"Nggak usah bercanda, ulang tahun ibu udah lewat. Jangan coba-coba prank ibu."
Ana menutup mulut dengan telapak tangan sebab tangisnya makin kencang. Dia benar-benar tidak sanggup berkata lagi sebab hal itu hanya akan membuat ibunya kecewa. Namun, dia sendiri tidak akan mampu menghadapi masalah itu sendirian. Ana masih membutuhkan Maya.
"Maafin aku, Bu. Aku nggak bisa jaga diri."
Ana berujar dengan suara terbata-bata dan tidak ada sahutan lagi dari seberang sana. Selama beberapa saat, hanya suara tangis Ana yang terdengar, tetapi tidak lama kemudian tangis di seberang telepon pun terdengar. Maya sudah pasti menangis karena terkejut mendengar pengakuan anaknya.
"Aku harus gimana, Bu?"
"Siapa yang hamilin kamu?"
Ana terhenyak dengan kelopak mata yang membola saat mendengar suara tegas Ibra. Dia tidak menyangka jika ayahnya ada di sana.
"Aku minta maaf, Yah," ujar Ana makin terisak.
"Ayah tanya, siapa yang hamilin kamu?"
"Temanku."
"Suruh dia tanggung jawab!" bentak Ibra keras. "Dan kamu nggak usah pulang lagi ke sini. Aku nggak sudi punya anak kayak kamu."
Apa yang Ana takutnya benar-benar terjadi. Ayahnya begitu marah dan dengan tegas tidak menganggapnya sebagai anak lagi. Dunia Ana benar-benar hancur dalam sekejap mata akibat kebodohan yang dia lakukan.
"Dia udah punya istri," tutur Ana sembari terisak dengan kepala menunduk.
"Astagfirullah!"
Suara teriakan Maya terdengar begitu menusuk jantung Ana. Kekecewaan yang kedua orang tuanya rasakan pasti berkali-kali lipat. Tidak cukup dengan kabar kehamilannya, fakta tentang pria yang menghamilinya pun membuat mereka begitu terkejut.
"Ini yang kamu lakukan saat jauh dari orang tua? Merasa bebas, jadi bisa berbuat seenaknya. Kamu melakukan dosa besar! Kamu berzina dengan suami orang dan kami sebagai orang tua harus menanggung dosa kamu!"
Kalimat demi kalimat yang Ibra lontarkan terasa seperti sembilu yang dengan sengaja dihunuskan ke jantung Ana. Rasanya begitu menyakitkan. Namun, hal itu memang pantas dia dapatkan karena sudah membuat kedua orang tuanya kecewa.
"Aku nggak main-main sama ucapanku. Kamu jangan pernah kembali ke sini lagi. Kamu bebas melakukan apa pun semaumu. Anggap aja ayah sama Ibu udah mati!"
Seandainya bisa, Ana ingin berlari menghampiri kedua orang tuanya dan bersujud di kaki mereka. Dia tidak pernah mengharapkan hal yang Ibra katakana barusan. Jika kedua orang tuanya menelantarkannya, kepada siapa lagi dia harus bergantung?
Ana menatap ke arah jendela dengan air mata yang terus mengalir disertai isak tangis yang terdengar begitu pilu. Kini, dia meratapi hidupnya yang berubah kacau. Pria yang menghamilinya pasti sedang berbahagia karena baru saja menikah, sedangkan Ana harus menghadapi kenyataan yang begitu menyakitkan, dibuang oleh orang tua dan ditinggalkan oleh pria yang menghamilinya."Kenapa aku harus hamil?" Ana berteriak histeris seraya memukul perutnya yang masih rata. Emosi kembali memuncak saat mengingat di perutnya ada janin yang tidak diharapkan. "Kenapa kamu harus ada di sini?"
***
Setelah seminggu menyalahkan janin yang ada di perutnya, akhirnya Ana menyerah. Tidak ada gunanya trus menyalahkan janin yang bahkan tidak berdosa itu, meski hati kecilnya masih menolak keberadaannya. Hari ini, Ana menutuskan memeriksakan kandungannya ke dokter. Dia sedang duduk di depan ruangan dokter kandungan dengan jantung yang berdebar cepat. Wanita itu merasa begitu gugup dan kedua tangannya terasa begitu dingin layaknya es.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unspoken Truth
FanficAnastasia series [0.0.1] Ana-Jaehyun Mature Content! ----- Mencintai seorang pria tampan yang menjadi incaran banyak wanita tidaklah mudah. Ana patut berbangga dri karena menjadi satu-satunya wanita yang dekat dengan Jung Jaehyun. Namun, menjadi wan...