Part 08

699 80 4
                                    

Setelah keluar dari ruangan Farel, yang Amanda lakukan hanya terdiam dan tertunduk. Bahunya yang naik turun, menandakan bagaimana gadis itu terisak dan menangis tanpa suara. Sedangkan Cio yang berada di belakangnya juga terdiam, ia tahu apa yang Amanda rasakan. Berpura-pura kuat adalah cara Amanda untuk tetap menjaga harga dirinya, yang selalu terinjak-injak oleh temannya sendiri.

"Amanda, kamu tidak apa-apa kan?" Cio bertanya lirih, meski sebenarnya ia sangat tahu bagaimana perasaan Amanda yang tengah terluka sekarang.

"Tentu saja aku tidak apa-apa." Amanda menjawab serak, yang tentu tidak akan Cio percaya, terlihat dari caranya terdiam dan berpikir memikirkan cara supaya Amanda bisa melampiaskan hatinya. Cio tahu, tak akan mudah untuk Amanda meluapkan semuanya, apalagi di depannya yang bukan siapa-siapanya.

"Kamu menangis ya?" tanya Cio yang langsung digelengi kepala oleh Amanda.

"Bohong. Dasar, gadis lemah. Hanya karena lelaki seperti itu saja kamu menangis. Mana Amanda yang aku kenal? Kenapa sekarang kamu semakin cengeng sih?" Cio menjawab tak percaya dan itu cukup membuat Amanda kesal. Tidak tahu kah Cio, bila Amanda sekarang merasa terpuruk karena telah membohongi perasaannya sendiri demi harga dirinya. Seharusnya Cio bisa mengerti hal itu dan tidak perlu bertanya, pikir Amanda mulai kesal.

"Apa katamu?" sentak Amanda sebal sembari memukul dada Cio yang terlihat biasa saja tanpa kesakitan.

"Aku bilang, kamu itu gadis lemah." Cio menekankan kalimatnya, seolah ingin membuat Amanda kian marah.

"Kenapa kamu selalu menyebalkan sih? DASAR, BABI." Amanda berteriak kian marah dengan semakin memukul dada Cio.

"Pukul saja aku! Memang dasarnya kamu gadis lemah kan? Kamu pikir, gadis lemah sepertimu bisa menyakitiku? Tidak." Cio kian mengompori Amanda dengan kalimat-kalimatnya, sembari menahan rasa sakit di dadanya akibat pukulan Amanda yang kian menyakitkan.

"Iiiiiiiih, kamu iniiiii ...." Amanda seketika menghentikan pukulannya setelah menyadari ekspresi Cio yang tengah menahan rasa sakit.

"Maaf," ujar Amanda cepat, merasa tak percaya dengan apa yang baru dilakukannya.

"Kenapa minta maaf?"

"Kamu bodoh atau bagaimana? Aku baru saja memukulimu?" Amanda menjawab kesal diiringi air mata yang kian tumpah di pipinya, merasa apa yang dilakukan Cio itu tak seharusnya terjadi. Namun sekarang lelaki itu justru menarik kedua lengan Amanda dan entah apa yang akan dilakukannya.

"Lalu kenapa? Aku sudah bilang kan, kalau gadis lemah sepertimu itu tidak akan bisa menyakitiku. Kamu pasti belum puas kan? Ayo, pukul aku lagi! Pukul!" Cio memukulkan kedua tangan Amanda di dadanya, berharap gadis itu bisa melampiaskan rasa sakit hatinya melalui tubuhnya.

"Tidak, aku tidak mau." Amanda menarik kedua lengannya dengan kasar, membuat Cio terdiam sembari menatap nanar ke arahnya.

"Maafkan aku!" Perlahan, Amanda mengangkat kedua tangannya lalu memeluk tubuh Cio yang menegang dengan apa yang Amanda lakukan.

"I-iya, tidak apa-apa." Cio menjawabnya seadanya, merasa bingung dengan apa yang harus dilakukannya.

"Apa ucapanku tadi keterlaluan ke Farel?" Amanda bertanya lirih sembari menyelusupkan wajahnya di dada Cio, mencoba memenangkan perasaannya yang masih terasa sakit.

"Tidak, kamu sudah melakukan hal benar. Sudah seharusnya kamu mengatakan hal itu sejak lama, supaya Farel tidak terus-terusan merendahkanmu."

"Tapi aku benar-benar mencintainya." Amanda menyahut jujur, berbeda dengan apa yang tadi diucapkannya pada Farel. Dan entah kenapa itu mampu membuat Cio terasa perih di hatinya, seolah ada yang menusuknya dengan pisau tajam yang menyakitkan. Cio sendiri bingung dengan apa yang dirasakannya saat ini, apa hatinya benar-benar tertatih pada sosok Amanda yang selalu memperhatikan temannya. Cio merasa ini terlalu aneh, padahal ia sudah berusaha untuk terus mengelaknya dan mempercayai bila semua hanya candaan di antara ia dan Amanda, tapi sayangnya semua justru terasa berbeda. Cio ingin memiliki Amanda, meski ia sadar bila dirinya tidak pantas menjadi lelaki yang bisa Amanda banggakan, tapi Cio akan berusaha menjadi lelaki yang selalu melindunginya di keadaan apapun.

Alencio (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang