2: The Last Option

6.1K 721 17
                                    

Seminggu hampir berlalu, semakin tipis kesempatan untuk jangka waktu yang diberikan Susan pada keluarga Wilson

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seminggu hampir berlalu, semakin tipis kesempatan untuk jangka waktu yang diberikan Susan pada keluarga Wilson. Bukannya menemukan titik terang, malahan nampaknya tambah memeningkan kepala.

Entah kenapa pas sekali, di minggu-munggu ini, kebetulan banyak yang harus dipusingkan. Entah ini jalan dari takdir, atau memang ketiban sial saja.

"Loh, Charlie. Apa yang kau lakukan? Kenapa di sini? Tidak berangkat sekolah?"

Pemuda yang disahuti tampak menghening usai ditanya. Ia bingung harus bagaimana menjelaskan, ia tak mau menambah beban orang-orang.

"Charlie?"

Dengan tangan gemetar, pemuda itu mengangkat secarik kertas yang ada di tangannya. Bela yang melihat wajah murung adiknya melirik kertas yang seolah disodongkan. Charlie bahkan tak menatap matanya saat ia bertanya, Bela sungguh khawatir.

Bela menghela nafas saat membaca kertas yang disodongkan Charlie. Meski pikirannya bertambah gara-gara ini, ia tetap suguhkan senyuman manis untuk menenangkan si adik.

"Tak usah khawatir. Semuanya akan baik-baik saja." ucap Bela sembari mengelus pucuk kepala pemuda yang lebih muda lima tahun darinya tersebut.

Tanpa kata, sekarang Charlie mampu mengangkat kepala untuk menatap sang kakak. Entah kenapa, ucapan dan senyuman yang Bela berikan selalu mampu membuat hatinya damai.

"Terima kasih, kak."

Mereka saling merengkuh dengan suka-cita. Bela berharap masalah ini cepat selesai dan kehidupan keluarga mereka akan kembali seperti semula.

"Ah, begitu Nyonya George? Oh ya tak masalah, terima kasih sudah bersimpati, dan maaf sudah merepotkan. Ya tentu, iya Nyonya, tak masalah. Aku masih ada pinjaman."

Bip!

Setelah sambungan diputuskan barulah Margareth menghela nafas beratnya, bohong jika saat ini ia tak khawatir. Namun saat anak-anak datang menanyakan segala sesuatu padanya, ia harus tetap memasang raut baik-baik saja.

Bela yang melihat sang ibu menghela nafas ikutan menghela nafas khawatir. Ia tahu, saat ini ibunya tengah dipusingkan banyak hal.

Trtt.. Trtt..

Telepon rumah kian berdering lagi, dengan pergerakan cepat Margareth mengangkat ganggangnya. Harap-harap saja itu seseorang yang akan membantu.

"Halo, keluarga Wilson di sini." sahutnya pertama kali.

Margareth diam membiarkan orang di sebrang sana yang sepertinya menjelaskan. Dahinya perlahan mengerut.

"Y-ya?--APA?! astaga.. Aku-aku akan ke sana!"

Bip.

"Ibu ada apa?" timpal Bela. Ia langsung masuk saat ibunya selesai bertelfonan. Ia melihat bagaimana raut panik itu pecah. Bela lagi-lagi khawatir.

Second Wife (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang