26: Lost The Second one

5.3K 637 129
                                    

Drmm..

Mobil mewah milik Susan berhenti tepat di depan sebuah rumah berukuran sedang. Beberapa waktu ke depan, tempat ini akan menjadi kediaman Bela. Sesuai nasihat dokter, wanita hamil itu tak boleh terus-terusan mendapat tekanan. Jadi mau tak mau, Susan harus mengasingkan Bela dahulu, hingga ia mampu membersihkan masalah ini.

Tentu, satu-satunya pihak yang dapat mengatasi ini hanyalah James. Tapi seolah tersurut rasa muak pada putranya sendiri, Susan sudah malas untuk berharap banyak pada James yang begitu bodoh. Ia bertekad akan menyelesaikan masalah ini bagaimanapun caranya. Meski harus menggunakan cara yang kotor lagi seperti yang dulu sering ia lakoni, tak akan masalah.

"Maafkan aku jika cara ini terkesan membuangmu."

Bela yang tadinya menatap kosong, langsung menarik perhatian ke arah Susan yang duduk di sampingnya.

Gelengan cepat diusung seraya membantah, "Tidak, bu. Memang keadaan yang memaksa untuk begini."

Susan sedikit sunggingkan senyuman tipis, dibalas hal serupa saat pandangannya bersitabrak dengan Bela. Namun itu tak berselang lama, saat ada hal lain yang tergambar dari sorot mata gadis itu.

"Ada apa?"

Sedikit ragu-ragu untuk Bela meminta ini. Meski Susan sudah kerap lembut padanya, namun perasaan was-was yang tertanam dalam diri Bela nyatanya masih ada.

"Sebenarnya," masih terdengar ragu-ragu.

"Katakan saja." timpal Susan yang juga penasaran.

Bela menggigit bibir bawahnya sebelum menyuarakan permintaan. "Emm... Apa boleh-aku tinggal bersama keluargaku saja?"

Melihat Susan tak bereaksi apa-apa, Bela cepat-cepat membenahi lagi. "itu jika ibu tak keberatan, jika tidak boleh, tak masalah. Tolong jangan lakukan apapun pada mereka." nada bicara Bela berubah intonasi di setiap pengucapannya. Ia masih takut jikalau Susan masih berminat untuk mengancam dengan membawa-bawa keluarganya.

Tatapan datar milik Susan masih tersurut, namun ia juga tak dapat menahan rasa iba saat melihat kerapuhan serta ketakutan dari mata Bela. Sepertinya trauma yang ia tanamkan dulu, masih membekas hingga kini.

"Akan membuat risiko yang sama jika kau tinggal di sana. Para wartawan itu pasti tak akan tinggal diam untuk mencari jati dirimu hingga ke akar-akarnya. Lamban laun, mereka juga akan menemuimu di sana. Itu akan sama berbahayanya, Bela."

Raut wajah Bela kembali murung. Apa yang disampaikan ibu mertuanya ini memang benar.

"Tapi," sengaja dijeda. Membuat Bela langsung menoleh penuh harap. Susan tersenyum sekilas sebelum melanjutkan, "kenapa tidak ibumu saja yang datang ke mari? Ia bisa mengunjungimu ke sini kapanpun ia mau."

Bela tersenyum cerah, "Jadi, aku sudah boleh menemui ibuku?"

Tak ada jawaban yang terlontar dari bibir Susan, namun senyuman hangat yang ia curahkan mampu membalas pertanyaan Bela barusan. Lagi-lagi wanita yang pernah mendapat predikat menyeramkan itu, mendapat hadiah pelukan dari Bela.

"terima kasih, bu.." 'aku tahu, kau sebenarnya memang orang yang baik'

❅❅❅

"Ibuuu.."

Setelah seruan itu terlontar, Bela sudah berada dalam dekapan seorang wanita yang ia temukan di sebalik pintu. Susan tak berbohong tentang janjinya untuk membiarkan Bela bertemu dengan sang ibu. Bahkan, wanita itu sendiri yang menjemputkan Margareth untuknya. Elusan lunak di punggung Bela diutarakan penuh dengan kasih sayang.

Second Wife (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang