Alex berjalan ke arah kelasnya, di sana sudah ada Farel dan teman-temannya yang lain. Dengan perasaan tanpa minat, Alex menghampiri mereka dan duduk di tempat biasa, tepatnya di bangku yang bersejajar dengan tempat duduk Farel.
"Kamu tadi kenapa menolong anak itu? Apa kamu mengenalnya?" Farel tiba-tiba bertanya setelah Alex benar-benar berada di sisinya.
"Dengar, Rel. Dia bukan anak sembarangan, kalau kamu tidak ingin mendapatkan masalah, lebih baik jangan mengganggunya lagi." Alex menjawab tanpa minat sembari membuka buku miliknya.
"Siapa yang mengganggunya? Dia yang menghina Vanessa lebih dulu, makanya aku menghajarnya." Farel menjawab angkuh dan itu cukup membuat Alex muak.
"Kamu pikir, Cio akan melakukan itu tanpa sebab? Dia pasti juga ada alasannya kan? Jadi, cobalah mengerti posisi kalian masing-masing."
"Maksud kamu apa mengingatkan aku tentang posisi? Jelas, posisi kita memang berbeda. Aku dengan dia dari keluarga yang tidak selevel, dan kenapa juga aku harus menuruti perkataanmu?" Farel menjawab sebal, merasa tidak terima dengan apa yang baru Alex katakan. Temannya itu mengingatkannya akan posisi, jelas saja Farel merasa dirinya lebih baik dari lelaki yang bernama Cio tersebut.
"Iya, kamu dengan Cio dari keluarga yang sangat berbeda, bahkan jauh berbeda." Alex meninggalkan Farel begitu saja lalu pindah ke bangku yang lebih jauh dari keberadaan teman-temannya, membuat mereka keheranan karena Alex menjauh tanpa ada masalah yang mereka tahu.
"Alex kenapa?" Dio bertanya penasaran ke arah Farel yang terlihat sangat geram dengan tingkah laku Alex yang justru membela orang lain ketimbang membelanya
"Mana aku tahu? Tidak penting juga kan?" Farel menjawab sinis, masih merasa geram dengan ucapan Alex yang tidak dimengertinya itu.
***
Di kantin, yang Amanda lakukan hanya terdiam sembari membawa kotak bekal makanannya itu di pelukannya. Matanya menyiratkan keraguan saat tertatih pada sosok Farel yang tengah memakan makanan kantin bersama dengan teman-temannya. Ingin rasanya Amanda mendatangi lelaki itu dan melarangnya untuk terus makan di sana, karena semua itu tidak baik untuk kesehatannya. Namun yang Amanda lakukan hanya pasrah dan menatap Farel penuh luka, terlebih lagi saat mengingat semua yang sudah terjadi di antara mereka, membuat Amanda merasa lelah dan ingin menyerah.
Mungkin, membiarkan Farel dengan kehidupannya sendiri adalah hal yang paling baik untuk hubungan mereka. Toh, Farel juga sudah dewasa, daya tahan tubuhnya mungkin sudah membaik selama ini. Jadi Amanda tidak perlu terus mengkhawatirkannya, terlebih lagi memberi perhatian yang bahkan tidak pernah lelaki itu harapkan.
Dengan perasaan yang sedikit lebih baik, Amanda meletakkan kotak bekal makanan itu di atas meja, lalu membuka salah satunya dan memakan isinya tanpa mau memperdulikan lagi keberadaan Farel di sana. Di tengah acara makanannya, Amanda didatangi Cio yang baru selesai dengan kelasnya. Lelaki itu bersama dengan Alex, yang akhir-akhir ini lebih sering bersama Cio ketimbang dengan Farel.
Amanda sendiri tidak tahu, sebelum ini hubungan mereka sedekat apa, tapi yang pasti itu lebih dalam dari hubungannya Alex dengan Farel yang baru terjalin dua tahun belakangan ini. Itu bisa terlihat dari cara bagaimana Alex lebih mementingkan Cio ketimbang Farel, saat mereka bertengkar beberapa hari yang lalu.
"Kamu makan sendiri tanpa mengajakku? Calon istri macam apa kamu?" Cio tiba-tiba berujar tak percaya, membuat Amanda yang sedang asyik menyantap makanannya itu menoleh dengan sorot mata memicing.
"Aku yang tidak sudih punya calon suami kaya kamu." Amanda menjawab sebal sembari kembali memakan makanannya. Namun Cio justru terlihat tak suka, terlihat dari caranya menatap Amanda tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alencio (END)
RomanceBagi Amanda, Farel adalah sahabat sekaligus cinta pertamanya. Meskipun lelaki itu tidak pernah menganggapnya lebih dari seorang teman, namun Amanda tidak pernah memiliki rasa lelah terlebih lagi menyerah. Ia akan selalu berusaha membuat Farel meliha...