Part 09

732 85 7
                                    

Amanda dan Cio saat ini tengah berjalan di area perumahan setelah mereka turun dari bis yang baru mereka tumpangi. Keduanya berjalan begitu tenang dengan sesekali membahas hal yang tak penting, dan berakhir dengan Cio yang lagi-lagi menggoda Amanda. Mereka terlihat begitu akrab, seolah apa yang sudah terjadi di rumah sakit tadi benar-benar mereka lupakan.

"Itu rumahku," ujar Amanda sembari menunjuk ke arah rumah kecil yang bersanding dengan rumah mewah, yang Cio yakini rumah itu milik orang tua Farel.

"Orang tuaku bekerja di rumah itu, rumahnya Farel. Itu lah kenapa aku dengan Farel begitu dekat dulu, tapi sekarang malah seperti ini." Amanda menyunggingkan senyum mirisnya yang hanya ditanggapi kediaman dan anggukan oleh Cio. Lelaki itu masih tak mengerti, kenapa Amanda masih begitu memikirkan Farel padahal sudah banyak hal buruk yang terjadi menimpanya karena lelaki itu. Entahlah, Cio hanya merasa itu semua tidak adil untuk Amanda sendiri.

"Amanda," panggil seorang wanita yang baru saja keluar dari halaman rumah.

"Iya, Bunda." Amanda seketika menghampiri wanita itu diikuti Cio di belakangnya.

"Kamu kok sudah pulang?" tanyanya penuh kesabaran sembari membelai punggung putrinya itu dengan memasang senyum hangatnya.

"Iya, Bunda. Aku sudah tidak ada kelas lagi, makanya pulang." Amanda menjawab bohong, namun wanita itu hanya tersenyum lalu tatapannya teralih ke arah Cio yang berada di belakang putrinya.

"Dia siapa?" tanyanya sembari menunjuk ke arah Cio yang baru tersadar dari tatapannya ke arah Amanda dan bundanya yang penuh kasih sayang, yang diam-diam Cio irii.

"Dia Cio, Bunda. Temanku di kampus." Amanda menarik tangan Cio ke arah bundanya, yang ditanggapi senyum ramah dan anggukan oleh lelaki itu.

"Saya Cio, Tante," sapanya sembari menyalami bundanya Amanda yang lagi-lagi tersenyum hangat, mengingatkannya akan sosok mamanya yang pernah memberinya senyum yang sama.

"Dari kecil, Amanda tidak pernah membawa temannya ke rumah. Cuma kamu yang Amanda ajak pulang, Tante pikir temannya Amanda itu cuma Farel." Wanita itu tertawa kecil yang lagi-lagi membuat Cio terpesona akan sosok bundanya Amanda yang begitu ramah seperti mamanya dulu.

"Eh, mungkin karena Amanda tidak mau memperkenalkan orang lain selain calon masa depannya, Tante." Cio menjawab aneh seperti biasa, seolah sikap kekonyolan yang tadi sempat menghilang kini kembali datang di waktu yang tidak tepat.

"Calon masa depan?" tanya wanita itu tak mengerti, namun Amanda justru terdiam dengan memejamkan matanya, berusaha untuk menahan emosinya mengingat ada bundanya di sisinya.

"Cio cuma bercanda, Bunda." Amanda menyahut lelah yang hanya diangguki mengerti oleh bundanya.

"Nak Cio mau mampir ke rumah? Kebetulan Tante akan menyiapkan makan siang, Nak Cio mau kan makan siang di sini?" tawar wanita itu yang seketika ingin diangguki oleh Cio.

"Tidak usah, Bunda. Cio juga mau pulang kok." Amanda menjawab cepat yang seketika ditanggapi cemberut oleh Cio di sampingnya.

"Sekali ini saja, Nak Cio. Mau ya?" tawar wanita itu lagi yang langsung diangguki oleh Cio tanpa mau memperdulikan bagaimana Amanda mendelikkan mata ke arahnya.

"Mau kok, Tante. Cio kan juga mau kenal calon ayah mertua," jawabnya yang kian membuat Amanda geram, namun berbeda dengan bundanya yang terlihat tidak mengerti dengan apa yang Cio katakan.

"Cio memang suka bercanda orangnya, Bunda." Amanda menjawab kaku sembari tersenyum paksa di depan bundanya, namun saat menatap ke arah Cio, ekspresi geramnya terlihat seolah ingin menyantap Cio hidup-hidup, namun justru tidak dipedulikan oleh lelaki itu.

Alencio (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang