Part 16

640 69 2
                                    

Seperti biasa, Amanda menatap ke arah sekelilingnya, berharap ada Cio di antara para mahasiswa yang berlalu lalang. Namun hasilnya tetap sama, lelaki yang selalu mengganggunya itu tidak ada di antara mereka, membuat Amanda tertunduk lesu, merasa kecewa karena Cio tidak masuk kuliah lagi.

Sudah beberapa hari ini Amanda sangat berharap Cio datang ke kampus dan mengganggunya lagi, namun kenyataannya justru tidak seperti pada keinginannya. Amanda bahkan sempat menemui Alex dan menanyakan bagaimana kabarnya Cio saat ini, setidaknya Amanda harus tahu supaya ia tak terlalu memikirkannya. Namun sayangnya Alex sendiri juga tidak tahu, meskipun katanya mereka adalah teman dekat sejak kecil.

Amanda sendiri juga tidak mungkin menyalahkan Alex atas ketidak tahuan lelaki itu. Karena yang Alex tahu, papanya Cio adalah pria arogan yang akan melakukan apapun untuk mendapatkan sesuai keinginannya. Termasuk putranya sendiri. Sebenarnya Amanda tidak tahu apa maksudnya, namun Amanda pikir mungkin itu bukan lah sesuatu yang bagus.

Di tengah acara termenungnya, Amanda sampai tidak menyadari ada sosok lelaki yang berjalan ke arahnya sembari melambaikan tangan. Lelaki yang dulu sempat dirindukannya dan diharapkan bisa dekat kembali, meski semua itu hanya sebatas pertemanan.

"Amanda," panggilnya dari kejauhan.

"Eh Farel. Ada apa?" Amanda bertanya sedikit tak percaya, bila Farel benar-benar menyapanya dan bersikap baik lagi padanya setelah permintaan maafnya kemarin.

"Kamu membawakan aku makan siang tidak?" Farel menyunggingkan senyum hangatnya, dan tentu saja pertanyaannya itu cukup membuat Amanda terkejut. Karena untuk pertama kalinya, Farel menanyakan bekal makanan yang dulu sering ditolaknya.

"Memangnya kamu memintanya ya?" Amanda bertanya bersalah, karena memang ia tak membawa bekal makanan untuk lelaki itu. Andai Farel memintanya kemarin, Amanda pasti akan membawakannya.

"Tidak sih. Aku pikir, karena kita sudah berteman lagi, kamu akan membawakan aku bekal makanan seperti dulu." Farel masih mempertahankan senyum hangatnya, senyum yang selalu bisa membuat Amanda bersemangat. Namun entah kenapa sekarang Amanda justru merasa hambar, seolah gejolak perasaannya sudah menghilang di telan masa lalu.

"Maaf, aku tidak tahu dan aku juga tidak membuatnya. Tapi kamu bisa memakan bekal makananku, itupun kalau kamu mau," ujar Amanda sembari menjulurkan bekal makanannya ke arah Farel sembari tersenyum tulus ke arah teman baiknya itu.

"Tapi kamu bagaimana?"

"Aku bisa makan makanan kantin. Kamu tidak perlu khawatir! Yang penting, kamu harus menjaga kondisi kesehatanmu. Aku tidak mau nanti kamu sakit lagi." Sebagai teman, Amanda melontarkan kalimat kepeduliannya. Bukan karena ia masih menyukai Farel, tapi karena sebagai temannya lagi, Amanda juga harus memperdulikan kesehatan Farel lebih teliti lagi.

"Terima kasih ya. Kamu selalu baik denganku." Farel menjawab tulus setelah menerima kotak bekal makanan itu. Sedangkan Amanda hanya terdiam lalu mengangguk mengerti.

"Bagaimana kalau kita makan bersama di kantin? Aku yang akan mentraktir kamu makan."

"Tidak usah, Rel. Nanti Vanessa tahu dan marah sama kamu." Amanda menolak halus permintaan Farel, karena menurutnya sungguh tidak pantas makan bersama dengan lelaki yang bahkan masih memiliki hubungan dekat dengan orang lain. Amanda hanya tidak mau ada yang salah paham lagi, terlebih lagi Vanessa yang begitu membencinya.

"Vanessa? Aku dengan dia sudah putus." Farel menjawab seadanya sembari tersenyum miris, mengingat masalah yang terjadi dengan mantan kekasihnya itu justru membuat Farel merasa malu.

"Putus? Tapi kenapa?" Amanda bertanya tak percaya, merasa terkejut dengan kabar yang baru didengarnya.

"Eh? Kalau kamu tidak mau mengatakannya, aku tidak apa-apa kok." Amanda melanjutkan ucapannya, merasa cukup tahu diri bila dirinya bukanlah orang yang pantas untuk tahu semua masalah Farel.

Alencio (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang