Part 14

636 67 2
                                    

Viona tersenyum sinis, saat Cio datang menghampirinya. Kedua tangannya bersilang penuh angkuh di depan dadanya, menatap rendah ke arah Cio yang masih terdiam di depannya.

"Kenapa Kakak pulang? Apa Kakak mau menerima tawaranku?" Viona bertanya sinis dan penuh kepercayaan diri.

"Aku ke sini karena Amanda. Aku tidak ingin kamu menyakitinya, karena aku sangat mencintainya." Cio menjawab mantap, membuat Viona geram mendengarnya.

"Jadi Kakak masih mau memilih dia?"

"Kalau iya, kenapa?" Cio menantang balik penuh ketegasan, membuat Viona tidak bisa menerimanya.

"Aku yakin, Om Hendra tidak akan menerima ini. Beliau pasti tidak akan membiarkan gadis itu hidup lebih lama lagi." Viona menjawab geram sembari menunjuk tegas ke arah wajah Cio yang tersenyum sinis.

"Oh iya? Tapi aku tidak peduli." Cio melangkahkan kakinya, meninggalkan Viona dengan segala amarahnya.

Di dalam hati, ada secercah rasa takut yang menyelimuti perasaannya akan ancaman yang baru Viona katakan. Namun sebisanya, Cio berusaha untuk tetap tenang dan tetap fokus untuk menemui papanya.

Sesampainya di dalam rumah, Cio menatap ke sekeliling rumah dengan tatapan rindu. Karena di dalam rumah itu, kisah hidup mamanya terkenang indah di otaknya. Sampai saat tatapan Cio jatuh pada sosok papanya yang tersenyum angkuh bersama dengan wanita yang sangat Cio kenali. Siapa lagi kalau bukan mamanya Viona? Wanita yang sudah menghancurkan hidup mamanya.

"Akhirnya kamu pulang juga?" Papanya bertanya sinis, begitupun dengan lekukan bibirnya yang tergambar angkuh.

"Baguslah. Karena Papa akan menyakiti gadis yang kamu sukai, bila kamu masih ingin pergi dari rumah ini." Lelaki itu melanjutkan ucapannya, membuat Cio tak percaya dengan apa yang baru didengarnya. Ternyata benar, papanya itu akan menyakiti Amanda seperti apa yang tadi Viona katakan. Bila mengingat kepribadian papanya yang akan melakukan apapun untuk mendapatkan keinginannya, Cio rasa papanya tidak akan main-main bila sudah mengatakan akan menyakiti Amanda.

"Apa yang aku katakan benar kan, Kak? Gadis itu tidak akan selamat, bila Kakak terus bersamanya." Viona berbisik sinis yang entah sejak kapan sudah berada di belakang Cio.

"Kenapa Papa melakukan semua ini? Kenapa Papa harus membawa Amanda ke dalam masalah keluarga kita?" Cio bertanya marah, merasa kecewa dengan papanya yang begitu mudahnya menyakiti orang lain termasuk hati putranya sendiri.

"Kamu yang memulai semuanya, Cio. Dari dulu, Papa selalu ingin kamu bisa menjadi yang terbaik. Supaya apa? Supaya kamu bisa menjalankan perusahaan yang sudah Papa bangun dari nol. Kamu itu ahli waris dari keluarga Alexandra, seharusnya kamu paham betul tanggung jawabmu."

"Aku juga tidak akan seperti ini, andai Papa tidak menghancurkan Mama demi wanita itu." Cio menunjuk wanita yang berada di samping papanya, membuat tatapan papanya dan Viona juga tertuju ke arahnya.

"Karena wanita itu, Mama frustasi sampai gila dan pada akhirnya meninggal sebelum penyakitnya sembuh. Dan sekarang, Papa ingin menikahinya?" Cio bertanya tak percaya dengan senyum sinis yang terlukis di bibirnya.

"Bagaimana mungkin aku bisa hidup dan tinggal bersama dengan orang yang sudah membunuh Mama? Tidak bisa, Pa. Aku bahkan merasa jijik saat melihatnya." Cio melanjutkan ucapannya dengan tatapan rendah ke arah mamanya Viona, membuat papanya geram melihat tingkah lakunya. Begitupun dengan wanita yang Cio maksud, ekspresinya terlihat begitu marah meski tertahan oleh senyum ramahnya.

"Dijaga ucapanmu, Cio! Tidak sepantasnya kamu berbicara seperti itu ke calon Mamamu. Apa kamu benar-benar ingin melihat gadis yang kamu cintai terluka, ha?" Papanya menyentak marah, membuat Cio bungkam di tempatnya.

Alencio (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang