Part 07

679 81 10
                                    

Amanda masuk ke dalam ruang UGD, di mana Farel masih terbaring lemah tak berdaya di sana. Dalam kesunyian ruangan, Amanda menangis mengingat kenangan saat Farel di posisi yang sama, tak berdaya dan tak dapat berbuat apa-apa setelah makan makanan yang kurang higienis, yang mengakibatkannya harus dilarikan ke rumah sakit seperti sekarang.

Jujur saja, Amanda merasa paling bersalah saat ini karena tidak bisa menjaga pola makan Farel, sampai membuat lelaki itu kembali dilarikan ke rumah sakit. Karena dirinya yang terlalu cengeng, yang terlalu takut dihina dan direndahkan lagi, sampai membuatnya ragu memberikan sesuatu untuk kebaikan Farel juga.

"Aku minta maaf, Rel." Amanda menundukkan wajahnya, merasa sangat bersalah di samping tubuh Farel yang masih terbaring. Dengan berhati-hati, Amanda mendudukkan tubuhnya di bangku yang berada dekat ranjang, sembari terus menatap wajah temannya yang setia menutup mata.

"Amanda?" panggil seseorang yang sangat Amanda kenali suaranya.

"Cio? Alex?" Amanda bergumam lirih setelah melihat siapa yang sudah berada di ambang pintu UGD.

"Kalian kenapa ada di sini?" Amanda bertanya lemah dengan nada seraknya sembari menghapus air mata di pipinya.

"Aku kan masih temannya Farel, aku juga mau melihat keadaan dia." Alex menjawab lirih agar tidak menggangu istirahat Farel, sedangkan Amanda hanya mengangguk mengerti sembari tersenyum tipis. Namun ekspresi lain justru Cio tunjukkan, tepatnya saat melihat bagaimana Amanda menangis hanya karena seorang Farel, lelaki yang bahkan tidak pernah bersikap baik pada Amanda.

Kesal, tentu saja rasa itu begitu menggerogoti perasaannya, meski konyolnya rasa itu justru dibarengi dengan rasa sesak yang aneh. Cio sendiri bingung, kenapa dirinya begitu tak terima melihat Amanda kembali memperhatikan Farel. Mungkin karena ia tak ingin melihat Amanda kembali direndahkan, hanya itu, setidaknya cuma itu yang ingin Cio percaya untuk saat ini.

"Bagaimana keadaan Farel sekarang?" Alex bertanya setelah mendekat ke arah tubuh Farel yang masih berbaring dia atas ranjang UGD.

"Dia akan pulang setelah tubuhnya merasa baikkan, makanya dia tidak dipindahkan." Amanda menjawab seadanya sedangkan Alex hanya mengangguk mengerti.

"Kamu di sini sendirian? Di mana yang lain?"

"Mereka pergi, karena masih ada kelas. Jadi aku yang menjaga Farel untuk sementara waktu, sampai Vanessa datang."

"Vanessa akan datang?" Alex bertanya ragu yang langsung diangguki oleh Amanda.

"Iya, mereka sudah menghubungi Vanessa untuk menjaga Farel di sini." Amanda menjawab lesuh. Sebenarnya ia ingin terus berada di tempat itu, menjaga Farel sampai lelaki itu tersadar dan pulang ke rumah. Namun Amanda juga cukup sadar, bila dirinya hanya mantan teman yang tidak ingin Farel lihat keberadaannya, terlebih lagi membiarkannya untuk terus menjaganya.

"Bagus lah kalau begitu." Alex menjawab seadanya sembari mengangguk samar, sampai saat telinganya mendengar teleponnya berdering, membuatnya mau tidak mau harus mengambilnya dan melihat siapa yang sedang menghubunginya.

"Mama?" Alex bergumam pelan setelah tahu nama yang terterah di layar ponselnya.

"Hallo, Ma. Ada apa?" Amanda hanya menatap sekilas ke arah Alex yang tengah sibuk dengan ponselnya, lalu tatapannya teralih kembali ke arah Farel yang masih belum sadarkan diri. Dengan perlahan, Amanda menyentuh tangan Farel yang dingin, seolah ingin mencoba untuk memberinya kekuatan dan kepercayaan bila semua akan baik-baik saja.

"Kamu pasti akan baik-baik saja kan, Rel?" Amanda bertanya di dalam hati sembari membelaikan tangan Farel pada pipinya, dan semua itu dilihat oleh Cio yang kian muak dengan pemandangan yang tidak disukainya itu. Dengan perasaan geram, Cio melangkahkan kakinya ke arah Amanda lalu menampik tangan Farel yang berada di pipi Amanda, membuat gadis itu terkejut dengan apa yang baru Cio lakukan.

Alencio (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang