10: Will Not Be Avenged?

5.8K 727 77
                                    

"Hiks."

James mengernyit saat mendapati isakan adalah hal pertama yang ia dengar setelah sadar. Kepalanya memang masih terasa berat, tapi ia coba paksakan untuk mendongak dan mengangkat kepala wanita yang menunduk memegangi tangannya.

Ia sedikit terpana mendapati jika wanita itu adalah Bela. Gadis itu buru-buru menghapus air mata serta menstabilkan raut wajahnya. Senyuman hangat ia curahkan pada James saat mereka bertukar pandangan.

"Ka-kau sudah sadar?" suaranya masih terdengar sedikit bergetar.

"Akanku panggilkan dokter dulu." setelah mengatakan itu, ia beranjak untuk pergi. Tapi pergerakannya terhenti saat tangan James mencekal. Mencegahnya untuk pergi.

Bela menoleh setengah heran. Lagi-lagi ia paksakan senyuman agar mekar di bibirnya.

Entah ada apa dengan James, ia membawa kepalanya menggeleng. Mengartikan agar Bela tak pergi. Ia merasa ikut terluka, saat tadi Bela terisak. Entah kenapa juga, James tak suka dan tak tenang saat gadis itu terlihat rapuh.

"Ke sini." pinta James lirih. Ia menggeser tubuhnya sedikit ke pinggir ranjang.

Sedikit terkagum, tanpa sadar Bela mengikuti arah tarikan lemah James. Membawa dirinya untuk ikut naik ke atas ranjang dan merebahkan diri di sebelah lelaki itu. Kedua netra mereka masih terpaut. Sedetik berikutnya, James berikan senyuman hangat. Menyalurkan kehangatan juga ke dada Bela serta menguci niat Bela juga untuk bertanya.

"Istirahatlah di sampingku.. Aku tahu kau juga pasti lelah."

Di detik berikutnya, Bela dibuat makin tak menyangka saat James tambah merapatkan tubuh mereka. Mendekapnya dalam pelukan. Entahlah, mungkin Bela sedang bermimpi di siang bolong. Tapi jikapun ini mimpi, ini adalah mimpi termanis yang pernah ia alami.

❅❅❅

Secara spontan, senyuman hangat tersaji. Membuat lengkungan indah pada bibir yang sudah lama tak melakoni hal itu. Entah kapan terakhir kalinya Susan tersenyum hangat. Ia sudah tak ingat lagi mengingat itu mungkin sudah sangat lama. Secara tak sadar, bibir lipstik merahnya menampilkan hal lain, selain pembuat rasa takut ataupun aura mencekam.

Pandangan di depannya yang membuat Susan melakoni hal yang langkah itu. Niatnya tadi akan mengunjungi James, tapi malah disuguhkan pemandangan manis. Anak dan menantunya tengah terlelap dan saling mendekap hangat.

Pelan-pelan, ditariknya kembali lengkah untuk mundur. Menutup pintu dengan gerakan sepelan mungkin. Ia tak ingin mengganggu romantisme di dalam.

❅❅❅

"Nona sedang mencari apa?"

Amelia melirik pada suara yang menyeru, "Kemana orang-orang, bi? Kenapa rumah terlihat lengang sekali. Bel--ah maksudku kakak ipar dan ibu, kemana mereka?"

"Nona belum tahu tentang Tuan James?"

Amelia menarik pandangannya ke atas. Ia coba mengingat apapun, tapi sepertinya ia memang belum diberi tahu apa-apa, "Memangnya ada apa dengan kakak, bi?"

"Tuan James kecelakaan--"

"Apa!" pekik Amelia cukup nyaring.

"Jangan panik, Nona. Tadi kata Paman Jonathan, keadaan Tuan James sudah lebih baik. Lukanya pun tak ada yang serius."

Amelia dapat bernafas lega. Ia panik bukan main saat tadi diberi tahu jika sang kakak mengalami kecelakaan. Tapi syukurlah jika keadaan James memang tak menghawatirkan.

Second Wife (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang