30: They

5.4K 635 56
                                    

Klek

"Dokter! Bagaimana keadaannya?" sambar James lebih dulu saat pintu ruangan terbuka. Bahkan tak membiarkan dokter itu menghirup udara bebas barangkali sejenak.

Membuka masker yang ia gunakan, dokter itu berikan senyuman pengiring kalimat informasi yang akan ia sampaikan. Sebisa mungkin ia mencurahkan perhatian ke segala penghuni lorong yang sepertinya tak ada yang kekurangan rasa khawatir.

"Tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Meski pasien sempat kesulitan bernafas, namun atas izin Tuhan, sekarang ia sudah baik-baik saja. Tadi kami sempat mengkhawatirkan gejala hipoksia akan menyerang pasien, karna kondisinya sedang mengandung. Tapi syukurlah, semuanya sudah baik-baik saja. Baik ibu dan kedua janinnya sama-sama kuat. Meski terjadi sedikit goncangan yang menyebabkan pendarahan, tapi kedua anak di dalam, seolah saling menjaga dan menguatkan."

"Dua....?"

"Dua janin?" Amelia memperjelas maksud James.

Anggukan yakin dokter itu curahkan, "Pasien mengandung anak kembar."

Semua orang yang ada di sana mengukir senyuman dalam raut wajah. Mungkin inilah yang disebut dengan hikmah setelah bencana. Seolah menapik kemungkinan buruk yang tadinya menggelegar, pemberitahuan membahagiakan barusan benar-benar ampuh mengobati kekhawatiran dalam waktu sekejap.

"Apa sudah boleh ditengok?"

Dokter itu lagi-lagi mengangguk ramah, "Kami akan memindahkannya ke ruangan inap terlebih dahulu. Setelahnya, keluarga boleh mengunjungi."

❅❅❅

Klek

Pintu ruangan berdecit terbuka. Dari arah luar, terlihat seorang pria yang berangsur masuk. Tatapannya tak terlepas dari wanita yang masih terbaring lemah di brankar. Langkahnya terasa berat seiring ia mendekat. Rasa bersalah dan sesak membuncah hebat kala melihat kondisi wanita yang tak sadarkan diri itu.

"Bela.." awalnya sebagai pembuka kalimat. Sepasang tangan yang saling berhimpit di atas perut si empu, kian diraih lalu dikecup lama. Setelah itu, didudukkannya tubuh di kursi yang memang disediakan untuk menjaga pasien.

"Bagaimana keadaanmu? Sayang, kau tampak kurus dengan kantung mata yang makin menghitam. Apa kau makan dengan baik? Apa istirahat dengan cukup?"

"Aku menyikitimu terlalu banyak?" helaan nafas panjang sebagai penjeda, "aku tak tahu harus katakan apa, selain kalimat maaf. Aku sangat bodoh memilih pergi tanpa kejelasan. Aku sangat bodoh membiarkanmu melewati tekanan seorang diri."

"Mungkin ini terdengar egois. Tapi ku mohon jangan pergi lagi. Cukupkan lah hukuman dan karma yang ku dapat. Tolong jangan perpanjang rasa bersalah yang ku bendung selama ini. Jangan tinggalkan aku lagi, Bela.."

James membawa kepalanya menunduk ke tubuh Bela sembari melilitkan tangan untuk memeluk istrinya itu. Sekali lagi ingin membuktikan tekad, jika selanjutnya ia akan selalu ada untuk wanita ini. Ia berjanji, untuk ke depannya tak akan ada lagi kebodohan, tak akan ada lagi keraguan. Semuanya untuk wanita yang ia cintai, serta kedua buah cinta mereka.

Klek

Menyadari jika pintu terbuka lagi, James lantas menarik diri untuk duduk dengan posisi yang benar. Menetralkan raut wajah yang menjadi kacau lantaran penyaluran emosionalnya barusan. Mendapati sosok yang terlihat dari sebalik pintu adalah June dan Amelia, James membawa langkah mendekat.

"June ingin berpamitan untuk pulang." seru Amelia, namun matanya terus tertuju pada sosok Bela yang masih terbaring di atas ranjang rumah sakit.

James arahkan senyuman tulus kepada lelaki yang berdiri di samping sang adik. "Terima kasih untuk yang kau lakukan hari ini, June. Terima kasih sudah menyelamatkanku dari amukan warga, dan terima kasih telah..." digantungkan sejenak, netranya dibuat melirik Amelia yang masih setia mempertahankan gelagat (sok) tidak peduli.

Second Wife (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang