"Habisi gadis itu!"
Jane berseru pada dua orang preman yang berbadan tegap. Jaket kulit, celana robek-robek, serta jahitan pada wajah keduanya membuat sosok itu lebih menakutkan. Jane menunjuk seorang gadis yang berjalan sendirian di tepi jalan. Ia merasa ini adalah kesempatannya untuk menyingkirkan si jalang yang sudah merebut kekuasaan yang harusnya akan ia memiliki.
Jane melihat saat Bela tadi baru keluar dari taman. Dengan kesenangan yang memuncak, ia pun menghubungi orangnya untuk menghabisi gadis itu segera. Tentu, kesempatan emas tak boleh dilewatkan.
"Baik, nyonya. Tapi jangan lupakan bayaran kami."
Jane memutar bola matanya jengah. "Heh, kau pikir aku orang miskin yang tak sanggup membayar?! Sana kerjakan tugasmu dulu, baru menagih bayaran!"
Dua lelaki itu mengangguk sebelum membawa langkahnya menuju Bela. Lagi-lagi senyuman licik mekar dari bibir Jane.
"Waktu baikmu sudah habis, jalang sialan."
Bela tengah berjalan mencari taksi. Tapi sepertinya tempat ini lengang sekali hingga terasa sangat jarang kendaraan yang berlalu lalang. Langkahnya sudah cukup jauh dibawa menjauhi keramaian pasar tadi. Ia sedikit takut karrna terlambat pulang. Pasalnya, Susan sudah menghubungi sejak tiga puluh menit lalu. Sempat sedikit memaki karena Bela berani pergi sendiri. Bahkan tadi saat memutuskan sambungan, Bela mendengar hentakan keras sebelum sambungannya terputus. Susan pasti marah besar.
Di ambang ketakutan, Bela makin dibuatnya panik saat dua orang berbadan besar menghadang. Plastik berisi kado untuk Amelia tadi digengam kuat-kuat.
"M-mau apa kalian?"
Seringai miring tercetak dari sudut bibir kedua lelaki itu. Bela makin panik hingga membawa beberapa langkah gementarnya untuk mundur.
"Kau jelas tahu apa tujuan kami, gadis manis." ujar salah seorang yang memakai kalung rantai besar di lehernya.
Langkah Bela untuk mudur makin cepat kala kedua preman itu makin menyapu langkah untuk mendekat. Dengan lantunan doa-doa dalam hati, Bela berbalik dan mencoba untuk lari secepat mungkin.
"Hei, jangan lari manis. Itu hanya akan membuang tenagamu." sahut satu preman lainnya yang terlihat lebih bongsor dan memiliki kulit sedikit cerah dari kawannya.
Bela takut setengah mati. Secepat yang ia bisa, ia terus membawa langkah berlari ke arah pasar tadi. Harap-harap, preman itu akan takut jika membuat keonaran di tengah keramaian. Bela butuh perlindungan. Tolong.. Kepalanya ia tolehkan ke belakang guna memastikan jarak kedua preman tadi.
Bruk!
Bela hampir terhempas saat tak sengaja menabrak seseorang, jika saja tubuhnya tak ditahan oleh orang yang ia tabrak. Bela ingin memanjatkan syukur karena Tuhan mengirimkannya bala bantuan.
"To--"
Ucapan Bela terjeda saat pandangannya ia buat mendongak. Jane yang tengah mengamati dari kejauhan juga mengerutkan dahi.
"James?" ia berdecak. "sial! laki-laki sialan itu kenapa harus di sini!"
"James..." lirih Bela sembari mendekap erat tubuh suaminya itu. Mencurahkan semua ketakuatan yang tadi menyeruak hebat.
Belaian menenangkan diberi James pada punggung dan pucuk kepala sang istri. "Tenanglah, tak akan kenapa-napa. Aku tak akan membiarkanmu terluka."
Setelah mengatakan itu, James menarik Bela untuk berdiri di posisi aman. Menenangkan lagi dan meyakinkan istrinya jika semua akan baik-baik saja. "Tunggulah di sini. Jangan lakukan apapun. Aku akan menjagamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Wife (√)
RomanceBela mau tak mau harus menikah demi membalas budi orang yang selama ini menjaganya. Ini tak akan begitu rumit jika saja yang harus dinikahinya bukan suami orang. TOTAL BAB: 1-46 ©Start, 01 Januari 2020 ©End, 31 Desember 2020 Rank: ❅1 in vsoo: 17 Feb...