Amanda menatap tak percaya ke arah kotak bekal makanannya yang salah satunya sudah kosong tak berisi dan semua itu karena lelaki yang bernama Cio. Ya setidaknya nama itu yang Amanda dengar saat lelaki itu memperkenalkan dirinya, namun tindakannya itu sangat menyebalkan hingga Amanda merasa tidak bisa melupakannya terlebih lagi melupakan wajah menyebalkannya itu.
"Aku harap, aku tidak pernah bertemu dengan lelaki itu lagi." Amanda bergumam mantap sembari mengangguk samar. Kakinya terus melangkah ke arah halaman kampus, namun sebelum ke kelasnya, Amanda berniat menemui Farel dan memberikan bekalnya untuk lelaki itu. Dan Amanda sendiri harus rela tidak makan siang kali ini.
"Tidak apa-apa. Aku kan bisa beli roti dan minuman nanti siang." Dengan perasaan yang sedikit lebih baik, Amanda mencoba menyemangati dirinya sendiri. Sampai saat tatapannya jatuh pada sosok Farel, sahabatnya yang tampan dan dingin. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Amanda mengangkat tinggi-tinggi tangannya, berniat menyapa temannya itu.
"Farel," panggilnya sembari melambaikan tangan ke arah sahabatnya, di mana saat ini lelaki itu tengah duduk bersama dengan teman-temannya. Dari kejauhan, Amanda bisa melihat bagaimana Farel diledek teman-temannya, banyak dari mereka yang menggodanya seolah Farel baru disapa kekasihnya. Namun lelaki itu justru terlihat kian tak senang, bahkan tatapannya yang sempat tertuju ke arah Amanda itu teralih tanpa minat. Membuat Amanda merasa bersalah, mungkin karena dirinya Farel diledeki teman-temannya.
"Ada apa lagi?" tanya Farel dingin setelah Amanda berada tepat di hadapannya.
"Aku hanya ingin memberikan sarapan buat kamu. Aku tahu, kamu pasti belum sarapan kan di rumah."
"Kata siapa?" tanyanya sinis.
"Kata Bundaku. Ini, makanlah!" Amanda memberikan kotak bekal itu ke tangan Farel yang ogah-ogahan kala menerimanya. Sedangkan teman-temannya hanya terdiam dan menatap, seolah apa yang sedang mereka saksikan itu sebuah hal biasa tapi lucu karena Farel terus bersikap sama dan Amanda selalu bersikap tak menyerah.
"Kalau begitu, aku pergi dulu." Amanda melangkahkan kakinya, menjauh dari keberadaan Farel dan teman-temannya.
"Wah, sepertinya Amanda itu sangat menyukaimu ya? Dia bahkan tahu kalau kamu tidak sempat sarapan." Dio berujar sembari tertawa setelah menepuk pundak Farel.
"Mungkin benar dia menyukaiku, tapi aku tidak mungkin menyukainya. Kalian tahu kan, siapa yang aku sukai selama ini? Cuma Vanessa." Farel menjawab angkuh seolah ingin meyakinkan teman-temannya bagaimana di hatinya hanya ada seorang Vanessa di sana.
"Dan apa ini? Aku bahkan ingin membuangnya," ujar Farel sembari menatap kotak makanan itu dengan tatapan sinisnya.
"Jangan!" Alex, sahabat baik Farel itu langsung mengambil kotak makanan Amanda, mencoba mengurungkan niat Farel untuk tidak membuangnya.
"Kenapa?" tanya Farel sembari menaikkan kedua alisnya, begitupun dengan teman-temannya yang terdiam kala melihat apa yang Alex lakukan.
"Untukku saja. Kebetulan aku juga belum sarapan. Toh, kamu juga tidak akan memakannya kan?" Alex menjawab tenang, namun justru terlihat aneh di mata Farel kali ini.
"Apa kamu menyukai Amanda?" tebaknya ragu.
"Kalau iya, kenapa?" tantang Alex yang berhasil membuat semua temannya terkejut setelah mendengarnya.
"Apa yang kamu lihat dari Amanda? Dia kan gadis biasa, bahkan orang tuanya bekerja di rumahku sebagai pembantu." Farel bertanya tak terima, merasa tak percaya bila sahabat baiknya justru menyukai gadis yang membuatnya risi.
"Dia gadis baik."
"Apa kamu bercanda? Amanda itu gadis aneh, segala tingkah lakunya membuatku risi, aku bahkan sempat tidak percaya bila aku pernah menjadi sahabatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alencio (END)
RomanceBagi Amanda, Farel adalah sahabat sekaligus cinta pertamanya. Meskipun lelaki itu tidak pernah menganggapnya lebih dari seorang teman, namun Amanda tidak pernah memiliki rasa lelah terlebih lagi menyerah. Ia akan selalu berusaha membuat Farel meliha...