Chapter 8 : Denial pt.2

4K 386 33
                                    

Hyein's POV

Aku langsung mengangkat wajahku begitu aku mendengar suaranya yang khas. Meskipun lama tidak bicara langsung seperti ini, aku masih ingat jelas bagaimana suaranya. Cempreng, namun terdengar lucu di telingaku. Tidak bisa kupungkiri, ada rasa rindu yang menelusup ke dalam dadaku begitu aku mendengar ia memanggil namaku.

"O-op-oppa. Ka-kapan kau tiba di Seoul?" tanyaku gugup.

Ia tidak langsung menjawab pertanyaanku, tetapi tersenyum lalu melirik jam di pergelangan tangannya. "Sekitar dua jam yang lalu," jawabnya. "Yak! Tidakkah kau ingin memeluk kekasihmu ini? Kita baru bertemu setelah hampir setahun dan hal pertama yang kau lakukan adalah menanyaiku kapan aku tiba? Serius Hyein?"

Aku menggigit bibir bawahku. Jika saja ini adalah empat atau lima bulan yang lalu, aku akan dengan senang hati berlari ke pelukannya. Tetapi kondisi sekarang berbeda. Aku sudah menikah dan aku sedang mengandung. Aku merasa melakukan hal tersebut bukanlah hal yang baik karena dia bukan suamiku.

Namun aku kembali berpikir, meskipun Tae adalah suamiku, tetapi kami tidak saling mencintai bukan? Lalu mengapa rasanya sulit sekali meskipun aku tahu ia tidak mencintaiku? Otakku terus memaksaku untuk memeluk oppa, namun hatiku bersikeras menolaknya karena Tae. Aku sendiri tak mengerti mengapa Tae menjadi alasan.

"Hyein?"

Aku kembali pada realita begitu mendengar oppa memanggil namaku. Ia memberiku tatapan bingung dan penuh tanya. Akhirnya dengan langkah ragu aku melangkahkan kakiku ke arah oppa. Semakin dekat dengan oppa, jantungku semakin berpacu cepat. Jika ini bahagia, rasanya akan menyenangkan saat jantung kita berpacu cepat, tetapi ini adalah takut dan rasanya menyakitkan saat jantung ini berpacu terlalu cepat. Jantungku seperti menghantam-hantam tulang rusuk dadaku, seolah ingin bebas dari sangkar yang mengurungnya.

Perlahan kulingkarkan kedua lenganku di tubuhnya lalu kuletakkan kepalaku di bahu kirinya, berusaha memeluknya dengan santai dan dekat namun tetap memberi jarak antara perutku dengan tubuhnya.

"Apa kabarmu?" tanyaku pelan.

Rasanya seperti nostalgia berada dalam dekapannya seperti ini. Aku ingat betapa nyamannya bahu ini saat aku menyandarkan kepalaku padanya dan betapa hangat tubuhnya saat ia memelukku di musim dingin.

"Buruk. Aku sangat merindukanmu dan ini menyakitkan," jawabnya, membuatku tersenyum kecut.

"Aku juga merindukanmu,"

Hampa.

Aku tidak merasakan apapun saat mengucapkan hal tersebut dan aku merasa bersalah karena itu. Aku merindukannya, tetapi entah mengapa aku merasa hampa. Ia mengecup lembut puncak kepalaku dan mengeratkan pelukan kami, membuatku menegang karena secara otomatis perutku bersentuhan dengan tubuhnya dan aku khawatir ia bisa merasakan perubahan yang terjadi pada perutku.

"Kau bertingkah aneh sejak kau tiba. Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?"

Aku menggigit bibir bawahku, menimbang-nimbang apakah aku harus mengakui semuanya sekarang atau tidak. Aku ingin sekali mengakuinya, tetapi melihatnya seperti ini membuatku tidak tega. Selain itu sisi egoisku kembali muncul.

Aku pernah mengatakan aku akan melepasnya setibanya ia di Seoul. Namun aku seakan tidak siap melepas pria yang telah mencintaiku dengan tulus selama hampir lima tahun ini. Tidak pernah aku bertemu pria selain Yoongi, Namjoon dan Hoseok seperti dia yang benar-benar mencintaiku sepenuh hatinya, seburuk apapun aku sebagai seorang kekasih untuknya.

BTS ~ Amor Fate[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang