Cio dan Amanda masih bercanda seperti biasa, tanpa tahu bagaimana Farel menatap keduanya penuh bersalah. Sampai saat Cio terdiam, menahan rasa sakit di kepalanya yang terasa berdenyut secara tiba-tiba. Matanya yang sayu itu memejam dengan sesekali meringis kesakitan. Amanda yang menyadari hal itu seketika berhenti, menatap khawatir ke arah Cio yang sepertinya sedang tidak baik-baik saja.
"Kamu kenapa?" tanyanya khawatir.
"Tidak apa-apa, kepalaku hanya sedikit pusing." Cio menjawab lirih, terlihat sangat tidak nyaman kali ini.
"Apa kamu sakit? Kalau sakit, kenapa harus ke kampus? Lebih baik kamu istirahat saja di rumah." Amanda berujar khawatir, namun di detik berikutnya, Cio justru menyengir seolah tidak terjadi apa-apa.
"Ciye, khawatir ya?" godanya dengan bersikap seperti biasa, seolah apa yang baru terjadi padanya adalah lelucon untuk bahan menggoda Amanda. Dan itu cukup berhasil, karena Amanda terlihat kesal kali ini.
"Kamu bohongi aku ya?" keluh Amanda kesal dengan mencubit perut Cio hingga empunya meringis kesakitan.
"Sakit. Iya-iya, aku minta maaf. Tolong hentikan!" keluh Cio memohon yang langsung dihentikan oleh Amanda meski tatapan kesalnya masih terlihat di wajahnya.
"Dasar, Babi. Kalau begitu, aku ke kelas dulu." Amanda berujar sebal lalu berjalan ke arah kelasnya, meninggalkan Cio yang terdiam dengan berusaha menahan kepalanya yang terasa berat untuk tetap dia sanggah.
"Aduh, ini kepala kenapa sih?" Cio bergumam lirih sembari memijat pelipisnya sesekali. Sampai saat Alex datang tergesa-gesa ke arahnya, setelah menyadari gerak-geriknya yang aneh.
"Cio, kamu kenapa?" tanyanya khawatir sembari berusaha menahan pundak temannya itu untuk tetap terjaga.
"Kepalaku pusing, Lex."
"Kamu sakit? Kalau begitu, aku akan mengantarmu pulang." Alex meletakkan tangan Cio pada pundaknya, membopong temannya itu sekuat tenaganya, sangking lemahnya tubuh Cio saat ini.
"Terserahlah, aku benar-benar merasa tidak enak badan sekarang."
"Kalau kamu merasa tidak enak badan, kenapa harus kuliah sih? Kamu malah menyusahkan diri kamu sendiri." Alex menjawab sebal sembari terus melangkah dengan membopong tubuh Cio yang kian melemah.
"Aku minta maaf," jawabnya lirih, yang hanya ditanggapi embusan nafas oleh Alex. Merasa tidak bisa terus memarahi Cio, karena kondisinya yang terus melemah.
Sesampainya di mobilnya, Alex langsung memasukkan Cio ke dalamnya, tepatnya di samping tempatnya menyetir. Lelaki itu sudah terlihat tidak baik sekarang, terlihat dari bibirnya yang kian memucat dengan sesekali memijat kepalanya yang terasa kian berdenyut sakit.
"Aku akan mengantarkan kamu ke rumah sakit," ujar Alex setelah masuk ke dalam mobil.
"Tidak perlu. Kamu antarkan saja aku ke rumah lama Mamaku, aku kan tinggal di sana sekarang." Cio menjawab lirih, namun ucapannya itu justru mendapat pertentangan dari Alex yang begitu mengkhawatirkan kondisinya.
"Tapi kamu harus berobat dulu," tentang Alex yang lagi-lagi tak membuat Cio ingin menurutinya.
"Tidak usah. Aku cuma mau istirahat saja di rumah, aku sangat lelah. Mungkin karena itu, aku sekarang sakit."
"Apa kamu lelah karena bekerja? Padahal aku sudah bilang ke pamanku untuk memberimu pekerjaan yang ringan saja seperti kasir. Tapi kenapa kamu sampai sakit seperti ini?"
"Aku ikut lembur di bagian penataan barang sampai pagi, lalu aku pulang dan membersihkan diri." Cio menjawab tanpa semangat, terlihat sangat lemah sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alencio (END)
RomanceBagi Amanda, Farel adalah sahabat sekaligus cinta pertamanya. Meskipun lelaki itu tidak pernah menganggapnya lebih dari seorang teman, namun Amanda tidak pernah memiliki rasa lelah terlebih lagi menyerah. Ia akan selalu berusaha membuat Farel meliha...