37: Goddess Of Beauty

4.1K 459 40
                                    

Termagu dengan pikiran berat, sedang dilakoni seorang wanita yang tengah bersandar di punggung ranjang. Kejadian beberapa hari lalu, saat ia menemukan kembali satu-satunya kunci keberadaan anaknya yang hilang bertahun-tahun, dilihatnya kembali. Tentu, Serena makin banyak berharap kerenanya. Harapan yang dulu pupus sengaja dikubur, terbentang kembali dan memberikan luka yang sama. Serena selalu sedih membayangkan bagaimana nasib putrinya, apa ia hidup menjadi orang baik? Apa mendapat makanan yang baik? Apa tidurnya cukup? Serena mendadak ingin tahu lagi.

Barang-barangnya telah disimpan kembali dalam koper. Ia masih setengah hati untuk pergi. Ini masih kurang baginya. Ia masih ingin mencari keberadaan putrinya meski itu sama saja akan membuka luka baru bila kembali tak mendapatkan kebenaran.

Satu sisi, Serena takut untuk berharap banyak. Ia masih merasakan bagaimana rasa depresi nyaris gila betulan saat ia mencoba usaha semacam ini beberapa tahun lalu. Tapi satu sisi lagi memintanya terus berusaha menemukan serpihan hidupnya yang hilang tersebut.

Klek.

Pintu kamar terbuka tanpa embel-embel ketukan. Anak lelakinya adalah sosok yang terlihat berdiri di sana kemudian berjalan mendekat.

William adalah satu-satunya orang yang paham dengan keadaan sang ibu. Sejak hari mereka keluar membeli bahan-bahan kue, dan pertemuan tak terduga itu, gelagat Serena memang berubah. Tapi tak ada yang tahu sebaik William. Meski sudah menganggap keluarga Liam begitu dekat dengan mereka, namun tetap ada batasan privasi keluarga. Termasuk kejadian masa lalu yang menyebabkan Serena kehilangan satu orang putri.

"Mama?"

Serena tersentak dari lamunan. Itu menandakan jika jiwa perempuan itu betulan tak sedang berada di raganya. Melihat William yang makin dekat dan duduk di depannya, Serena paksakan untuk tersenyum.

Anak lelaki itu meraih tangan sang ibu, membawanya dalam kehangatan genggaman, kemudian mengecupnya pelan. Bagaimanapun, kegelisahan sang ibu tak boleh dibiarkan lama-lama bersarang.

"Mama masih memikirkan Aylona?"

Tanpa berniat berbohong, Serena mengangguk. Menyampaikan apa yang membebani kepalanya tanpa ada yang ditutup-tutupi.

William tersenyum sekilas, "Mama tenanglah, aku yang akan mencari Aylona di sini. Aku berjanji akan berusaha keras menemukan informasi tentangnya untukmu."

Serena mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Memang terasa itulah jalan yang paling benar untuk diambil. Meski ingin, tapi Serena begitu takut mendapatkan kehampaan lagi. Akan terasa lebih menyakitkan mendapatkan hasil kosong jika dicari oleh usahanya.

❅❅❅

Plak!

Tamparan keras melayang begitu saja di sudut pipi seorang perempuan. Saking kerasnya, bekas lima jari yang tadi menjadi pelaku, tercetak jelas dengan warna merah nyaris menyala. Keadannya makin mengenaskan, kala di sudut bibirnya sedikit terkoyak dan menjatuhkan darah.

Si empu yang menampar tak merasa prihatin sedikitpun. Mata elangnya tetap mengunus tajam. Rahangnya mengetat menahan amarah.

"Kau gadis bodoh! Sungguh bodoh! Untuk apa kembali dengan dokter itu? Kau bahkan sudah menjadi ratu di keluarga Liam sebelum ini. Lalu sekarang? Dengan sikap rendah hatimu itu, kau membiarkan gadis lain yang mengambil posisimu? Wah Victoria, aku sangat tersesan!"

Masih setia memegang pipinya yang terasa panas, Victoria menegakkan tubuhnya kembali. Terserah Jane ingin menyumpahinya apa, tapi Victoria merasa apa yang ia lakukan adalah kebenaran.

"Bibi, James berhak bahagia! Keluarga Liam berhak mempertahankan citranya. Adanya aku, hanya akan merusak nama baik keluarga mereka. James sudah sangat membantuku sebelum ini, aku tak ingin menjadi bebannya lagi."

Second Wife (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang