.

Ana menghela napas panjang sambil memejam mata beberapa saat. Dia akhirnya mengalah sebab tidak ingin memperpanjang perdebatan. Suasana hatinya sedang tidak baik dan dia harus mempertahannya agar tidak makin anjlok sebab khawatir akan menjadikan Mingyu sebagai sasaran luapan emosinya.

Mama mohon nanti jangan berulah. Biarkan mama makan dengan tenang, jangan bikin mama mual, batin Ana seraya mengusap perutnya dengan sangat pelan.

Tidak berselang lama, keduanya tiba di Myeongdong. Mingyu langsung menawarkan untuk makan street food, tetapi Ana menolak. Wanita itu tidak ingin mengantre terlalu lama sebab pasti akan membuatnya lelah. Ana meminta untuk makan di restoran steak dan Mingyu pun mengiakan. Sebenarnya, hal itu cukup aneh bagi Mingyu sebab Ana paling senang jajan street food setiap pergi ke Myeongdong, tetapi sekarang justru lebih memilih makan di restoran.

Suasana hati Ana seketika berubah lebih baik setelah keduanya memasuki salah satu restoran. Mingyu selalu mempunyai cara untuk membuat Ana kembali tersenyum. Berbagai cerita konyol yang pria itu lontarkan mampu membuat wajah Ana kembali cerah karena banyak tersenyum.

Ana sendiri menyadari jika kehadiran Mingyu merupakan obat bagi kesakitan yang dia rasakan. Di saat sedang sedih, selalu Mingyu yang hadir untuk menghiburnya. Pria itu seolah sangat memahami Ana, tetapi Ana tidak pernah bisa memahami Mingyu. Ingin rasanya dia melakukan hal yang sama seperti yang Mingyu lakukan, menjadi orang pertama yang menjadi pelipur lara dan berbagi kebahagiaan, tetapi keadaannya saat ini begitu rumit.

Seandainya Jaehyun meninggalkan Ana tidak dalam keadaan hamil, mungkin saja wanita itu dengan sukarela menerima perasaan Mingyu. Sayangnya, hal itu tidak mungkin terjadi. Kehamilan Ana yang kini menjadi penghalang antara dia dan Mingyu. Hingga kehamilannya mencapai usia tiga bulan, Ana belum memberi tahu Mingyu. Wanita itu tidak siap melihat kekecewaan di wajah Mingyu.

"Setelah dari sini, kau ingin ke mana?" tanya Mingyu setelah keduanya selesai makan.

"Langsung pulang saja," jawab Ana seraya mengelap sudut bibir dengan tisu. Wanita itu terus memperhatikan piring di hadapannya yang sudah bersih. Dia cukup takjub sebab bisa makan dengan mudah dan menghabiskan steak tanpa ada drama mual seperti biasanya.

Unspoken TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang