Amanda hanya bisa terdiam, menatap kepergian Cio yang banyak menyita perhatian para mahasiswa. Mungkin itu semua karena penampilannya yang jauh berbeda, kalau dulu Cio sedikit gondrong dengan pakaian ala kadarnya. Tapi sekarang, rambut lelaki itu dipotong pendek, membuatnya lebih berkarisma. Begitupun dengan cara berpakaiannya saat ini, yang terkesan begitu wah khas remaja. Apalagi mobil yang dikendarainya juga tidak main-main, sebuah Lamborghini. Jadi tidak akan mengherankan kalau Cio menjadi idola baru dan banyak yang meneriakinya.
Tapi kenapa dari seluruh perubahan itu, sikapnya juga berubah menjadi lebih dingin dan angkuh. Apa yang salah? Amanda pikir semua akan seperti dulu bila lelaki itu kembali seperti janjinya. Entahlah, Amanda merasa asing dengan sosok lelaki yang begitu dipuja-puja banyak orang saat ini.
"Tolong jangan ada yang mengganggu Tuan muda Alencio. Dia adalah anak dari konglomerat di negara ini, Tuan Alexandra. Kalian tidak akan selamat bila membuatnya marah." Salah satu seseorang berteriak ke arah para gadis yang begitu genit menggoda dan meminta perkenalan ke Cio. Setelah ucapan seseorang itu, semua gadis-gadis itu terlihat berpikir dan pada akhirnya pergi membubarkan diri.
"Alencio?" Amanda bergumam lirih, memanggil nama yang baru diucapkan seseorang itu.
Amanda tahu dan paham, bila nama Alencio itu adalah nama putra satu-satunya dan ahli waris dari keluarga Alexandra, keluarga terkaya di negara ini. Keberadaannya memang jarang diketahui banyak orang karena tidak pernah muncul bersama Papanya, tapi papanya itu selalu menyebut namanya di setiap kesempatan seperti saat jumpa pers. Membuat banyak orang penasaran dengan sosok putra dari Tuan Alexandra, itu yang sering Amanda dengar dari berita-berita yang beredar.
Tapi bagaimana mungkin, dari jutaan orang di negara ini, Cio adalah orangnya. Kasta mereka jelas-jelas jauh berbeda, membuat Amanda tak bisa berbuat banyak selain pasrah dengan hubungan mereka yang akan semakin menjauh nantinya. Apalagi tatapan dingin Cio tadi, membuat Amanda merasa sadar diri bila mereka tidak mungkin bersama meski hanya menjalin sebuah pertemanan.
"Mulai sekarang, aku tidak usah menyapa Cio lagi apalagi melihatnya. Aku tidak pantas untuknya, meski hanya sebatas menjadi temannya. Mungkin itu juga yang Cio rasakan tentang aku," gumam Amanda lirih sembari menatap ke arah lelaki yang berjalan tanpa memedulikannya. Di sekelilingnya ada dua pengawal, membuat Cio terlihat seperti tidak bisa dijangkau siapapun termasuk dirinya.
Dengan perasaan yang sedikit kecewa, Amanda berjalan lesu ke arah taman, berniat menenangkan perasaannya yang entah kenapa begitu kacau. Amanda sendiri tidak menyadari, bagaimana Cio berhenti melangkah setelah melihatnya pergi. Hatinya seolah bisa remuk karena tidak bisa menyapa Amanda seperti biasa, apalagi matanya harus melihat gadis yang disukainya itu berangkat dengan musuhnya tadi pagi.
"Kenapa Tuan berhenti?" Salah satu pengawalnya itu bertanya, membuat Cio kian pusing dengan posisinya saat ini.
Papanya yang menyebalkan itu tidak hanya menyuruh orang-orang yang dikenalnya di kampus ini untuk mengawasinya, tapi juga menyewa pengawal untuk membuntutinya ke manapun ia pergi. Cio benar-benar tidak akan bisa menjelaskan apapun ke Amanda, apalagi memperbaiki hubungan mereka yang sempat merenggang.
"Tidak ada. Aku hanya ingin menghubungi Alex, temanku." Cio merogoh saku celananya untuk mengambil benda pipi miliknya dan menghubungi Alex seperti pada ucapannya.
"Baiklah, Tuan." Kedua pengawal itu menjawab sopan tanpa mau sedikit pun menjauh.
"Alex, kamu ada di mana?" Cio bertanya ke seseorang di seberang sana dengan sesekali melirik ke arah pengawalnya yang tengah menatap area sekitar.
"Aku baru keluar kelas. Ada apa? Dan oh iya, aku dengar kamu sudah masuk kuliah ya? Aku heran, bagaimana mungkin Papamu membiarkanmu kuliah di kampus seperti ini lagi?" Alex bertanya heran, yang sebenarnya enggan Cio jawab, mengingat posisinya masih bersama dengan para pengawalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alencio (END)
Roman d'amourBagi Amanda, Farel adalah sahabat sekaligus cinta pertamanya. Meskipun lelaki itu tidak pernah menganggapnya lebih dari seorang teman, namun Amanda tidak pernah memiliki rasa lelah terlebih lagi menyerah. Ia akan selalu berusaha membuat Farel meliha...