XXIV

1.4K 135 17
                                    

Sementara itu, di waktu yang sama tetapi tempat yang berbeda, tampak Mingyu terus menggeleng melihat tingkah Jaehyun yang sedikit aneh. Saat ini, Mingyu berada di kantor Jaehyun setelah tadi disuruh menemui pria itu. Saat tiba di sana, Mingyu justru dipusingkan dengan tingkah aneh sahabatnya.

Sedari tadi, Jaehyun tidak bisa diam dan hanya mondar-mandir tidak jelas di ruangannya. Sekitar sepuluh menit lalu, Jaehyun duduk di kursi kerjanya dan membaca dokumen yang ada di atas meja. Tidak berselang lama, pria itu beranjak dari kursi, lalu berjalan menuju jendela dan memperhatikan gedung pencakar langit yang berjejer di dekat kantornya. Setelahnya, Jaehyun duduk di sofa, berhadapan dengan Mingyu. Namun, hal itu tidak berlangsung lama sebab Jaehyun kembali duduk di kursi kerjanya dan sekarang sedang menumpukan kepala di atas tangan yang dilipat di atas meja.

"Kau menyuruhku ke sini hanya untuk melihat tingkah anehmu itu?"

Mingyu sudah sangat kesal dengan tingkah sahabatnya. Namun, Jaehyun tidak menanggapi ucapannya sama sekali. Pria itu kembali mengangkat kepala dan menyandarkannya di sandaran kursi seraya memejamkan mata setelah menghela napas panjang.

"Sebenarnya apa yang kau lakukan? Aku pusing melihat tingkahmu yang tidak jelas itu!" Mingyu makin geram dan akhirnya bicara dengan intonasi suara lebih tinggi.

"Aku juga tidak tahu kenapa seperti ini," jawab Jaehyun akhirnya seraya menghela napas panjang, lalu menumpukan kedua siku di atas meja dan menautkan kedua tangan. Kepalanya kemudian menunduk, disangga oleh kedua tangan yang bertaut.

Mingyu mengerutkan kening bingung. "Kau tidak sedang kerasukan, bukan?"

Jaehyun berdecak kesal dan menatap Mingyu dengan pandangan sinis. "Mana mungkin aku kerasukan," jawabnya ketus.

"Lalu, kenapa kau bertingkah aneh seperti itu?"

"Aku tidak tahu. Sejak pagi, aku merasa ada sesuatu yang mengganjal dan tiba-tiba aku teringat Ana."

Mingyu menghela napas panjang setelah mendengar penuturan Jaehyun. Ternyata, sahabatnya masih belum bisa melupakan Ana, padahal wanita itu sudah pergi cukup lama. "Kau masih belum bisa melupakannya?"

"Aku tidak pernah bisa melupakannya dan tidak rela dia pergi meninggalkanku begitu saja."

"Sudah lebih dari enam bulan Ana pergi. Seharusnya kau sudah melupakannya."

Jaehyun berdecak seraya tersenyum mengejek kepada Mingyu. "Memang kau bisa melupakannya?"

"Aku memang belum sepenuhnya melupakannya, tetapi setidaknya aku tidak gila seperti dirimu yang tidak mau melupakannya. Sedikit demi sedikit, aku berusaha melupakannya."

"Kau mungkin bisa melupakannya, tetapi aku tidak bisa," balas Jaehyun seraya memutar kursi hingga menghadap ke arah jendela dan kembali memperhatikan langit Seoul yang begitu cerah, sangat berbanding terbalik dengan hatinya yang mendung. Dia sangat merindukan Ana.

"Cobalah berdamai dengan keadaan. Terima kenyataan kalau Ana sudah tidak ada di sini."

"Kau tidak mengerti perasaanku. Aku sudah berusaha menerima kenyataan, tetapi tetap tidak bisa," balas Jaehyun pelan. "Bahkan, hari ini perasaanku sangat tidak menentu, antara takut dan khawatir. Aku pikir kekhawatiranku tertuju kepada Ana karena tiba-tiba teringat dia. Aku takut terjadi sesuatu dengannya."

"Bukan tidak bisa, tetapi tidak mau," seloroh Mingyu. "Kau memang tidak berniat menghapus Ana dari hati dan pikiranmu."

"Terlalu banyak kenangan indah yang sayang untuk dihapus."

"Apa kau tidak lelah terus seperti ini? Hidupmu bukan hanya tentang Ana. Kau masih memiliki kehidupan lain yang jauh lebih penting daripada memikirkan Ana.

Unspoken TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang