Amanda menyunggingkan senyum manisnya, melihat Farel begitu lahap memakan masakannya. Memang mulai dari kemarin, Amanda akan terus menyiapkan bekal makanan untuk Farel, seperti pada permintaan lelaki itu.
"Masakanmu enak. Aku selalu menyukainya," ujar Farel di sela-sela acara mengunyahnya.
"Kalau begitu habiskan." Amanda menjawab senang, terlebih lagi bisa melihat Farel kembali seperti dulu dan mau menjadi teman baiknya. Dan entah kenapa melihat Farel makan saat ini, ingatannya justru teringat akan sosok Cio yang sering mengambil bekalnya lalu memakannya begitu lahap tanpa izinnya.
Sudah dari pertama kali Cio kembali masuk ke kampus, sejak saat itu juga Amanda tidak pernah berani menemui lelaki itu meski hanya sebatas menyapanya. Dirinya sudah cukup sadar diri akan posisinya yang terlalu rendah bila disandingkan dengan sosok Cio. Lelaki itu ternyata dari keluarga berada, tidak seperti tempat tinggalnya yang sederhana saat terakhir Amanda mengunjunginya.
"Amanda," panggil Farel yang berhasil membuat lamunan Amanda terpecah, terlihat dari bibirnya yang tersenyum canggung dengan tatapan tanya.
"Kamu kenapa tidak makan?"
"Iya, ini aku juga mau makan kok." Amanda kembali menyunggingkan senyum manisnya lalu melahap makanannya, tanpa menyadari bagaimana Farel tersenyum tulus melihatnya. Diam-diam, Farel merasa nyaman bisa dekat dengan Amanda. Dan entah sejak kapan rasa itu datang, padahal dulu Farel tidak pernah merasakannya meski mereka sering bersama sebelum ini.
Farel baru sadar, ternyata teman sejak kecilnya itu adalah gadis yang sangat baik. Selain manis, Amanda juga pintar memasak, dan kuliahnya pun cukup rajin. Gadis itu tidak mudah menyerah untuk menggapai cita-citanya, membuat Farel diam-diam mengaguminya.
Di sisi lain dari kantin, Farel maupun Amanda tidak akan menyadari bagaimana Cio menatap mereka penuh luka. Cio sangat sadar, rasa apa yang sedang merengkuhnya begitu hebat hingga terasa sangat sesak. Sebuah rasa aneh dengan sensasi panas, yang sering disebut dengan rasa cemburu.
"Cio," panggil Alex sembari menepuk pundak temannya itu, membuat empunya menoleh dengan tatapan tanya.
"Kita pergi saja ya dari sini? Kita makan di cafe dekat kampus." Alex mencoba menawarkan tempat lain, karena sebelum ini mereka berniat makan siang di kantin. Namun mereka justru melihat dua anak manusia yang mereka kenal tengah makan bersama, dan keduanya terlihat begitu bahagia.
"Iya." Cio hanya bisa menjawab seadanya, merasa sudah cukup pasrah dengan hidupnya sekarang. Sampai saat kakinya melangkah, mengikuti kaki Alex yang menjauh. Namun tatapannya masih tertatih di sana, di wajah gadis manis bernama Amanda.
"Sudahlah, jangan terus-terusan melihatnya, bila kamu sendiri bertekad akan melupakannya." Alex merangkul pundak Cio, menggiring temannya itu agar fokus mengikuti langkahnya.
"Aku tidak menyangka, bila melupakan Amanda itu sesusah ini. Aku pikir mampu melupakannya asal dia tidak disakiti. Tapi sekarang, aku yang justru tersakiti." Cio menyunggingkan senyum mirisnya, merasa lucu dengan hidupnya yang tak pernah bisa bahagia selama ini. Setelah pengorbanannya pun, Cio justru masih harus merasakan sakit yang teramat perih, melihat gadis yang disukainya itu bersama dengan lelaki yang sempat menjadi musuhnya.
"Aku tahu perasaanmu, tapi tolong jangan seperti ini! Kamu malah mengingatkan aku dengan Cio yang dulu," ujar Alex terdengar tak suka, namun Cio justru tertawa kecil mendengarnya.
"Aku tidak apa-apa. Dan aku juga akan pulang lebih dulu, kamu makan di kantin saja tanpa aku."
"Tapi kan kamu masih ada beberapa kelas," sahut Alex mencoba untuk menghentikan niat Cio, namun temannya itu justru tersenyum lagi, seolah tidak ingin dicegah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alencio (END)
RomantikBagi Amanda, Farel adalah sahabat sekaligus cinta pertamanya. Meskipun lelaki itu tidak pernah menganggapnya lebih dari seorang teman, namun Amanda tidak pernah memiliki rasa lelah terlebih lagi menyerah. Ia akan selalu berusaha membuat Farel meliha...